Ditengah perasaan cemas milik Jimin, orang yang sempat menjadi bahan perbincangan mereka kini sedang berjalan menuju kelas mereka saat keduanya meminta izin untuk memasuki kelas lebih terlambat. Mereka berbincang dengan wajah riang disaat koridor mulai sepi tanpa satu pun kehidupan, sesekali candaan menemani mereka yang saling sibuk melemparkan subjek penyebab keributan karena tidak jarang ada mentor dan guru besar melempar kemarahan karena menjadi bahan pandang saat melewati kelas yang sedang sibuk dengan pembelajaran.
Tepat didepan kelas Jeonghan mereka berenam berhenti karena disanalh mnjadi tempat mereka akan berpisah "Jadi, sampai disini. Kita bertemu lagi pulang sekolah." Jeonghan mengucapkan kata perpisahan kepada ketiga adik tingkatnya.
"Setelah ini aku juga masih ada kelas." MInghao menjelaskan kondisinya.
"Kau juga mendapatkan bimbingan." Jeonghan cukup terkejut saat mengetahui kalau Minghao masih harus melakukan bimbingan padahal ia adalah orang sekelas guru besar.
"Kalau bukan karena orang di sampingku ini aku sudah kembali ke habitatku tinggal." Jun merasa cukup tersinggung saat mendengar sindiran yang ditujukan pada dirinya.
"Ayolah hyung selama ini kau tinggal dimana." Seokmin tidak percaya dengan kalimat yang terlontar dari hyungnya, sudah bukan kabar baru bahwa Minghao berakhir menuntut pendidikan di institut mereka.
"Di kamarku sambil menghayati peran." Jeonghan menjawab pertanyaan yang terlontar dari mulut Seokmin.
"Seperti seorang patah hati." Seungcheol yang memberikan sindiran setelah mendengar penjelasan Jeonghan.
"Permisi, ada yang tidak sadar diri disini." Jeonghan melihat ke arah Seungcheol yang berdiri tepat di sampingnya dengan wajah siap memukul orang itu.
"Kalian mau sampai kapan berdebat." Jisoo menengahi perkelahian adu tatap milik Seungcheol dan Jeonghan "Seokmin masuklah ke kelasmu bapak pasti sudah menunggu dan Jun, aku tau kau tidak ada kelas hari ini. Lakukan hal berguna dan jangan mengganggu wanita." di saat, sifat kekanakan Jeonghan dan Seungcheol muncul memang hanya Jisoo yang bisa diandalkan.
"Hyung, hentikan. menjadi seperti Minghao." Jun yang mendengar penjelasan itu seketika otaknya menjadi pusing karena tergiang kembali nasehat penuh jarum yang dilontarkan Minghao padanya.
"Kalau begitu kami masuk kelas, kalian juga cepat kembali ke kelas kalian." Jisoo kembali mengingatkan sebelum mereka semua benar-benar berpisah.
Sebelum langkah Jeonghan memasuki ruangan kelas, sebelum suara dentuman itu menghancurkan separuh sisi ruangan di gedung sebelah mereka berpijak. Rintahan temannya yang menahan luka yang diterima secara verbal dan mental, menghancurkan ambisi bertarung dan melarutkan ideologinya dalam menjalankan kewajiban.
Wajahnya yang begitu pasi dengan keringat bercucuran mengingat kembali kejadian dimana temannya masih berada di rangkulannya, dirinya yang mencoba melindungi sosoknya dalam keadaan tak sadarkan diri. Tapi saat indra miliknya benar-benar tersadar dari sihir gelap itu, teman yang seharusnya berada di sisinya telah tiada. Atensinya yang tertelan oleh kegelapan menghilang bersamaan dengan pesan tertinggal pada dirinya.
Tubuhnya masih terkulai lemas menatap kabur ke arah tanah tanpa fokus dengan pakaian yang sudah tanggal kerapiannya, tidak percaya musuh menggunakan cara licik tersebut untuk melawannya. Dengan mempermainkan emosi miliknya kemudian ketika dirinya lenggang mencuri mangsa yang sudah diincar sejak awal kunjungan, pada dasarnya mereka tidak ingin bertarung.
"Jimin, ada apa ini." pikirnya yang baru sadar menatap penuh lesu kearah temannya bernafas deru itu, tidak tahu harus menjelaskan apa kondisi saat ini pada orang yang berdiri tepat di ambang pintu.
KAMU SEDANG MEMBACA
SKY TOWER ||Jeongcheol
FanfictionJeonghan yang tersesat di sebuah kuil tanpa ia sadari telah mencuri benda yang menguak semua rahasia di balik kematian kedua orang tuanya. Sampai rahasia terbentuknya SKY TOWER.