Chapter 5

603 74 2
                                    

“Jadi ada perlu apa kau kemari.” setelah bertukar pandang seperti tadi, Hoshi seketika tertawa dan mendapatkan respon pasif dari Jeonghan.
 
“Di mana servant mu.” Jeonghan masih pasif.
 
“Dia di belakang mu.” di tunjuk kan pada Jeonghan keberadaan rekannya tadi dengan dagunya.
 
“Selamat siang.” sapanya dengan mata merah darah dan wajah dingin yang membuat siapapun yang melihatnya pasti akan mengira kalau itu mayat hidup.
 
“Jadi apa kau bisa membantuku tentang benda ini.” di lempar kalung dari kantong Jeonghan dan di terima oleh hoshi dengan satu tangkapan tangan.
 
“Ini hanya giok lama mungkin bentuknya membuat orang menjadi curiga tapi tak masalah.” mata obsidian Hoshi melihat benda tersebut yang menambah senyum dalam wajahnya yang sudah terasa bahagia dari sudut pandang Jeonghan “Dan juga dari pada kau memikirkan benda ini kenapa kau tidak khawatir dengan musang di belakang mu ini.” Hoshi melempar benda tadi ke arah Jeonghan kencang, beberapa buku yang dilewati benda tadi berterbangan seperti terkena angin topan, Jeonghan pun memiringkan bahunya untuk menghindar. Alhasil benda itu mengenai sesuatu di belakangnya yang selama ini tidak disadari telah mengikutinya seperti stalker.
 
“Auu.” terdengar suara seseorang dari belakang Jeoghan tapi itu bukan Jihoon, karena dia sekarang sudah tertidur di paha Hoshi dengan suara dengkuran seperti kucing.
 
“Hehhh jadi dia mengikuti ku, aku tidak menyadarinya.” wajah Jeonghan melihat kebelakang dengan wajah datar tanpa rasa terkejut sedikitpun, apa kalian lupa kalau indra perasa Jeonghan sudah mati lama.
 
“Tentu dia menyamakan auranya dengan milikmu jadi kau akan kesulitan merasakan mananya, syukurlah kau datang tepat waktu. Jika tidak.” Hoshi melemparkan tatapan membunuh ke arah sama dengan Jeonghan “Musang sialan itu pasti sudah berulah.”
 
“Sekedar info aku ini bukan musang.” di ambil benda miliknya itu kemudian di lempar kan ke arah Jeonghan yang terkejut saat ada kejadian diluar dugaan “jaga baik-baik, itu bukti perjanjian kita.” ucapnya pada Jeonghan dengan wajah super dingin.
 
Jeonghan semakin tidak mengerti, sebentar apa maksud nya bukti perjanjian “Selamat Jeonghan kau mendapat servant.” Hoshi ikut tersenyum.
 
“Hah, tunggu sebentar apa maksud kalian.” Jeonghan melihat ke arah Hoshi, dia tersenyum sumrigah walau ada sedikit kesan licik kemudian kembali menatap ke arah rubah yang hanya berkata terima lah kenyataanmu. Melihat ke arah Hoshi lagi, siapa tau orang itu hanya bercanda tapi tidak senyuman itu menjengkelkan tentu saja “Kau sungguh-sungguh.”
 
“Kapan aku bercanda.”
 
“Tidak sadar diri.” menatap penuh penghinaan.
 
“Ya-ya, terserah kua tuan ksatria.” Hoshi melambai-lambaikan tangannya bosan menanggapi perkataan orang di depannya, walau dia akui sedikit takut saat di tatap seperti tadi “Jadi, seperti kata Musang tadi jangan kau hilang kan kalung itu.” menunjuk benda yang ada di tangan Jeonghan.
 
“Kemudian ini.” Hoshi melemparkan sebuah dokumen yang entah itu ia dapat dari mana “Sepertinya sekarang mustahil untuk mu tinggal di asrama sekarang.” ucap hoshi di sela Jeonghan mengecek isi dokumen tersebut.
 
“Kapan aku bisa pindah.” di masukkan kembali lembaran kertas tadi.
 
“Minggu depan, jadi kau masih punya banyak waktu. Berikan itu pada Bapak Yesung.” Jeonghan akui sedikit mustahil baginya tinggal satu ruangan dengan makhluk rubah di belakang nya itu, pasti akan terasa sempit dan sesak dan dirinya tidak ingin mengeluarkan biaya lebih untuk menggunakan ruangan yang lebih luas. Jadi tidak ada pilihan lain untuknya kembali kerumah.
 
“Kalau begitu akan aku serahkan pada Mentor Yesung setelah ini.” Hoshi mengangguk mendengar perkataan Jeonghan.
 
“Jika kalian ada perlu lagi silahkan datang, kami menyambut kedatanganmu.”
 
“Perkataan mu seolah kami tidak bisa menyelesaikan masalah kami sendiri saja.” Jeonghan kembali menatap dengan wajah sinisnya, siap menindas lawan bicaranya kapan saja.
 
“Terserah kau mau menanggapi bagaimana, tapi jalan mu baru saja kau langkahi sekarang.” Hoshi mengacak rambut seolah banyak hal yang perlu dirinya kerjakan setelah ini “Kau tidak ada urusan lagi kan, kalau begitu ku tutup pembicaraan ini.”
 
Jari hoshi berdecak, keduanya berhantaman sampai menimbulkan bunyi dan percikan sihir di sekitarnya seketika itulah Jeonghan kembali ke tempat awal dia tapak. Tanpa memperdulikan orang di belakangnya Jeonghan melangkah melewati ruangan itu tanpa peduli apa saja yang baru saja terjadi tadi, dia melupakannya begitu pula dengan percakapannya dengan Hoshi entah itu penting sekalipun.
 
Berbagai pasang mata menatapnya di sertai dengan obrolan dengan dirinya sebagai topik utamanya, sama seperti dirinya dua tahun yang lalu. Sepertinya tidak, dia sudah jadi bahan gunjingan sejak lama. Tentang darah sihir yang ada di tubuhnya dan tentang servant, kenapa manusia itu suka sekali menuntut dan mengeluh kepada pribadi lain. Hidup itu sulit kenapa kita tidak saling memahami.
 
“Mereka membicarakan kita, kau tidak terusik.” Rubah berpakain serba hitam di belakangnya menyamakan tempo berjalan Jeonghan dengan miliknya.
 
“Memang kenapa.” Jeonghan melirik sebentar dan kembali melihat kedepan.
 
“Harga dirimu diinjak loh.” rubah itu menggoda.
 
“Kalimat tidak berprinsip dipedulikan.” Orang di sampingnya mengangguk setuju dengan perkataan tuannya “Siapa namamu.”
 
“Seungcheol, rubah padang rumput.” tidak ada jabat tangan maupun senyum penyambutan dalam perkenalan mereka hanya saling membagi dari apa yang mereka miliki.
 
“Jeonghan." memperkenalkan diri "tolong jangan terkejut jika ada apa pun yang terjadi.” langkah mereka berlanjut menuju ruangan mentor di bidang sihir yang lokasinya tidak jauh dari lab tadi.
 
Dan saat mereka sampai di tempat itu Jisoo berada di sana, mendiskusikan suatu proyek dengan kertas putih yang di tangannya sebagai data hasil uji coba. Hanya para kesatrialah yang jadwalnya tidak sesibuk siswa yang lain, tapi tubuhnya dan otaknya lebih diforsir jadi jika digambarkan mungkin sistem pembelajaran anak kesatria itu seperti roller coaster. Berputar-putar dan naik turun, dan kata mentornya itu sangat sederhana ‘tak masalah, sesekali melatih jantung’.
 
“Jeonghan, siapa itu.” dengan cepat atensi Jisoo beralih ke arah temannya “Ah, Jimin kita bicarakan ini lain kali lagi saja.”
 
“Baiklah, aku ada di kafe depan institut jika kau mencari.” Jimin meninggalkan mereka berdua dengan langkahnya yang berjalan melewati Jeonghan “Benar juga Jisoo, sepertinya ucapanku tadi ada benarnya juga.” jelasnya kembali setelah melewati rubah yang berada di samping Jeonghan, mereka bertukar pandang yang tentu saja dengan wajah saling tidak suka.
 
“Jangan kau pedulikan ucapan Jimin, dia seperti cenayang.” Jisoo mengibaskan kertasnya di udara seolah ucapan teman sejurusannya tadi hanya omong kosong.
 
“Seperti dirimu.” sindir Jeonghan telak, membuat tawa sahabatnya pecah di udara seperti gelembung yang baru saja meletus.

“Jadi, siapa orang di belakangmu itu. Kau belum sempat menjawabnya tadi.” Jisoo kembali tersenyum seolah sindiran tadi tidak pernah dia dengar sama sekali.
 
“Servant baru.” Jisoo tidak terkejut, wajahnya datar. Dia sudah menduga ini jadi dia hanya bisa memikirkan kemungkinan berikutnya. Baiklah sepertinya takdir kali ini tidak bisa di lawan, kalau kutukan 100 abad yang lalu benar adanya berarti dirinya hanya bisa menjadi penonton. Sayang sekali sepertinya dosa yang ia miliki mungkin memang tidak bisa di ampuni kalau sejak awal dirinya terlahir dari darah mayat korban peperangan “Apa Mentor Yesung ada di dalam.”
 
“Ya, kau bisa menemuinya. Dia sedang dalam suasana hati yang baik.” seperti biasa senyuman jisoo tidak pernah luntur, entah terbuat dari apa topeng itu tapi sepertinya dia sudah hidup cukup lama sampai dirinya sendiri merasa orang paling jahat di sini.
 
“Aku masuk dulu kalau begitu, jangan rindu.” Jeonghan tersenyum simpul.
 
“Halu.” dan dijawab wajah kecut Jisoo.
 
Jeonghan menarik kenop pintu ke arah bawah kemudian masuk kedalam ruang kerja milik mentor anak sihir yang tentu saja tidak terlepas dari buku dan lembaran kertas tentang mantra “Permisi.” ucapnya memasuki ruangan.
 
“Jeonghan, ada perlu apa kemari.” mengalihkan atensinya.
 
“Aku ingin menyerahkan dokumen ini, Hoshi memberikannya pada ku.” berjalan mendekati lawan bicaranya yang sedang duduk manis di meja kerjanya.
“Bawa kemari, coba ku lihat apa isinya.” diberikan dokumen itu ke Yesung kemudian dilepas untaian tali coklat airmail untuk melihat isi bendanya “Hooohhh, tidak biasanya Hoshi mau bekerja keras seperti ini.” ucapnya terkagum-kangum di sela mengecek isi lembaran dokumen itu satu persatu.
 
“Memang biasanya dia bagaimana.” tanya Jeonghan yang sudah duduk di kursi yang disediakan.
 
“Entahlah, aku juga tidak pernah tau jalan pikirannya.” masih sibuk dengan kegiatannya.
 
“Bapak berkata seolah mengenalnya begitu lama.” Jeonghan melihat tempat itu tidak ada banyak yang berubah sejak dia kemari satu tahun yang lalu bersama Jisoo ketika dia mengurus pembatalan misi yang diberikan wakil rektor, masih ada rak buku di kanan kiri ruangan kemudian di belakang tempat duduk Yesung ada bendera bergambar burung phoenix yang sedang mengepakkan sayapnya dengan kepala menghadap ke belakang. Dirinya pernah mendengar dulu tentang burung phoenix dan penerus keluarga Wissenschaft yang identik dengan surai silver yang hampir mendekati biru, jika di ingat ada satu orang memiliki ciri khas keluarga tersohor itu. Hoshi, mungkinkah dia penerus keluarga. Mengingat ciri khas keluarga tersebut adalah surai biru langit. Kalau begitu rektorat saat ini itu.
 
“Tidak mungkin bukan, kalau itu Hoshi.” Jeonghan terkejut saat mendengar penuturan mentor itu di tampah wajah tenangnya “Rektor yang saat ini sangat sibuk jadi sudahilah pemikiran seperti itu dan ambil ini.” dikembalikan lagi dokumen itu pada sang pemiliknya yang lantas berdiri untuk menerima balik benda tersebut.

“Baiklah, ini keperluan untuk servant mu.” Sesaat Yesung berkata demikian sebuah seragam dan keperluan akademik muncul tepat di depan mata Jeonghan atau lebih tepatnya di meja Yesung.

“Terima kasih pak atas waktu luangnya.” Jeonghan menerima benda tersebut kemudian membungkuk dan meninggalkan ruangan tadi tanpa mengucapkan sepatah kata pun untuk berikutnya. seolah ini terakhir kali dirinya berkunjung ke ruangan tua yang menyimpan ribuan dusta klasik dari tiap sudut penataanya.

“Anak itu belum berubah ternyata, semoga dia masih ingat siapa dia.” di putar tempat duduknya ke arah menghadap jendela luar dan kembali bergumam “Bukankah begitu Kim Taehyun, mata-mata kebangaan keluarga Middles.”

Dan orang yang merasa disambut oleh sang Mentor menunjukkan jati dirinya dari balik kegelapan “Setidaknya dia tidak seperti anda Tuan Pembawa Maut.” Taehyun memperlihatkan senyum miliknya untuk terakhir kali.

SKY TOWER ||JeongcheolTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang