Bab 8

959 127 15
                                    

*****


"Ji, tunggu!"  Lelaki itu mencekal lengan Jiwa, membuatnya terkejut sehingga gadis itu harus menghentikan jalan-nya.

Ia membalik badan-nya, dan memasang wajah bertannya, saat menemukan sosok Raga yang berada dibelakangnya. "Kenapa?" tanyanya tanpa dosa.

"A-Aku minta maaf!"

Satu alis Jiwa terangkat saat mendengar ucapan permintaan maaf dari Raga.

"Maksud?"

"Jangan pura-pura gak tau, aku minta maaf please!!!"

"Ga berdiri bisa!" Jiwa seraya membantu Raga untuk berdiri, karena tadinya pria itu memohon dengan berjongkook didepanya.

"Ji, kamu mau kan maafin aku?" Jiwa mendengus kesal, Raga benar-benar manusia lemah dan cengeng jika sedang bertengkar denganya. Dia benci itu. Dia lebih benci ketika hanya melihat kekasihnya  menangis, ia langsung luluh.

'Sialan lo Ga' Jiwa mengalihkan pandanganya ke arah lain dan menahan umpatanya.

"Jiwa"

"Apa!"

"Kamu masih marah ya sama aku?" tanya Raga sembari melengkungkan bibirnya.

"Jiwa"

"Wa kamu kan cewek, kamu gak kasihan ya sama Lia? Aku aja yang cowok kasihan sama dia, maka dari itu aku selalu ngelindungin dia kalau dia kena apa-apa, soalnya mamanya dulu juga pernah nitipin amanat ini ke aku sama ke yang lain." Yang lain, yang dimaksud Raga adalah teman-temanya. Jiwa terkekeh padahal ia mau memaafkan Raga hari ini, tetapi karena Raga menyebut buntelan sampau itu didepanya membuatnya tidak mood sama sekali.

Jiwa melipat tanganya, ia menatap Raga dengan tatapan menantang lalu mendecih.

"Udah tau aku benci sama dia Ga, tetep aja kamu bawa-bawa nama dia pas kamu minta maaf sama aku." Balas Jiwa sambil menekan seluruh kalimatnya.

" ...."

"Aku Maafin kamu Rag, tapi hari ini aku gak mau balik sama kamu." Putusnya sambil berjalan mendahului lelaki itu.

Raga mengejar Jiwa dan menyamakan langkahan kakinya dengan gadis itu. "W-Wa ka----"

"Besok aja kamu bicaranya, denger mulut kamu selalu ngomongin buntelan sama bikin aku gak mood!"

Raga menghentikan langkahnya, dan menatap punggung gadis itu dari belakang. Sebenci itukah Jiwa dengan Lia sampai tak mau mengucapkan nama gadis polos itu dengan benar. Padahal menurutnya Lia tidak seburuk itu, ia hanya gadis lugu yang tidak pantas dibully.

Ia menghembuskan nafas kasar, setidaknya Jiwa sudah mau berbaikan dengan dirinya.







~





Jiwa mengayunkan kakinya sembari menunggu kekasihnya yang masih dalam perjalanan. Setelah pulang sekolah tadi Raga langsung memberi pesan kepadanya, apakah ia mau pergi ke pasar  malam disebelah kompleks didekat rumahnya. Dia pikir lelaki itu membohonginya, tetapi ternyata tidak setelah melihat cerita dalam sosial media beberapa temannya yang kini sedang ada disana. Tentu saja Jiwa langsung meng 'iyakan' ajakan Raga, kekasihnya itu sangat tau bagaimana membuat moodnya kembali.

Saking senangnya, dia rela-rela menunggu diluar rumahnya dan duduk dibangku depan dekat gerbang rumahnya sembari mengayun-ayunkan kakinya.

Raga dan Jiwa Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang