Di tempat yang jauh, dimana kehidupan manusia masih di pisahkan dengan alam baka Jeonghan melihat kejayaan bangsa yang dibangun diatas tanah yang mulia. Padang rumput yang begitu luas membawakan kesuburan bagi tiap ingsan. Memberikan makan dan menggalirkan air.
Mereka hidup dengan sangat damai membentuk bangsa dan golongan untuk menghormati apa yang diberikan untuk mereka "Indah sekali." Pujinya penuh syukur rasa kagum. Semua ini terlihat begitu membesuk kedalam hatinya.
Keindahan yang luar biasa ini terbuat dari apa, pikirnya melihat kerajaan yang dibangun dengan batu dan berdiri begitu tinggi seperti gunung.
Matanya melihat dengan seksama di tenggah padang rumput yang menari di tubuhnya yang terdiam membeku. Seorang gadis berjalan mendekat kearahnya "Luar biasa bukan tempat ini." Ucapnya tersenyum dalam balutan baju jatuh sampai mata kaki, rambut peraknya yang Panjang bergoyak diantara tumbuhan.
Jeonghan melihat kearahnya "Apakah ini kejayaan negeri kelahiran." Tanyanya dengan kelopak mata datar seolah rasa khawatir telah dimakan tanah itu.
"Kau benar, ini keberhasilan kelahiran kita." Jelasnya dalam senyum yang menggambang dalam lautan.
"Kita?" tanya dirinya sendiri dalam kekosongan tatapan kearah gadis muda. Dan tatapan mereka bertemu menelan semua kegelapan di sana.
Tanah itu terbakar dengan semua kejayaannya yang telah hidup begitu lama. Kelopak mata Jeonghan terkejut menajam saat melihat gadis itu tersenyum dalam balutan darah yang telah tertusuk tombak "Kau benar ini semua ada dari kita."
Semua itu menelan kewarasan Jeonghan, dia tiba-tiba menggamuk dalam kisah negeri lama yang menggabur bagai kerusakan 'Seharusnya kau tidak pernah ada Alice'
'Semua ini terlahir karena kau adalah kejahatan'
'Kau adalah penyakit yang membawa mala petaka pada negeri ini'
Jeonghan semakin berteriak saat luapan api itu semakin menelan semuanya dalam kegelapan tanpa ujung serta dengan asap yang menggeruk rongga nafasnya.
Jeonghan menggait-ngait segala sesuatu yang dapat menyadarkannya saat tubuhnya mulai terkapar. Saat itulah dia mulai melihat secarik cahaya yang membangunkannya dari mimpi buruk yang pernah dia lihat.
"Kau sudah sadar Jeonghan." Jisoo berdiri tepat disampingnya, dia tampak begitu khawatir.
"Ini." Pikirnya dengan wajah datar yang masih mencoba menggingat semuanya "Alice."
"Kemarilah akan aku bantu bangun." Joshua membantu membenarkan posisi Jeonghan agar bersandar.
"Sudah berapa hari." Tanyanya datar saat menatap kebawah pada kedua belah tanggannya.
"2 minggu berlalu sejak bencana menghantam kota." Ucapnya duduk disamping ranjang.
"Ku pikir aku sudah akan dijemput kematian." Ucapnya menggingat kejadian itu. Joshua menggerjap mencoba berdiri, namun sesaat dia urung menggingatnya kembali.
Seokmin menepuk Pundak Joshua "Ini semua berkat bantuan Joshua, dia menangis sesenggukan melihatmu hari itu." Jelasnya pada Jeonghan, sepertinya udara yang telah dimilikinya juga berubah dari hari itu.
"Terima Kasih." Ucapnya datar.
Joshua dan Seokmin saling pandang, untuk mencegah kecanggungan Joshua menggatakan sesuatu "Setidaknya sekarang kau sudah baik-baik saja."
Semuanya kembali hening, namun tidak bertahan begitu lama "Hey dia sudah datang." membuka pintu "Kepala sekolah yang tidak kompeten." Seungcheol yang masih dalam balutan tubuh dengan ekor rubah. Sepertinya itu efek dari hantaman energi, menyebabkan dirinya dalam tubuh prima bahkan pakaian tradisional yang tidak pernah terlihat terpampang dengan sangat rapi.
KAMU SEDANG MEMBACA
SKY TOWER ||Jeongcheol
FanfictionJeonghan yang tersesat di sebuah kuil tanpa ia sadari telah mencuri benda yang menguak semua rahasia di balik kematian kedua orang tuanya. Sampai rahasia terbentuknya SKY TOWER.