Minghao tercekat sesaat kalimat tersebut meluncur dari mulut Jun, kali ini apa lagi yang akan terjadi. Apakah membunuh warga kota masih belum cukup bagi mereka untuk mengambil jiwa sebagai media perang dari pertikaian atas ego yang tak terkendali. Jemari itu kembali menepuk pundak lawan bicara dan memberi tahu apa yang baru saja diucapkan.
Jun kembali melihat ke langit "Tapi memang langit hari ini tidak akan bersahabatkan." ujarnya kembali memastikan seandainya kalimat ujaran sebelumnya merupakan sesuatu hal nan perlu menjadi pertimbangan.
"Aku akan membuat pengaman jikalau ucapanmu itu akan terjadi nantinya." kelopak mata tersebut terpejam dan sekujur tubuh memperlihatkan serbuk cahaya keemasan yang semakin lama memperluas ke segala arah menuju semua tempat di Institut sampai sarang semut sekali pun. Semakin lama serbuk tersebut menyebar menuju langit seakan terbang meninggalkan inangnya, semakin tinggi serbuk tersebut menyebar tak menghilang yang beralih membentuk sebuah lapisan setengah lingkaran dengan lapisan transparan.
Jun beralih pandang saat Minghao menyibukkan diri dengan kegiatannya, sebuah hal lain menarik perhatiannya. Tak Jauh dari Minghao merupakan perbatasan dari lapisan pelindung yang ia buat, Sebuah cahaya hantu bergejolak mencoba memasuki institut. Jun mengamati cahaya hantu yang seolah memberikan sebuah sinyal, kepalanya membengkok sembilan puluh derajat seperti burung hantu saat will-o'-the-wisp mencoba menuntun sosoknya memasuki hutan.
"Apakah terjadi sesuatu." Jun berujar dengan kalimat lucunya.
Dia sering bertemu dengan cahaya hantu di hutan daerah Institut namun yang satu ini baru pertama kali dirinya lihat, otaknya kembali berputar mencoba menerka apa yang sebenarnya di mau teman kecil satu ini. Will-o'-the-wisp atau cahaya hantu, merupakan api peri yang sering di salah gunakan untuk membuat pelancong tersesat. Kepala Jun melihat kearah Minghao sekilas dan kembali menatap cahaya hantu tersebut, jika bukan milik Minghao milik siapa api kecil ini.
Jemari Jun berputar, sebuah asap hitam mengepul dari dalam lengan almamater maron institut. Asap hitam pekat tersebut bergerak menembus dinding pelindung milik Minghao membuat sang empu berdecak karena sebagian kecil pelindungnya hancur dari ulah Jun, mau tak mau ia berjalan mendekati tersangka penyebab kemarahannya. Saat sampai di tempat perbatasan cahaya hantu tersebut ikut mencuri perhatiannya, ia mengamati kegiatan Jun. Asap hitam tersebut membentuk lingkaran elips dan berputar cepat pada cahaya hanyu yang semakin lama lingkaran tersebut menyempit membuat cahaya hantu seperti api hijau tersebut menghilang tertelan asap milik Jun.
"Apa yang dia inginkan." Ujar Hao yang menunduk tak jauh dari Jun.
Jun masih terdiam dengan wajah terlihat dingin mencoba menerka asal muasal cahaya hantu, jika bukan berasal dari dalam institut bisa saja itu bukan isyarat bantuan melainkan sebuah malapetaka, tubuh Jun bergetar. Cahaya hantu tersebut bukan milik Peri melainkan kaum goblin. Bisa saja lebih buruk itu merupakan para Orc yang mencoba membabi buta institut yang sedang ramai dengan warga biasa yang tak memiliki kemampuan sihir.
Tak lama setelah pemikiran tersebut keluar sebuah batu raksasa terlempar ke arah mereka, menghantam segel pertahanan milik Minghao. Keduanya terkejut dan saling tatap, wajah mereka masih begitu terbelalak. Terlihat begitu terkejut melihat kejadian tadi. "Apa lagi setelah ini." Minghao mengambil ancang-ancang bila saja kembali terjadi kejadian tak terduga seperti tadi.
"Hao." ucap Jun begitu lirih, tatapannya mengisyaratkan sesuatu pada lawan bicaranya.
Tatapan mata Minghao melihat kearah Jun sekilas, seolah mengerti kearah mana pemikirannya. Minghao mengangguk, bagaikan sebuah isyarat dengan sigap Jun menggandeng jemari Minghao dan berlari sekencang mungkin menuju kerumunan. Di belakang mereka beberapa naga menyemburkan api yang menyala-nyala, mereka menampakkan gigi taringnya siap membakar semua jenis kehidupan yang ada. Meski terlindungi oleh segel pertahanan tetap saja jika jumlah mereka lebih dari jemari tangan akan berbahaya bagi kehidupan di dalamnya.
"Bukankah kau sudah menjinakkan kaum naga yang keras kepala itu." ujar minghao di kala keduanya berlari.
"Seperti yang kau tau mereka keras kepala." terkanya di sela fokus larinya terbagi oleh ucapan minghao.
"Jadi maksudmu."
"Mereka kaum yang menjunjung tinggi sebuah loyalitas sejak dulu." jelasknya terhenti beberapa detik "Ada orang yang mengendalikan mereka di balik panggung pastinya."
___
Suasana stadion yang begitu ramai dipenuhi oleh para siswa dan warga sipil begitu tampak begitu sibuk dengan bahan tontonan yang ada di depan mereka sampai lalai akan sikap waspada bahwa bencana sebentar lagi siap merenggutnya nyawa kapan saja. Tak kalah ramai dari kursi penonton ruang tunggu milik para siswa yang mempersiapkan diri untuk ujian kali ini begitu sibuk dengan dunia mereka masing-masing "Persiapkan dirimu Jeonghan, kau kenal baik aku orang seperti apa."
"Terserah kau, bagaimanapun bulan april ini kelulusan ada pada ku." balas Jeonghan pada Jisoo, lawan tandingnya pada putaran pertempuran pertama siswa semester akhir.
"Bagaimana dengan mu." Seungcheol yang bertanya pada Seokmin yang sedari tadi hanya diam mengamati interaksi dua sahabat itu.
"Karena aku terdaftar sebagai servant tentu saja aku tidak akan membiarkan tuanku kalah hyung." jawab Seokmin dengan keyakinan yang dia miliki.
"Kalau begitu mari kita lihat seberapa lama keyakinan itu dapat bertahan." sulut Seungcheol pada lawan bicaranya.
Seokmin hanya tersenyum simpul mendengar olokan tersebut, dirinya tidak ingin menggubris atau pun memikirkannya. Dia memilih fokus pada apa yang ada di depannya. Kepalanya mengarah pada Jisoo dan tersenyum "Ayo hyung." jelasnya menggandeng tangan tersebut dan berlalu begitu saja meninggalkan Jeonghan dan Seungcheol.
"Sejak dulu aku ingin tahu, ada masalah apa anak itu." kesal Seungcheol mengamati kepergian kedua pasangan itu.
"Sebenarnya Seokmin bukan orang yang seperti di pikiranmu." jelas Jeonghan menghadap ke arah Seungcheol "Tapi jika diamati akhir-akhir ini sikapnya memang berubah."
Atmosfer ruangan menghening hening, keduanya terdiam. Mereka hanyut dalam pikiran masing-masing, ingatan kembali pada pesan yang diberikan Taehyung. Pesan itu dituliskan tepat untuk hari ini, begitu singkat dan meninggalkan pertanyaan bagi pembacanya.
_____*___*_____
Hari ini diriku kembali.
Jalanan Tua adalah jawaban dari misteri.
Ratu yang berkhianat pada janjinya akan datang.
Jangan pernah dirimu menutup mata dan tertidur.
Pergilah menuju gua untuk menghilangkan rasa gusar.
_____*___*_____
Mungkin Jeonghan perlu menanyakan perihal ini jika benar Taehyung akan kembali nantinya. Jimin dan Jungkook juga masih tanpa kabar saat ini. Sebenarnya Jeonghan tidak begitu mengkhawatirkan keadaan Taehyung malahan sebaliknya dia lebih khawatir dengan Jimin dan Jungkook, mereka pasti akan terkejut melihat apa yang dilakukan Taehyung pada pihak musuh. Seandainya jika diminta bertarung di medan perang bersama Taehyung lagi dengan hormat Jeonghan akan mengundurkan diri.
"Ratu Kah." Jeonghan bergumam saat mengingat kalimat dari Taehyung.
"Kenapa." tanya Seungcheol yang khawatir karena mendengar gumaman Jeonghan.
"Bukan apa-apa." jelasnya menggelengkan kepala pelan.
Suasana kembali tenang meski tak begitu lama. Sebuah pintu terbuka tiba-tiba, atensi seluruh siswa melihat ke arah tersangka yang menyebabkan pasang mata menatap ke arah mereka. Nafasnya begitu tersenggal seolah kematian tepat didepan mata "Ku mohon semuanya tolong keluar, penyihir gelap menyerang institut." ucapanya membuat tiap bola mata membulat tak percaya.
KAMU SEDANG MEMBACA
SKY TOWER ||Jeongcheol
FanfictionJeonghan yang tersesat di sebuah kuil tanpa ia sadari telah mencuri benda yang menguak semua rahasia di balik kematian kedua orang tuanya. Sampai rahasia terbentuknya SKY TOWER.