Siang ini, Ketika pohon maple satu persatu mulai meninggalkan inangnya. Warga sekitar institut berbondong-bondong bertandang ke institut untuk berburu kebahagian tempat itu. Event institut yang selalu diadakan dua tahun sekali menjadi momen tak terlupakan oleh para siswa karena tak hanya ada sebuah stan tapi ini adalah hari terakhir ujian mereka sebelum liburan musim dingin mendatang.
Semua siswa akan bertarung di stadion sesuai dengan tingkat semester yang telah terbagi rapi oleh panitia penyelenggara ujian selama tiga hari dimana pemenang akan mendapatkan hak istimewa baik secara materi maupun kemudahan masa depan mereka nantinya. Karena hal tersebut semua siswa yang berkewajiban mengikuti ujian kali ini berkumpul di ruang tunggu untuk mempersiapkan diri "Jeonghan, apa yang kau lakukan." teriakan masuk ke dalam gendang telinga salah seorang siswa yang sedang termangu melihat ke arah langit, innernya berkata bahwa sesuatu akan terjadi hari ini.
"Hei Jeonghan ayo, setelah ini giliran kita." Seungcheol kembali menginterupsi kesadaran Jeonghan yang sempat pergi entah dirinya tak tahu.
"Ya, aku kesana." timpal Jeonghan dari kejauhan arah tepat di bawah pohon maple berwarna orange, ia berlari kecil menuju tempat Seungcheol berada. Di ulurkan jemari Seungcheol menunggu diraih lawan bicara, sesampainya bertemu jemari kedua insan itu bersatu. Sebuah senyum tergambar jelas pada wajah keduanya yang meninggalkan lokasi kejadian.
Langkah mereka memasuki ruang tunggu di stadion, hiruk pikuk siswa mempersiapkan diri mereka untuk ujian kali ini terlihat tak ingin di usik. Pandangan Jeonghan menangkap dua sosok yang telah menunggu mereka sedari tadi. Keduanya duduk rapi di sisi ujung ruang, terlihat begitu sibuk menikmati dunia mereka sendiri seolah mereka memilih tempat strategis itu agar tak ingin diganggu. Jeonghan pun menggerakkan kakinya ke arah kedua insan tersebut dan menyapa mereka.
"Di mana Jun." Jeonghan melihat ke arah kanan dan kiri dengan gerakan yang cukup cepat membuat tingkahnya terlihat lucu, Jisoo tertawa sekilas melihat tingkah temannya.
"Dia ada urusan sebentar katanya pamannya datang karena mendapat undangan langsung dari rektor." layaknya sebuah institut ternama lainnya saat hari terakhir ujian akan diadakan pesta penutupan akhir musim, semua tamu undangan dan para siswa akan berkumpul di gedung kemudian menikmati suasana pesta sebagai hasil kerja keras mereka ada dansa dan juga musik di sana. Semua akan bahagia dan tertawa di pesta itu.
"Jun kau kenapa." Minghao menunduk menatap lekat kearah mata tersebut, sesekali bola mata itu menutup dan terbuka saat melihat kearah lawan bicaranya, Jun yang sedari tadi mengangkat rahangnya melihat langit biru terdiam saat sepasang bola mata itu melihatnya. Lantas sebuah senyum ia gambar pada paras tampannya.
"Tak apa, cuaca hari ini terlihat begitu cerah." ujarnya tersenyum dan menarik lengan Minghao untuk berjalan bersama menuju sebuah tempat khusus tamu yang disediakan institut. Seseorang telah menunggu mereka di tempat tersebut, dia duduk dengan begitu sopan dan terlihat sangat profesional secara bersamaan.
Secangkir teh mengepul dari cangkir berornamen bunga lily warna emas sebagai penghilang rasa bosan pada penantiannya. Sebuah pintu geser terbuka memperlihatkan dua orang yang sudah dirinya tunggu sedari tadi, ia pun berdiri membenarkan bajunya. Kedua tangannya ia rentangkan mencoba melepas rindu dengan keponakan, kedua orang yang baru memasuki mendekat dan memeluk sosok tersebut melepas rindu bagi mereka paman yang terbilang begitu muda bagi mereka tersebut sudah seperti ayah sendiri. "Ku dengar kau lepas kendali lagi saat penyirih gelap melepaskan beast dari dunia bawah." dia bertanya saat mereka bertiga mendudukkan diri di sofa.
"Maafkan ketidakmampuan saya dalam mengendalikan kemampuan." Jun membungkuk, dia tahu pamannnya akan menanyakan perihal tersebut padanya.
"Tak apa, seperti itu sering terjadi dan bukan hitungan jari aku melihatnya." segelas teh ia angkat dan menyesap airnya, untuknya yang pernah merasakan muda seperti Jun setidaknya dia tahu keponakanya berbeda dengan anak biasa. Cukup sulit menjadi berbeda "Maukah kau memberikan ruang untukku dengan Minghao."
Jun mengangguk dan berjalan keluar begitu saja, dirinya tau pembicaraan seperti apa yang akan dibicarakan dua insan tersebut. Tak akan jauh dari kalimat serius berkaitan dengan dirinya dan negara. Pintu ditutup dan Jun pergi meninggalkan tempat tersebut begitu saja, wajahnya menyiratkan kekhawatiran. Beberapa hari setelah penyerangan beast ke daerah institut Jun mendapatkan panggilan menuju asosiasi, tentu saja untuk diadili atas kesalahannya. Dan permasalahan yang ada adalah Minghao yang menerima penderitaan, berkat nya kini disegel. Dia tidak bisa menggunakan kemampuannya secara maksimal kini. Sungguh, jika mengingat semua itu Jun menyesali kelahirannya sebagai ras manusia.
"Apa kau sudah menemukan mereka." segelas teh dia letakkan kembali pada cangkirnya.
"Begitulah, aku tidak pernah berpikir kalau mereka lawan yang mudah." Minghao melihat ke arah lantai bermotif kayu oak berwarna coklat tua "Apakah tuan rektor sudah menjelaskan semua kondisinya padamu."
"Begitulah, jadi kapan dia akan terbangun." Heechul menatap minghao santai, tentu saja. Karena di moment seperti inilah mereka bisa berbincang seperti teman lama.
"Selama tidak ada pemicu sepertinya tidak masalah. Beberapa pihak memang ingin membalikan pemerintahan lama." seperti yang dikatakan minghao, banyak pihak memilih menyerah pada penyihir gelap dan memilih menjadi mata-mata mereka. Memang menyebalkan bila kepentingan pribadi dimasukkan dalam dunia pemerintahan semua menjadi menghilang kemurnian yang seharusnya digunakan untuk menjunjung tinggi visi dan misi sebuah perkumpulan.
"Seperti biasa mereka memang selalu menggunakan rencana curang, tapi kau jangan terkecoh. Menurutku ada dalang dibalik rencana besar ini." kalimat itu menyita perhatiaan Minghao, jadi maksudnya dibalik semua semua masalah untuk menggelundungkan pemerintahan lama yang sebenarnya hanya bertujuan untuk membangkitkan orang mati masih ada dalang lain yang memanfaatkan kekacauan ini.
"Hei, tunggu. Hyung apa maksudmu." Minghao yang sontak berdiri dari sofa kembali terbelalak saat Heechul memperlihatkan lengan kirinya yang bercahaya warna eucalyptus tersenyum kearah Minghao.
"Tetap jalankan misimu, keluarga Wen terkenal dengan sihir gelap mereka." Tubuh Heechul berubah menjadi butiran emas dan menghilang seperti diterpa angin musim semi, ciri khas pengguna sihir cahaya.
Minghao terduduk lemas di sofa wajahnya sudah terlihat sulit diterka, pikirannya yang menjadi kacau karena ribuan pesan yang ditinggalkan Heechul begitu saja padanya tanpa alasan yang konkrit menjadikan dia kembali harus memutar otak untuk masalah yang akan datang.
Dia pejamkan mata dan kembali membuka nya, ingatan dari kalimat terakhir yang diucapkan seniornya kembali terngiang. Di dunia ini setiap keluarga sihir memiliki keistimewaan merek masing-masing dari sebutan yang mereka dapatkan dari pendahulu sebagai sebuah berkat tapi pada 10 abad akan terlahir satu anak istimewa yang kelahirannya akan membawa kehancuran bagi umat manusia, dia terlahir dari kutukan Seorang ratu yang cintanya tidak terbalas dan dia akan merasuki tubuh itu sebagai pembalasan atas penderitaan yang ia terima. Dia akan terus bereinkarnasi sampai cintanya terbalaskan. Minghao memang sangat kesal dengan ratu gila itu, begitu naifnya dia ketika melihat cinta. Dan melemparkan masalahnya pada orang lain begitu saja, apa dia tidak pernah merasa bersalah atas semua perbuatannya.
Minghao berdiri dan meninggalkan ruangan penyiksaan tersebut, langkahnya berjalan di trotoar yang dipenuhi daun kering dari peralihan musim. Ia lihat sekilas pergelangan tangannya, simbol dari kutukan dari asosiasi telah diambil Heechul. Artinya Heechul yang akan menjadi saksi di pengadilan berikutnya, dapat dipastikan setelah ini akan ada masalah lagi.
Dihembuskan nafasnya lelah dengan kepala menunduk. Dia benar-benar kelelahan dengan semua masalah ini dan ketika bola visual itu menangkap sosok yang sedari tadi terdiam duduk dibawah pohon maple yang berjatuhan untuk sesaat semua perasaan tersebut menghilang bagai terhembus angin musim semi yang begitu menyejukkan. Sosok yang tertangkap oleh indra visual itu membuatnya terkagum dalam diam, dalam bisunya udara terhembus oleh angin dingin pergantian musim. Ia terpesona dalam diam.
"Apa yang mengusik pandangmu sedari tadi Jun." langkah itu bergerak menyebabkan riak pada dedauanan yang terhebus angin.
"Langit menggelap dan meneriakan tarian mimpi buruk yang menyeruak tiada akhir, hari ini semua kebahagiaan itu akan runtuh ditanggannya." Jun kembali mengeluarkan kalimat yang bergumam dalam kekosongan benaknya, salah satu keunggulan keluarga Wen. Ramalan masa depan.
KAMU SEDANG MEMBACA
SKY TOWER ||Jeongcheol
FanfictionJeonghan yang tersesat di sebuah kuil tanpa ia sadari telah mencuri benda yang menguak semua rahasia di balik kematian kedua orang tuanya. Sampai rahasia terbentuknya SKY TOWER.