Chapter 23

160 19 6
                                    

Liontin hitam itu kini berada di jemari tersebut dengan genggaman yang semakin menguat tiap detiknya. Seolah waktu berjalan begitu lambat memperlihatkan tiap retakan demi retakan pada giok sebagai bukti perjanjian, setiap saksi mata begitu membisu saat melihat awal dari kehancuran yang akan terjadi pada mereka. Tubuh Jeonghan yang seolah tidak bisa merebut benda pusaka itu hanya bisa berjaga-jaga bila saja dirinya lah yang akan menjadi korban nantinya. Dapat disaksikan secara gamblang kehancuran terlihat semakin jelas tiap waktunya. Dan ketika bunyi benda hancur terdengar semua pasang mata tertuju pada Seungcheol yang sedang meringis kesakitan.

Jeritan bagai orang tersiksa mulai terdengar jelas, pelaku yang merasa tujuan utama telah selesai pun pergi menghilang tanpa jejak ditelan asap hitam. Jeonghan mundur beberapa langkah, pikirannya menjadi kacau. Layaknya werewolf tubuh Seungcheol membesar dan dipenuhi bulu, kini diri Jeonghan dapat melihat sembilan ekor yang dimiliki Kitsune sebagai sebuah bukti kebesaran mereka. Langkahnya mendekati kearah Jeonghan dengan empat kaki yang dia miliki, menatap kilat Jeonghan seolah akan menerkamnya.

Dia semakin mendekat dan Jeonghan semakin berjalan mundur, Joshua mengeluarkan bukunya waspada jika saja Seungcheol menggarahkan cakarnya pada tubuh Jeonghan yang pasti akan koyak. Seokmin memasukkan jarinya kedalam almamater maron miliknya yang terdapat obat bius. Layaknya sebuah hitungan mundur semua yang ada di tiap pemikiran mereka benar terjadi. Seungcheol yang dikuasai insting buasnya menggarahkan cakaran pada Jeonghan dengan suara raungan mendominasi, hampir membuat semua pihak di tempat tersebut tak bisa bergeming. Burung-burung berterbanggan ketakutan, Jeonghan menutup wajahnya dengan kedua tangannya menyilang sebagai sebuah bentuk perlindungan.

Angin berhembus begitu kencang mencoba menerjang tubuh Jeonghan, kuda-kuda pada kedua kaki Jeonghan diperkuat. Tubuhnya terhuyung begitu kaki depan rubah tersebut menghempaskan tubuh ringkihnya kearah bebatuan. Tulang punggungnya yang terhantam bebatuan terasa akan patah, ia pun mengalami muntah darah dari hantaman benda keras tersebut  darah juga mengalir dari punggung tangannya menyebabkan kebas dan mati rasa.  Jeonghan merasa malaikat pencabut nyawa akan mendatanginya saat itu juga. Semua inderanya terasa begitu lambat untuk memberikan respons, karena giok itu telah hancur maka ganjaran dari perjanjian yang telah ia perbuat dengan Seungcheol pun harus dirinya terima. Nyawanya harus dijadikan tagihan karena makhluk mistis itu telah mengabulkan permohonanmu untuk menjadi teman Jeonghan. Dapat Jeonghan rasakan dengan jelas kini api jiwa miliknya mulai menghilang, matanya seolah semakin menutup.

Remang tapi pasti dia dapat melihat Seokmin yang menggunakan pedangnya sembari merapal mantra untuk mencegah Seungcheol yang mencoba membunuhnya, kilasan demi kilasan api biru yang beradu dengan mantra kekuningan mencoba menekan pergerakan Seungcheol yang semakin menggila. Seokmin melemparkan sebuah benda tajam yang seperti jarum ia ke segala arah, Jeonghan yakin jarum tersebut telah di rapal mantra. Jeonghan hanya perlu menunggu sampai pergerakan Seungcheol berhenti dan ia tinggal merapalkan mantra dengan demikian ia bisa tertidur, begitu naif dirinya yang begitu lemah ini.

“Jeonghan, jangan coba-coba kau melakukannya.” Jisoo mencegah tindakan gila yang dilakukan temannya, yang benar saja ia akan merelakan nyawanya hanya demi Seungcheol. Sejak awal perjanjian yang dibuat antara Jeonghan dan Seungcheol adalah sesuatu yang terlarang karena mereka menggunakan permohonan dalam membuat sebuah perjanjian yang dimana pembuat perjanjian akan menjadi tumbal ketika permohonan telah terpenuhi jika tidak kedua belah pihak akan mati. Ia tau dalam hati kecil Jeonghan ada sebuah perasaan kosong dan kesepian karenanya keberadaan Seungcheol begitu berarti baginya.

Jisoo bergerak dengan cepat ketika Jeonghan mulai membuat simbol dan merapalkan mantra, cahaya biru pun berkilau sebagai bukti aura milik Jeonghan bercahaya tatkala simbol tersebut telah tergambar jelas di tanah. Wajahnya yang begitu pias menatap Seungcheol sendu dalam diamnya. Kata terakhir dari mantranya keluar dan Jisoo lagi-lagi tidak bisa mencegah tindakan temannya, tubuhnya meringkuk melihat kedua kelopak mata temannya itu kini telah tertutup dengan begitu cantik. Telinga Seokmin pun menangkap jeritan dengan isakan tangis yang mengalir begitu deras tak terima dengan kematian temannya.

SKY TOWER ||JeongcheolTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang