DUAPULUHDELAPAN

111 14 0
                                    

---

"Lo mau temenin gue?"

"Ngapain?"

"Gue gabut dirumah, main kedanau aja gimana?"

Kinan terdiam sambil menatap jam yang ada dipergelangan tangannya, terdengar Farel yang berbicara dengan seseorang diseberang sana.

"Nan, main dirumah gue aja yuk. Kebetulan lo kan belum pernah kerumah gue, disini rame kok. Semua ada dirumah gue."

Kinan tersenyum tipis, "yaudah. Nanti jemput aku jam sembilan dirumah papa ya."

Farel bersorak tertahan dari seberang sana, "oke. Jangan dandan, abang gue mata keranjang."

Kinan terkekeh lalu mematikan panggilan mereka, tawa Kinan pudar saat dia melihat orang yang dia benci akhir-akhir ini. Orang itu menatapnya dengan tatapan remeh, senyum menjengkelkan itu terpatri di wajahnya. "Hai Kinan, ngapain pagi-pagi disini?"

"Nga usah sok basa-basi lo, gue tau lo bego. Tapi masalah ini lo nga usah nanya lagi." Kinan langsung masuk keruangan konsultasinya beberapa minggu ini, orang yang tadi mengajak nya berbicara ikut masuk. Dia duduk didekat pintu sambil menatap Kinan yang sedang melakukan serangkaian pemeriksaan, sekitar dua jam sudah Kinan disana.

Gadis itu berbicara beberapa hal lagi, lalu berjabat tangan dan pamit untuk pulang. "Mau gue anterin?"

Kinan menepis kasar tangan orang itu yang sangat berani mencekal tangannya, "gue bawa mobil." Setelah itu Kinan berjalan dengan cepat keluar, berlama-lama dengan orang itu hanya akan membuatnya meledak-ledak. Tangannya gatal ingin membuat wajah orang itu babak belur.

"Jadi gini sifat asli lo, gue kira gadis lugu beneran. Jadi gadis penyakitan buat sifat asli lo terpendam yah..." orang itu terkekeh. Kinan menghentikan langkahnya, dia berbalik badan dan menaikkan sebelah alisnya. Apa orang ini kurang kerjaan? Pagi-pagi sudah mencari masalah, apa hidupnya kurang ujian?

"Apa beda nya sama lo? Setelah tau gue penyakitan keluar sifat asli lo? Ngaca dong." Kinan kembali berbalik badan, dia menggelengkan kepala sembari menghela napas panjang. Dia harus ekstra hati-hati sekarang, orang itu bisa saja bertindak nekat.

"Awas aja lo Leo."

---

"Kinan!! Ada pacar kamu, dek." Kinan menyaut dengan kencang dari lantai atas, kebetulan hari ini Theo tidak kuliah makanya lelaki itu bisa bersantai dirumah. Gheo sendiri tengah sibuk dengan cafenya, papa mereka berada dikantor.

"Mau kemana?"

"Aku mau main, boleh kan bang?"

Theo menampilkan raut datar, Kinan tersenyum lebar berharap abang nya yang sangat posesif pada nya ini memberikan izin. Kinan dan Theo menghampiri Farel yang berdiri di teras sambil memainkan kunci mobil, Theo berdeham agak keras.

"Eh bang Theo, pagi bang."

"Kita nga sedekat itu sampai kamu bisa manggil saya abang." Farel meneguk ludahnya kasar lalu menyengir kecil, ingatkan dia untuk hanya diam jika bersama Theo. Farel beralih menatap Kinan yang berdiri kaku disamping Theo, tangan abang pacar nya itu melingkari pinggang Kinan posesif. Farel merasa iri olehnya, bahkan selama pacaran dia hanya berani merangkul bahu Kinan.

"Kamu jagain adek saya, ingat! Jangan sampai kemaleman."

Kinan tersenyum lebar, dia memeluk Theo dengan erat lalu mengecup pipi abang nya dengan sayang. "Makasih abang, hati-hati di rumah."

Farel ikut tersenyum lebar, "pamit bang." Theo hanya berdeham singkat sambil memperhatikan mobil Farel yang sudah pergi dari pekarangan rumahnya, lelaki itu menghela napas kasar. Merasa frustasi hidup dalam bayangan yang jauh dari kebiasaannya.

"Kamu udah sarapan Rel?"

Farel menoleh lalu tersenyum tipis, "belum. Kita nunggu lo dulu, jadi biar bisa sarapan bareng."

Seharusnya Kinan merasa gugup sekarang, tapi perasaan itu digantikan dengan rasa rindu yang begitu menggebu-gebu. Gadis itu melirik Farel yang fokus pada jalanan, tangannya terangkat untuk merapikan rambut Farel yang sedikit berantakan.

"Nan..."

"Hm..." sahut Kinan yang masih sibuk merapikan rambut Farel. Lelaki itu melirik pacar nya sesekali. Mencoba memanggil lagi,namun Kinan hanya berdeham. Farel terkekeh kecil, apa kegiatan itu adalah hobi Kinan?

"Lo tau nga apa dampak kelakuan lo itu?"

Kegiatan Kinan terhenti, dahi gadis itu berkerut tanda bingung. Farel kembali terkekeh kecil, dia mencubit pipi Kinan dengan gemas. Mengunyel-uyel nya dengan keras, tak lupa menusuk-nusuk pipi Kinan yang berisi.

Pluk!

"Sakit!" Desis Kinan sambil mengusap pipi nya yang terasa panas, Farel memberenggut kesal seraya menjauhkan tangannya dari Kinan. Dia menjadi trauma kalau dekat Kinan dan Miya, dua manusia itu sekali melakukan kekerasan sangat lah tidak berpikir terlebih dahulu.

"Lo ngerasain apa gitu pas gue uyel pipi lo?"

Kinan melayangkan tatapan permusuhan, "sakit."

"Selain itu?"

Kinan berpikir sebentar, merasa tidak ada lagi yang dia rasakan Kinan menoleh dan menggeleng dengan wajah polos. Farel memaksakan senyum nya, baiklah. Dia harus selalu menyediakan stok wajah datar kalau Kinan kembali mengusap rambutnya. Dia baper woi!!!.

Tak berselang lama Farel memasuki pekarangan rumah asri yang memiliki halaman luas, Kinan memandang takjub rumah itu. Dia meremas jemari nya dengan gemas, berusaha mati-matian menahan sesuatu gejolak yang muncul dikepalanya. "Kok diem aja? Masuk gih."

"Ah, iya." Kinan mengekori Farel masuk kerumah itu, didalam rumah Kinan menemukan seorang lelaki paruh baya yang sedang membaca berkas. "Pa, mantu papa datang nih."

Kinan memberikan pelototan tajam pada Farel, lelaki paruh baya itu mendongak lalu menampilkan raut terkejut. Kinan tersenyum lebar seraya mengirim sebuah kode, dia berinisiatif untuk maju dan mencium tangan lelaki itu.

"Pagi, om."

Lelaki itu tersentak sembari menatap mata Kinan dalam, setelah nya dia tersenyum tipis. "Nga usah manggil om, panggil Papa aja."

Kinan tersenyum kikuk, Farel merangkul bahu Kinan dan mengajak pacar nya itu untuk masuk kedalam. Dari jarak yang lumayan jauh itu, Kinan dapat mendengar suara keributan. Tiba-tiba dia rindu masa kecilnya, saat dimana dia masih bebas bermain dan bercanda tawa bersama kedua abangnya.

Setelah kematian ibu nya semuanya berubah, dia terlalu takut untuk mulai terbuka, walaupun sudah berkonsultasi tetap saja rasa takut itu masih ada. "Hei! Melamun aja perasaan, apa yang lo pikirin hm?"

Kinan mengulas senyum tipis, dia sedikit berjinjit lalu menepuk kepala Farel tiga kali. "Mikirin kamu."

Farel memalingkan wajahnya, semburat merah muda menghiasi pipinya. Ah, sial. Kenapa dia selalu dibuat kalah oleh Kinan.

"Nanti kalau abang gue sok dekat jangan diladenin, gue punya dua kakak. Mereka berdua suka jelek-jelekin gue, jangan anggap serius mereka, cukup dengerin gue nanti nya."

Kinan mencibir, "kamu kali yang jelek-jelekin mereka."

Farel mengangkat bahunya acuh seraya memasukkan tangan kedalam kantong celananya, "itu kenyataan. Mereka emang jelek."

Kinan terkekeh dan menutup mulutnya dengan tangan, dia menundukkan kepalanya. Entahlah, Kinan ingin tertawa saja sekarang. Farel mengernyit heran, apa Kinan kerasukan setan pohon dihalaman rumahnya?

"Napa lo?"

"Kamu lucu."

Damn. Farel kembali memalingkan wajahnya, tidak. Dia tidak boleh lemah, dia harus kuat. Kinan tertawa kencang melihat wajah Farel yang memerah, tanpa mereka sadari ada orang yang terdiam melihat kehadiran mereka.

"Kinan?! "

---
Hay.. jangan bosen² ya pantengin si Kinan. Buat kalian yang nga mau nunggu Kinan terus bisa baca cerita aku yang udah tamat.

Kalian bisa cek di profil aku.

Sebagai orang budiman jangan lupa menghargai yah.

Mey_ca

Secret Admirer ( E N D )Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang