Semerbak angin dari ruangan itu menerbangkan bau dan suara, membawakan hawa pada penikmatnya. Sesekali kelopak matanya semakin merekat dan dalam beberapa detik menjadi lebih lenggang. Dia mencoba menyesuaikan indranya saat kesadaran mulai kembali ketubuhnya. Dan ketika dia benar-benar membuka matanya diruangan penuh warna putih itu ia baru sadar bahwa kini dirinya terbaring di ranjang rumah sakit setelah menjemput kematian.
"Ini." Dia mencoba menggolah kata yang disesuaikan untuk menggembalikan kesadarannya.
"Kau sudah bangun." Ucap sesorang disampingnya dengan suatu senyum.
Wonwoo melihat kearahnya itu adalah senyum yang dibangun dari berbagai hal, rasa kehilangan penyesalan dan penggrobanan. Wonwoo menatapnya sesaat sebelum mencoba membangunkan dirinya.
"Hyung." Ucapnya begitu rapuh.
"Kau tak perlu memaksakan diri saat tubuhmu tidak mampu." Ucapnya hening dalam penuh senyuman, sebuah buku menemaninya untuk menghilangkan rasa suntuknya.
"Aku tidak menyangka ada hyung di sini." Wonwoo menyenderkan tubuhnya di ranjang rumah sakit.
"Kau terlalu sopan memanggilku seperti itu." Ucapnya setelah menggingat semuanya.
"Bagaimanapun kau tetaplah Hyungku yang mengajariku berbagai penggalaman." Wonwoo menundukan tatapannya saat mendengar ucapan sedih itu.
"Bagitukah." Jeonghan hanya ikut menundukkan kepalanya saat mendengar jawaban yang diberikan Wonwoo. Mereka pernah berbagi banyak hal bersamakah.
Suasana ruangan itu menjadi hening saat sinar matahari di siang menemani mereka, kaca ruangan yang dibuka membuat sinar masuk dan udara menerbangkan gorden ruangan tersebut. Tak begitu lama saat keheningan menghanyuti mereka pintu ruangan di buka, memperlihatkan seorang anak muda masuk kedalam ruangan "Seperti dugaan kau sudah bangun." Itu Seokmin "Soonyoung hyung memanggilmu."
"Soonyoung." Wonwoo berkata, pikirannya menerka-nerka Soonyoung mana yang memanggilnya. Dan saat tatapannya diberikan pada Seokmin, lelaki itu mengganggukan kepalanya. Ia tau siapa yang memanggilnya, cepat atau lambat mereka pasti akan bertemu lagi. Ya mereka pernah bertemu sekali di hari itu.
.
"Sudah lama tidak berjumpa Wonwoo." Ucapnya di ruangan kepala sekolah dengan kursi kebesaran miliknya.
"Lama tidak bertemu Profesor." Ini kedua kalinya dia bertemu dengan Soonyoung yang sebenarnya setelah semua penjelasan diberikan padanya.
"Apakah tubuhmu sudah baik-baik saja, ku harap kau tidak memaksakan diri." Dia memulai basa-basi sebelum masuk ke topik utama, tentu saja ada Jeonghan disana.
"Saya baik-baik saja." Ujarnya singkat dengan kedua bola mata menunduk "Terima Kasih atas perhatian yang telah anda berikan."
"Jadi aku akan menyampaikan sebuah misi untuk kalian." Jelasnya membuka pemibicaraan diruangan ini "Setelah semua penyerangan yang terjadi kita tidak tidak memiliki pertahanan lagi untuk melindunggi warga sipil dari marabahaya yang melanda. Kerajaan sendiri kini sedang kesulitan ditenggah kekosongan kekuasaan yang terjadi." Soonyoung menjelaskan kondisi penduduk saat ini yang sudah tidak bisa mendepatkan bantuan dari kerajaan oleh konflik internal kerakusan kekuasaan.
"Ku harap kalian bisa memakluminya dan menerima misi kali ini." Soonyoung memberikan pendapatnya.
"Apakah kita akan melakukan penggejaran kepada Lee Chan." Jeonghan menggeluarkan tebakannya dalam keheningan raut wajahnya.
"Cepat sekali, seperti yang diharapkan dari Jeonghan." Soonyoung memuji namun Jeonghan tidak merespon. Sepertinya emosinya belum bisa stabil, Soonyoung menggeluarkan nafas. Pekerjaannya akan bertambah setelah ini.
"Aku akan menggirimkan kalian dalam misi pencarian Lee Chan ke sebuah daerah terdingin dibenua barat." Soonyoung menggeluarkan dokumen untuk persiapan mereka "Kalian akan berangkat besok ditemani Seungcheol dan Mingyu. Kemudian untuk Wonwoo, kau tak perlu menahan dirimu karena Mingyu telah di segel tanpa menggunakan kontrak sedangkan tubuhmu kini di topang oleh jantung naga." Ucapnya membawa anak muda itu menatap dirinya sendiri, dia menyentuh jantungnya saat mendenggar kata-kata itu.
"Ku doakan keberhasilan selalu menyertai kalian dimisi kali ini." Soonyoung menggahiri pembicaraan itu dan memberikan dokumen itu kepada dua orang didepannya. Pintu pun di tutup saat dua orang itu meninggalkan ruangan miliknya.
Soonyoung menyandarkan tubuhnya dikursi kerja kelelahan "Sudah ku duga pekerja seperti ini memang tidak cocok untukku Jihoon." Ucapnya melihat kearah jendela yang ditutupi oleh awan putih di siang hari itu. Menggabur dan menyatu menjadi gumpalan-gumpalan yang lebih besar, terbawa oleh angin dan menyuburkan tanah yang tandus atau merawatnya untuk menggabadikan keindahan mereka. Soonyoung menarik senyum konyol "Bangsa ini sudah tubuh bahkan tanpa adanya aku diantara mereka." Pikirnya yang kembali dari Menara, dia berdiri dan menyentuh kusen jendela untuk melihat pemandangan lebih dekat "Melihat anak-anakku yang kini berbangga dalam kisah ini membuatku teringgat untuk membawamu ke taman bungga hanya untuk mendapat sebuah pujian kecil." Senyumnya begitu lembut saat jemarinya membelai gagang pintu "Begitu naifnya."
.
Angin malam yang berhembus membawa pesan rindu pada makhluk hidup, padang ilalang bergoyang riak menangis dalam bisu. Menyanyikan lagu perpisahan tiada henti, kenangan yang bergemuruh dalam memori. Mencari sosoknya yang tak pernah kembali. Hari itu Rembulan menjawab setiap pertanyaan dari insan berdiri dibawah pohon rindang. Setangkai bunga menjadi salam perpisahan, menyampaikan salam pada teman lama yang tak pernah akan kembali keperaduannya.
Takkan pernah kembali ke sisinya, memeluk sosok rapuh yang dilepas dengan ribuan rasa perih di dadanya. Hoshi menangisinya, jika seandainya hal itu bisa membuatnya merasa lega dengan semua beban ini dia akan menangis tersedu. Namun setetes air mata tidak pernah ingin pergi dari kolamnya, bahkan nafasnya begitu tercekat ketika ingin menyebut namanya.
Kapankah rasa lelah ini akan berujung, kapan kisah sedih ini akan berakhir, bahkan untuk melihat hari esok hoshi sudah cukup kewalahan. Ribuan beban menimpa nya namun tiada kata semuanya membawanya kembali, dia yang begitu lemah tak berdaya tanpa sosoknya. Terus menerka angan yang tak mungkin terjadi. Omong kosong membawanya pada rasa benci. Membenci angan melepas semua ingatan yang telah dibagi.
Wasiat yang tidak pernah bisa dirinya penuhi, cinta bagai sebuah permainan labirin tanpa jalan keluar, hidupnya bagai di poros hanya untuknya yang pergi meninggalkannya begitu saja dengan semua lara.
"Hoshi, lepaskan semua gusar yang kau genggam." jemari yang telah meneteskan air mata semakin tak rela melepas, namun inilah akhir kisah yang telah mereka bagi bersama. Di sinilah saksi bisu dari semua rasa ngilu yang dipendam oleh si rambut merah. Padang ilalang itu bergoyang begitu lembut seolah menjemput ruh yang siap dikembalikan pada pencipta, rembulan yang bersinar begitu redup mengingatkan jika memang ini akhir yang harus diterima.
Darah yang mengalir semakin deras, membuat bendungan semakin deras mengalir dipipi berwarna senada dengan kondisi jantung sang lawan bicara, sosoknya yang tersenyum dalam luka. Mencoba tersenyum atas perpisahan menyakitkan ini, semua cerita yang telah mereka buat bersama berakhir disini "Jihoon jangan tinggalkan aku, bukankah kau pernah bilang padaku untuk melihat padang bunga bersama."
"Pergilah ajak seseorang untuk melihatnya dan ceritakan kisahmu nanti padaku." Mata itu semakin tercekik pada isak tangisnya yang semakin deras bagai badai, dirinya diminta menutup buku yang telah ditulis begitu indah. Adakah sebuah kesalahan yang telah ia buat sampai semua ini harus terjadi.
"Jihoon, aku akan meminta maaf atas semua kesalahan yang telah ku buat jadi tetaplah disisiku."
Sebuah senyum terpapar lembut saat rembulan malam memanggilnya "Aku tak ingin melihatmu terluka." jemari itu mengelus lembut pipi penuh darah yang terbasahi air mata "Jadi jangan khawatirkan aku dan jalani harimu tanpaku." ia yang melepas semua rasa memotong benang kenangan dengan semua luka tak berujung, tersenyum lembut dalam lelap.
"Jihoon aku mohon jangan pergi." nama itu tiada henti dipanggil tiada jeda dilupai, mencoba kembali demi pujaan hati yang telah pergi. Namun apalah daya diminta inilah akhir kisah mereka dalam jurang nestapa.
KAMU SEDANG MEMBACA
SKY TOWER ||Jeongcheol
FanfictionJeonghan yang tersesat di sebuah kuil tanpa ia sadari telah mencuri benda yang menguak semua rahasia di balik kematian kedua orang tuanya. Sampai rahasia terbentuknya SKY TOWER.