Chapter 24

189 18 1
                                    

Sihir itu pun meledak dengan cahaya yang begitu menyilaukan, tak hanya itu hempasan angin pula terjadi tak kala tempat tersebut menyisakan trotoar yang remuk. Darah segar menetes dari kelopak mata Wonwoo yang telah menggunakan sihir terlarang, rasa basah itu pun mengalir melewati pipi lembutnya. Tak lama ia juga merasakan basah pada bagian pinggangnya, organ dalamnya terasa nyeri tatkala sebuah pedang berukuran kecil menembus kulitnya. Darah merembes melewati sela rongga pakaiannya dan mewarnai almamaternya dengan merah yang berbau amis.

"Apakah mingyu yang mengajarimu sihir tadi." tanya Nayoung yang berdiri tepat di belakang Wonwoo, ekspresi wajahnya begitu datar tatkala alat pemotong di jemarinya itu menusuk tubuh Wonwoo semakin dalam.

Lingkaran sihir pun tergambar tepat dibawah kaki Nayoung, Wonwoo kembali  membuat sihir ledakan. Nayoung pun menghindar namun kali ini ekspresi wajahnya tampak tidak senang seakan sebuah dendam kembali menyulut emosi, benar-benar berbanding terbalik dengan dirinya yang tadi.

Tubuh Wonwoo terjatuh di trotoar, darah segar ia muntahkan dari dalam tubuhnya "Aku lupa, ada racun di pisau tadi." ucap Nayoung tanpa wajah bersalah.

"Sudah kuduga, sejak dulu kau memang selalu menggunakan cara licik." wajah Wonwoo tak kalah datar ketika membersihkan darah yang tersisa di mulutnya menggunakan ibu jari. Tubuhnya berdiri, rasa perih kembali menyerang sisi kiri pinggangnya. Ia mencoba menahannya, setidaknya  sampai bala-bantuan datang. Pedang yang tadinya tersarungkan kini ia tarik dari pembungkusnya, warna mengkilap itu memantul di sana saat rembulan memberi berkat pada hari kematian. Kini jemari kirinya memegang buku mantra sejajar dengan sisi kanan yang terdapat sebuah pedang siap menghunus tubuh seseorang demi membela keyakinan.

Pertarungan sengit terjadi di iringi oleh kilat kenangan dibenak Wonwoo, pertarungan yang tak pernah diinginkan tapi telah ditakdirkan. Ledakan demi ledakan sihir berpendar bagai kilatan bintang jatuh di lautan semesta, senyuman pahit tergambar diwajah anak muda disaat racun yang semakin mengental dengan darah yang menggalir pada tubuh. Warna hijau di nadinya menjadi semakin ketara pada kulit pucatnya.

Nayoung kembali mencoba menghunuskan bilah pedangnya tatkala tubuh Wonwoo semakin melemah, dentingan benda tajam pun bertemu. Sosok Wonwoo masih berusa bertahan meski tubuhnya tak akan bisa diajak berdamai, setidaknya ia ingin musuh kali ini mengalami cedera berat meski ia tidak dapat membunuhnya. Gadis tersebut merupakan orang yang menjadi ancaman besar untuknya, karena sosok  tersebut merupakan guru yang merangkap menjadi kakak baginya. Berjalan layaknya demikian sampai hari dimana Wonwoo dipertemukan dengan Soonyoung, ia yang mulai merasakan jati diri sebenarnya dari sang gurunya menjadi sebuah kontradiksi pada dirinya sendiri.

"Wonwoo, apakah kau masih mengasihaniku." kalimat tersebut terlontar nan mudah dari bibir marunnya, menggoyahkan ideologi dengan bola mata yang membesar dan pegangan pada pedang yang mulai bergetar. Hati nurannya terguncang.

"Bukankah kau sendiri yang berkata diriku manusia berdarah dingin." Wonwoo melesat, mengayunkan pedangnya tepat menuju Nayoung berdiri, menghempaskan wilayah pertahanan milik lawan. Wajahnya tampak begitu serius meski hatinya berdesir. Sebuah mantra diucapkan, kabut pun menutupi wilayah pandang di dataran tersebut, kali ini Wonwoo menyimpan bukunya yang menabur dengan cahaya kekuningan.

Wajah waspada terlihat jelas pada mimik wajah Nayoung, Wonwoo merupakan pengguna pedang yang sangat lincah meski terkadang terkesan licik seperti saat ini, manik Nayoung mencuri setiap pandang yang ada di titik lemahnya untuk mencegah bila saja Wonwoo melakukan serangan kejutan padanya. Nayoung melemparkan sebuah belati saat dirinya mendapatkan pergerakan Wonwoo, dari kejauhan indranya dapat mendengar suara hantaman benda tajam dan hebat saja belati yang baru saja ia lempar tadi menjadi senjata makan tuan. Ia pun menghindari serangan balik tersebut namun sebuah keanehan mulai terjadi disini membuatnya menjadi gila saja, belati yang tadinya telah berhenti mengarah padanya masih saja untuk mencoba menyayat tubuh. Ditambah dengan suara gesekan benda tajam yang seakan mengocak otaknya dan memecah kedua gendang telinga.

SKY TOWER ||JeongcheolTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang