EPILOG

457 27 1
                                    

---

Seorang anak kecil mengintip keadaan uks yang ada disekolahnya, dia menyelinap masuk dan menemukan gadis yang sudah menolong nya dari aksi pembulian tengah terbaring disana. Lelaki kecil itu duduk disamping gadis itu dengan wajah tertunduk, "maafin aku yah. Kamu cepet bangun."

"Gue mau tidur, jangan ganggu." Lelaki kecil itu tersentak dan terjatuh dari kursinya, dia menatap horor gadis itu yang sudah duduk sambil meringis kecil. Di tangan gadis itu ada sebuah luka goresan, lelaki kecil itu merinding sendiri melihatnya. Pasti itu sangat sakit.

"Lo lemah banget, padahal cowo kok nga bisa ngelawan." Gadis kecil itu keluar dari uks. Hari itu lelaki kecil itu hanya bisa diam melihat kepergian gadis penolongnya.

Beberapa hari kemudian, lelaki kelas tiga sd itu selalu mengikuti gadis itu. Dia sering melihat gadis itu yang terlibat pertengkaran dengan murid lain, "kamu jangan terlalu beringas. Kamu cewe dan harus anggun."

Gadis itu tertawa remeh pada lelaki kecil itu, mereka sedang duduk ditaman dengan lelaki kecil itu yang sedang mengobati luka didahi si gadis. "Kalau gue nga gini, trus siapa yang jagain lo?"

Mendadak lelaki kecil itu diserang rasa gugup, dia tersenyum malu-malu pada gadis yang ada disampingnya. "Kamu mau jadi temen aku?"

Gadis itu langsung mengangguk, "lo lucu. Jadi gue mau jadi temen lo."

Lelaki kecil itu tersenyum senang, "kamu bisa manggil aku--"

"Bian. Gue mau kasih lo panggilan Bian, titik."

Lelaki kecil itu tersenyum, panggilan itu terdengar manis ditelinga nya. Disuatu kesempatan, mereka bermain bersama disekitar rumah, siapa sangka kalau mereka bertetangga. Dan orang tua mereka juga berteman, menbuat dua anak sd itu sangat senang.

"Kamu jangan ngomong kasar lagi, harus pake Aku-Kamu."

Gadis itu menggeleng dan mengusap wajahnya yang berkeringat, "nga. Gue nga mau jadi cewe menye-menye."

Bian merengek kecil dan menggoyang-goyangkan tubuh si gadis. "Harus mau, mau ya?" Karena merasa gemas dengan tingkah temannya ini, si gadis akhirnya mengangguk setuju.

"Aku mau. Jangan ngerengek, kamu cengeng."

Bian langsung tertawa lebar dan membawa gadis itu berlari-lari mengitari tanah yang sudah mereka lubangi, kedua nya berteman dekat dengan segala perbedaan yang ada. Si gadis yang pemberani dan Bian yang penakut.

Beberapa tahun kemudian, mereka sudah menginjak bangku kelas lima. Bian hari itu ikut dengan papa nya ke kantor karena tidak ada orang dirumah, sedangkan si gadis yang mengunjungi rumah Bian merasa kecewa.

"Kamu dimana Bian?"

Bian tertawa diseberang teleponnya. "Aku di kantor papa, bentar lagi pulang kok."

"Cepetan! Aku sendiri nih. Abang sekolah."

Bian bergumam tidak jelas, "kamu mau janji nga sama aku?"

"Janji apa?"

"Janji kalau udah besar kita harus nikah, kita akan bersama kalau udah besar. Pokok nya kamu harus nikah nya sama aku."

Si gadis tertawa geli , walaupun begitu dia tetap mengiyakan ucapan temannya itu. "Aku janji."

Tepat setelah janji itu terucapkan, Bian yang asik tertawa menyebrang tanpa melihat keadaan. Sebuah mobil truk melaju dengan kencang dan menghantam badan kecil itu, "Bian? Kamu masih disana? Itu bunyi apa?"

Secret Admirer ( E N D )Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang