Chapter 19

177 22 6
                                    

Jalanan yang masih dibilang begitu kuno dimana hanya tanah sebagai bahan pijakan apabila hujan turun tempat itu akan menjadi begitu becek dan lembab, ditambah genangan air kotor yang terbentuk bisa membawa sebuah penyakit. Tapi permasalahan tersebut dikesampingkan oleh masyarakat seolah mereka tidak peduli dengan perihal tersebut, kegiatan jual beli yang masih begitu ramai membuat tiap orang menjadi lupa dan begitu sibuk menjual dagangannya sampai habis sehingga ketika mereka kembali nantinya menyisakan rasa senang karena tiap kantong mereka dipenuhi koin.

Kesibukan pasar dari tiap kiosnya menyisakan keheningan bagi seorang pemuda dengan tinggi semampan, sebuah baju sederhana dengan celana coklat dan sepatu kulit terpoles halus sedang berjalan meninggalkan hiruk pikuk tempat itu. Tas berisi bahan pokok ia tenteng pada pundak sebelah kiri, langkahnya yang menjauh berjalan melewati sebuah jembatan dengan bahan bangunan seadanya. Sikapnya yang terlewat begitu tenang sampai orang membicarakan celanya tidak akan dihiraukan, tapi ada satu hal yang membuat dirinya di hari itu menjadi tidak tenang. Hanya hari itulah jembatan ia lewati tiap hari tak pernah digubris menjadi hal pertama mencuri minatnya.

Ia yang biasanya tak peduli dengan kesibukan makhluk lain kali ini menjadi menarik diri dan ikut campur, langkahnya setelah menuruni jembatan melengkung sepanjang empat meter tersebut melihat ke arah gerombolan bocah sedang melempari batu sebesar kepalan tangan orang dewasa kearah bawah jembatan dengan olok-olokan yang terkesan sarkastik. Ia yang penasaran bertanya dengan nada bicara begitu dingin dan menusuk "Hei, apa yang bocah ingusan seperti kalian lakukan."

Empat bocah pelempar batu itu melihat ke arah pemuda dingin yang berdiri tak jauh dari mereka, sontak wajah mereka mengerucut saat bertukar tatap dengan sosok itu. Tak ingin memperpanjang masalah keempat bocah itu berlari ketakutan sedangkan orang penyebab kepergian empat bocah tadi hanya melihat dengan diam dan berjalan turun ke arah bawah jembatan. Didapatinya sekali lagi seorang anak kecil namun dengan sehelai kain begitu lusuh menutupi kulitnya yang tetap akan merasa dingin ketika salju berdatangan dan terbakar dikala sinar musim panas menyayatnya.

"Kau tidak melawan mereka." pemuda itu masih melihat dengan tubuh berdiri.

Bocah yang sedari tadi hanya menunduk dan mengacuhkan semua perihal mendongakkan kepalanya, rambutnya yang berwarna merah sebahu terurai begitu matanya melihat ke arah orang tersebut "Tak bisa bicara kah." pemuda nan begitu dingin dengan tepat menebak kondisi sang bocah "Tapi sepertinya kau mengerti apa yang ku katakan." pemuda itu melihat sekitar namun sepertinya memang benar tak ada yang peduli "Kalau begitu, ayo pergi denganku. Lagi pula adikku sedang mencari teman." Lelaki itu menunduk dan menggulurkan tanggannya penuh dengan senyum, begitu lembut dan tulus layaknya bungga tulip.

Tetesan air bening menggalir dari mata sebiru danau, layaknya sebuah mimpi harapannya kali ini bisa diucapkan. Dengan tenaganya yang tersisa bocah itu berlari dan memeluk kedua kaki orang yang menyambut keberadaanya, begitu kuat dan erat dia tak ingin berpisah dari orang yang baru saja menerima dirinya. Momen ini tak akan pernah hilang dari benaknya meski setelah ini ada begitu banyak kenangan diberikan untuknya, karena orang inilah dirinya memiliki nama. Dia adalah orang yang membuat sosok Hoshi hidup di dirinya, seorang anak kecil bawah jembatan yang hidup tanpa tau apa-apa.
___

"Bagaimana hasil, investigasi kemarin." Tanya seorang pemuda dengan jas hitam dan jubah kebesaran miliknya, ia melangkah dinamis menuju sebuah ruangan yang menjadi penentu nasib umat manusia saat ini.

Sosok yang berada tepat di belakangnya mencoba menyamakan langkah pimpinannya, tatapannya tak kalah serius. Setiap informasi tak boleh terlepas dari celahnya, bagaimanapun inti permasalahan dari semua kekacauan ini harus dihentikan. Setiap rongrongan dari pengkhianat tak boleh dibiarkan jika tidak bencana peperangan akan terjadi lagi "Seperti yang anda ketahui Tuanku, mereka begitu gentar untuk memulai orde baru."

SKY TOWER ||JeongcheolTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang