Chapter 7

445 56 0
                                    

Malam kelam. Bau dari sisa air yang menempel pada jalanan malam setelah terguyur hujan masih tercium. Singgup kehidupan dalam cafe menjadi teman bahan dengar Seokmin menikmati malam akhir pekan ketika atensinya dilupakan oleh sang terkasih.

Rasa bosan mendampingginya merasakan nikmatnya malam setelah air mata langit berhenti menangis. Tempat ini penuh dengan buku, begitulah konsep cafe tersebut. "Hyung, apa kau tidak ingin pulang." ucap Seokmin mulai merengek.

Dilihat arloji pada tangan kiri Jisoo kemudian berujar "Mungkin sebentar lagi, aku hampir selesai membacanya." dan melanjutkan kegiatannya yang tertunda tadi.

Seokmin hanya membuang nafas lelah, jika tau seperti ini lebih baik dia tidur di kamar saja. Mungkin dirinya tidak akan merasakan bosan lebih dari ini, jiwanya tidak kuat diberikan siksaan jenis ini. Ingin pulang, tapi tak sampai hati meninggalkan Jisoo sendirian. Kalaupun ia tega dia tidak sampai hati pada Areum, wanita itu pasti akan sangat khawatir pada anak semata wayangnya.

Wanita cantik yang sudah termakan usia itu sudah cukup merasakan kehilangan setelah mendengar kabar meninggalnya ayah Jisoo. Sudah banyak orang pergi meninggalkannya sendirian, tentu saja mereka tidak akan kembali. Hatinya begitu terpukul mengetahui Jeonghan menjadi yatim piatu sedangkan suaminya pergi meninggalkannya menemani sahabat karibnya yang pergi meningalkan Jeonghan kecil sendirian.

Dia tau betul tabiat ibu Jisoo, dia tidak akan mampu menanggung beban yang ditinggalkan kedua temannya dan pujaan hati. Mengurus dua anak membuatnya takut jika suatu saat dirinya tidak bisa menjadi panutan. "Kau tau hyung, bagaimana pun Areum itu juga ibumu." Di ingatnya kembali cinta kasih sang ibu Jisoo yang tercurah tiada henti, membuat hatinya kembali tersentuh. 

"Kenapa, tidak biasanya kau memikirkan ibu." Jisoo tiba-tiba tertarik dengan ucapan Seokmin.

"Seandainya saja kau tidak tau dirimu berenkarnasi dari masa lalu mungkin saja kau bisa menikmati hidup layaknya seorang manusia."

"Tapi kau sendiri bukan manusia Seokmin-ya." Dikeluarkan kalimat dari mulut Jisoo dengan nada suara kucing khasnya.

"Kau benar." Seokmin sedikit tertawa mendengar penuturan yang di buat lucu tadi, sepertinya dia memang sedikit keterlaluan sebagai makhluk yang dilahirkan hanya untuk mengambil aset kehidupan.

"Dan kau percaya aku akan berkata begitu." Jisoo kembali tersenyum ketika melihat ekspresi mahluk yang ada di depannya ini, dan lihatlah  sekarang dia terkejut dengan wajah seperti anak kecil yang ditipu saat ucapan Jisoo terlontar
"lihatlah sekarang siapa manusianya di sini." sebuah tawa renyah keluar dengan begitu mudahnya dari mulut Jisoo, jika dia bisa tertawa sebahagia ini sepertinya bagi Jisoo tak masalah jika ada hal besar terjadi padannya "Terima kasih sudah menghawatirkan ku."

Kalimat itu lagi, senyuman itu lagi. Seolah dirinya di seret ke masa lalu saja, setiap dia melihat hal sama yang ia alami dalam kehidupan ini. Anak muda yang ia lihat dulu masih mudah marah ketika dirinya mempermain kan perasaannya kini mampu membuatnya membelalakkan bola mata.

Anak muda yang dulu selalu ia elus surainnya kini malah sebaliknya. Dirinya terlihat lebih tua dan berwibawa dari pada seorang Seokmin, pengawal turun temurun keluarga penyihir kuno dari negeri dalam. Menemani sang tuan penerus dari muda sampai akhir hayat nanti. Pertemuan mereka yang sangat jauh dari kebetulan, jika kalimat seandainya saja bisa memberikan jawaban dari berjuta pertanyaan di kepala Seokmin. Dia ingin terlahir kembali dan diberikan kehidupan kedua dan bisa menikmati kehidupan layaknya makhluk hidup pada umumnya bukan terjebak pada zona waktu yang berbeda.

"Jika seandainya saja aku membuat kesalahan hyung, apakah kau mau menjadi rumahku. Kau tau aku ini bodoh." Seokmin menatap lekat kemanik yang melihatnya dengan penuh khawatir itu, tak masalah untuk sekali saja dia ingin jujur pada orang ini selagi kebencian belum menelannya.

Lawan  bicaranya masih terdiam, dia takut mengungkapkan sebuah kesalahan dari mulutnya. Tapi dia tidak ingin keyakinannya di ragukan. Dirinya tidak ingin kehilangan lagi atas semua kesalahan  yang diperbuat di masa lampau, Sudah begitu lama luka mengaga itu bersemayam di hatinya.

----

Dulu kala, otoritas kekuasaan tertinggi berada pada tangan pemerintahan sang raja dan pangeran. Sedangkan parlemen para bagsawan hanya sebagai subsidi untuk mempertangkas kekuasaan. Kerajaan hanya menerima gaji buta atas wilayah yang mereka atur.

Di tengah konflik yang mulai bermunculan, kepemimpinan adikuasa mulai diragukan oleh rakyatnya. Perluasan wilayah yang begitu terkesan dipaksakan sedangkan raja baru belum memasuki usia kematangannya, hasutan dari bangsawaan yang menginginkan kekayaan membuatnya semakin tak berdaya. Membuat siapapun  yang melihat pangeran yang dulunya mereka banggakan sekarang berubah menjadi wajah kasihan penuh penyesalan membuatnya semakin terlihal menyedihkan.

Hong Jisoo yang terlahir dan mati dengan menggengam segala kekosongan pada dirinya dikisahkan sebagai pangeran pembawa duka pada buku cerita anak. Kisahnya begitu lama dan hanya menjadi dongeng yang menceritakan perjalanan hidupnya yang membunuh seluruh rakyat dan kaum bangsawan demi menyelamatkan dirinya sendiri.

SKY TOWER ||JeongcheolTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang