Tatapan Jeonghan melihat ke arah belakang, tepat ke arah manik Seungcheol yang sedang memunggunginya dengan mata nanar seakan meneteskan air mata kerinduan. Jeonghan yang begitu tak tega kembali melihat sampul buku, mimik wajahnya yang kosong bermonolog penuh dengan sesak. Bukan sebuah hal yang mengejutkan sosok yang sudah hidup lama seperti Seungcheol kalau saja ada orang lain bersemayam di hatinya sebelum dirinya, perasaan pencemburu mungkin hanya akan membuat dirinya terlihat tidak mengerti kondisi.
“Ah, aku kesal sekali.” Spontan Jeonghan yang jengkel dengan dirinya sendiri berdiri tanpa peduli Seungcheol masih di belakangnya, syukurlah tubuhnya yang terkejut masih memiliki keseimbangan untuk tidak menghantam rak buku yang ada di belakang mereka.
Maniknya masih berkedip berpikir, apa maksud dari ucapan Jeonghan yang nyelonong pergi begitu saja meninggalkan dirinya menuju tempat penjaga perpustakaan untuk meminjam buku yang setelah semua syarat peminjaman buku terpenuhi mereka pergi meninggalkan tempat itu. Saat langkah mereka menjauh dari gedung tersebut tetesan hujan bulan November turun dengan sangat lambat, beberapa genangan air terbentuk pada cekungan jalan gelap dengan pencerahan lampu neon.
Keduanya duduk termangu di halte pada perbatasan kota sambil menanti bus malam datang menjemput mereka, jarak tempuh yang sangat jauh antara rumah dengan kota tua memerlukan tiga kali untuk mengantri bus di halte. Kekhawatiran dibenaknya muncul, bagaimana jika seandainya bus di halte terakhir telah pergi. Jemarinya pun merogoh tasnya, mengambil alat komunikasi dan menghubungi orang terdekatnya “Apa yang kau lakukan.” Seungcheol yang penasaran dengan sikap Jeonghan pun menanyakan langsung pada pihak yang bersangkutan.
“Menghubungi Jisoo untuk menjemput kita dengan mobilnya, aku khawatir kita tertinggal bus di halte terakhir.” ucap Jeonghan masih mencari nomer Jisoo.
“Sepertinya kau sangat bergantung pada anak itu.” Seungcheol mengalihkan pandangannya agar wajah kesalnya tidak terlihat.
“Ya, dia lebih bisa diandalkan daripada dirimu.” Jeonghan berujar dengan sedikit perasaan kesal. Perasaan Seungcheol yang tertohok oleh kalimat yang begitu kejam itu menjadi membisu ditempat, bagaimanapun dia tidak bisa memungkiri kalau Jisoo memang definisi kekasih yang serba bisa ketika dibutuhkan layaknya Mingyu. Yah, mungkin dirinya perlu belajar dari mereka.
Perjalanan mereka pun berlanjut ketika sebuah bus mengangkut keduanya meninggalkan lokasi kembali menuju rumah dan Jeonghan duduk terdiam di dekat jendela melihat pemandangan malam yang tertutupi mendung, hujan turun merata ini mungkin akan semakin deras berlalunya waktu. Kedua tangan Jeonghan disilangkan dengan tujuan mengurangi dinginnya udara malam, penumpang yang tersisa hanya mereka berdua memberikan nuansa semakin sunyi. Rasa penasaran Jeonghan pun mengingatkan dirinya pada buku yang dipinjam sebelumnya.
Buku itu pun ia buka, sebelumnya manik itu sempat mencuri pandang ke arah Seungcheol. Mencoba memastikan seperti apa reaksi yang diberikan, apakah dia akan terkejut seperti sebelumnya. Sayangnya tidak demikian, wajahnya begitu datar dan tenang seolah tadi tidak pernah terjadi apapun. Jeonghan merasa dipermainkan oleh dirinya sendiri, seperti berada di zona waktu berbeda. Jeonghan tidak akan pernah menggantikan sosok yang telah membuat Seungcheol rela berkorban sampai berakhir disegel sebagai tergugat atas segala bentuk kekacauan yang ada. Kisah cinta yang bertepuk sebelah tangan dari duri yang tumbuh dari rasa curiga perasaan itu tidak akan pernah tersampaikan.
“Tak usah kau pedulikan diriku yang dulu.” Seungcheol berujar masih dengan pandangan ke depan “Karena kau semestaku sekarang.” tatapan Seungcheol beralih ke Jeonghan, menatap lekat keberadaan wajah berada di kursi dekat jendela.
Jeonghan menatap balik wajah yang selalu bersikap dingin dan acuh yang selalu membuatnya tidak pernah lelah malahan bertolak belakang ia mendapatkan kenyamanan bagai candu saat wajah mereka saling bertatap, saat kedua bola mata itu saling mengikat dan tak akan pernah berpaling meski rasa didalam hati keduanya tak tertulis dalam lisan dua insan itu bahwa mereka saling memiliki satu sama lain “Lumayan, ku beri nilai delapan untuk gombalanmu itu tadi.” sebuah cengiran diperlihatkan Jeonghan menyebabkan suasana romantis antara keduanya menjadi hancur.
KAMU SEDANG MEMBACA
SKY TOWER ||Jeongcheol
FanfictionJeonghan yang tersesat di sebuah kuil tanpa ia sadari telah mencuri benda yang menguak semua rahasia di balik kematian kedua orang tuanya. Sampai rahasia terbentuknya SKY TOWER.