Chapter 30

150 11 0
                                    


Tragedi itu terjadi layaknya sebuah bintang jatuh yang membawa mala petaka dengan cahaya bersinar begitu terang menembus hitamnya awan kesedihan. Bencana yang dapat dilihat seluruh kehidupan itu adalah penghakiman terakhir bagi mereka hari itu.

Jihoon yang tidak dapat menolak dari pecahnya semua masalah ini. Dirinya hanya melihat dalam benak pikir sembari mencari cara, keberlangsungan dapat membawa tirani. Dia melihat kearah Wonwoo yang kini tak sadarkan diri. Jihoon memalingkan wajah, bahkan pedang yang selalu dia junjung dalam kebijaksanaan bertarung kini menancap dalam jantung temannya. Bukti kepahitan dan rasa pelik dalam pertarungan.

Suara itu mulai menembus ruangan, sebentar lagi masalah mereka akan bangkit dalam balutan badai angina yang kuat ini. Emosi dalam pikirannya yang mulai kalut. Jika terus seperti ini maka akan dia mati di medan pertempuran, tidak bahkan hari demi hari yang telah dia  lalui tidak dapat di sebut sebuah kehidupan.

Dalam emosinya yang mulai menghardik mingyu dengan berbagai sumpah serapah, Jihoon menggeluarkan sihir materialisasi. Sebuah pedang terlahir dalam genggaman tangan kirinya.

Lelaki Muda di depannya melihat pemandaangan itu sebagai sebuah bentuk pujaan yang entah untuk apa "Jihoon lihatlah ini adalah bentuk sebenarnya dunia ini. Kehancuran & permusuhan." Dia tersenyum kearah Jihoon yang merasa begitu tabu akan segala hal "Semua itu ada dan hadir hanya untuk kehampaan itu sendiri."

Jihoon diam, perasaan permusuhannya semakin menyebar "Kenapa kau berkata seolah menggetahui segalanya." Dia menggamuk, pedang di tanggan kirinya di lemparkan dari bentuk pemberontakan dan rasa kebencian.

Anak muda pun menangkis dengan pedang lain, jiwanya yang telah korup menatap Jihoon dengan beku seolah ucapannya sulit di pahami "Apakah kau pikir dunia ini adalah kebebasan yang kekal."

Jihoon menatap tak kalah dingin "Jika akhir yang kau cari tidak menuntun pada kebenaran." Dia menarik sesuatu dari ikat pinggannya, hatinya seolah terdorong "Kau hanya menggapai angan-angan yang kau dambakan." Jihoon menembakkan pada titik pemuda itu. Melompat dan membelah tiap serangan yang dilancarkan. 

Pandangan yang menatap tanah itu merik benak pemikirannya ke medan pertempuran dunia sihir pertama.

Saat peluru  tidak ada habisnya menahan serangan yang datang sedangkan di tangan kanannya pedang siap memotong jarak diantara mereka. Kakinya yang bagai kilat,memijak tak menggenal gentar.

Kisah lama yang pernah diceritak padanya.

Ksatria itu terus bergerak maju, hatinya yang membara dari harapan tiap rakyat untuk menggapai kebebasan terus meraung. Belas kasih yang membeku untuk melawan kegelapan yang menutupi awan dilangit terus melangkah dalam perlindungan pedang suci yang telah di utuskan padanya.

Tiada henti, tiada enggan dalam menggapai kejayaan yang telah diperintahkan. Dia memberikan segenap jiwa raga bahkan nyawanya pada pertempuran yang menjemput tiap akhir keinginan manusia. Kisah besar yang diabadikan oleh bintang sebagai bukti kerja keras umat manusia.

___

Pedangnya menarik kedepan terus maju tanpa menggenal mundur. Jihoon menggarahkan tebasannya pada pemuda itu, tatapannya mencekat. Titik matanya membulat siap membuat serangan balasan.

Sedangkan dengan berkat yang dimiliki anak muda pun menciptakan ribuan pedang layaknya sebuah hujan jarum yang lebat.

Jihoon melompat dalam kehampaan angin, menembak dan menghindari tiap serangan dalam gerakan nan cekatan.

Dalam jarak yang sempurnah dan wajah siap membunuh dia melawan dengan tebasan. Anak muda pun menciptakan pedang dalam genggamannya dan membuat hantaman dua buah bilah benda tajam.

Pertempuran yang kini berada dalam jarak dekat, menciptakan bunyi dan warna dari hempasan pedang yang bertemu. Saling menebas satu sama lain tanpa henti hanya untuk melindunggi keyakinan masing-masing.

"Kau pikir hidupku selama ini hanya untuk ini." Anak muda itu memberikan wajah tidak terima, jeritanya terdengar dalam tutupan jubah hitam.

Puluhan pedang pun terbentuk diatas mereka, jihoon melihat ke atas tidak percaya. Jika seperti ini Mingyu tidak akan pernah terselamatkan "Jangan harap hanya kau yang bisa melakukan trik murahan ini." ia pun tenggelam dalam emosinya, melompat dan membuang pedangnya di gelapnya angin dan menciptakan senjata baru.

Jihoon berlari maju dengan cepat dan menendang tubuh musuh yang berakhir terlempar ditanah akibat serangan. Kemudian dengan sihirnya dia membuat sebuah tombak dan melemparkan kearah anak muda tersebut.

Mata pemuda pun membulat tak percaya melihat lemparan bagai senjata penghakiman langit. Lingkaran sihir terbentuk tepat didepan matanya untuk menghindari serangan yang dapat menghancurkan separuh tubuhnya.

Selagi ada kesempatan menahan serangan tombak dengan kekuatan bagai bintang jatuh itu ia bergerak mundur dan melompat "Kita akhiri saja semuanya di sini Jihoon." Berbagai lubang hitam terbentuk di langit menjadi satu dan menjadi gumpalan yang gelap. Ia membuat busur pada tanggan kirinya dan menemabakan gelapnya anak panah sebagai pembalasan.

Seragan dua buah elemen yang bertabrakan begitu kuat dalam ruang waktu yang mendistorsi wilayah disekitarnya sampai dalam jangkauan Institut.

Buram-buram kesadaran Jihoon mulai terputus, tidak dapat menahan hantaman energi berkepanjangan. Matanya yang mulai terpejam dan tubuh yang siap tumbang membuat gelombang hatinya mulai menggecil. Apa memang sampai sini kemampuannya, ia belum berhasil melaksanakan tugas dan tanggung jawabnya.

Pandangan menatap Wonwoo dalam detik-detik menahan hantaman serangan balik yang siap membumilantahkan medan perang, gerak semilir perasaan yang timbul dalam dirinya yang tak pernah ada menggingat teman-temannya. Setitik air mata menggalir pada bola matanya. Untuk kali ini, satu kali ini saja. Jihoon berharap. Memohon pada langit.

Untuk kejayaan dan kemenangan pada pertempuran yang telah menggambil tiap harapan dan penggorbanan, untuk setiap doa yang telah di panjatkan dalam kalimat makhluk hidup yang bertahan sampai saat ini.

Tolong kabulkanlah semuanya..

Jemari Jihoon tertarik, sebuah api mulai terbentuk dalam balutan petir miliknya. Menciptakan hantaran energi yang akan menggakibatkan ledakan.

Orang yang berada didepannya menatap tak percaya "Apa yang coba kau lakukan." Tak menjawab Jihoon hanya tersenyum dan semakin memperbanyak penggeluaran mana miliknya.

"Kau gila." Dia berucap tak percaya, jika energi ini dilanjutkan maka.

Anak muda itu kembali melihat hal yang sama, kisah yang selalu diulang. Anak muda terdiam dalam emsoinya. Wajah itu menunjukkan sesuatu yang tak pernah ingin ia lihat.

"LEE JIHOON." Saat kalimat itu keluar, pandangannya memutih. Semuanya menjadi sunyi dan hening yang dapat dirasakan. Dia kembali menggingatnya ketika semuanya masih tersisa ia melihatnya begitu jelas.

Wajah teman lama yang tak menyisakan penyesalan sekalipun.

Suara ledakan akhirnya baru terdenggar beberapa saat kemudian, meratakan separuh pelataran institute yang telah dikosongkan. Keheningan yang menyatu pada malam itu menjadi penutup dua sahabat yang telah bertarung mempertahankan impian mereka.

Jihoon menatap langit malam yang berhamburan dengan debu, ribuan ucapan maaf ia ujarkan dalam wajah yang penuh dengan luka. Ia bertanya-tanya seperti apa rasa sakit yang dirasakan oleh Wonwoo. Karena Ia tidak dapat merasakan apapun, bahkan jemarinya sendiri.

"Kau sudah melalukannya dengan baik." kata yang ia dengar. Nada begitu lembut dan menenanggkan, membuatnya terbuai dan tak dapat mendengar sumber suara tersebut "Tidurlah dengan nyenyak." Dan pada malam itu akhirnya manusia buatan dapat tertidur.

.

SKY TOWER ||JeongcheolTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang