selamat malam, pa kabar klean 😀 ngomong ngomong aku hendak meminta maaf yang sebesar besarnya. Sebab dari kemarin nggak update bab selanjutnya dari cerita ini.
Maw cerita dikit, jadi kemarin lagi ada something yang harus aku selesaikan dahulu. Maw update jd g mau bikin tulisan cerita ini berantakan karena kemarin aku kek merasa galau gegara pikiranky sendiri.
Aku pernah baca kutipan yg bunyinya tuh gini : "sebenarnya manusia rusak karena pikirannya sendiri"
So, aku harap kalian nggak terlalu memikirkan apa yg belum terjadi. Kita bisa jalani dulu yg sekarang terjadi, meski kadang ngga mudah tp kalo kita berusaha pasti bisa kok berpikiran positif sama waktu yg akan datang. Sibukkan diri aja, karena kalo pas kita sendirian dan kesepian pasti bakal lebih kepikiran. Dan membuat kita memikirkan yg tidak tidak.
Matahari sudah tenggelam di ufuk barat. Bulan telah kembali menampakkan diri untuk menyinari bumi malam ini. Begitu banyak bintang yang menemani, sampai malam ini terlihat begitu indah saat memandang langit.
Soya tersenyum lebar, sangat lebar hingga tampak seperti joker. Gadis dengan kaos hitam kebesaran dan celana taraining milik Gara itu menyangga dagunya dengan tangan. Ia sedang menjadi saksi betapa indahnya langit malam ini bersama Gara di kamar lelaki itu.
Gara kembali menghela nafas untuk yang kesekian kalinya. Harusnya Soya sudah pulang setelah memberinya makan, namun takdir berkata lain. Agung baru saja mengirimnya pesan jika pria itu tidak pulang ke rumah malam ini. Dan menitipkan Soya kepadanya. Dia hanya bisa pasrah dan menerima Soya dengan tangan terbuka.
Malam ini juga Gara harus merelakan guling yang selama ini menjadi teman tidurnya dipeluk oleh Soya. Gadis itu bilang guling kesayangannya akan menggantikan posisi Tete untuk malam ini.
Gara juga harus rela tidur di luar dengan beralaskan karpet, ia tak masalah daripada menuruti ide gila Soya yang mengajaknya tidur bersama.
“Bunda sama ayah ada disana ya, A’?” tanya Soya menunjuk ribuan bintang di langit.
Gara ikut mendongak, ia menyenderkan tubuhnya di jendela kamarnya yang menjadi perantara mereka berdua untuk melihat bintang dan bulan. “Mungkin aja, tapi yang pasti. Mereka berdua selalu ada di hati kamu”
“Soya kangen” ucapya lirih.
Ini kali pertama melihat ekspresi Soya yang begitu serius dan berkaca kaca. Gadis itu tampak memendam kesedihannya sendirian. Entah kenapa membuat Gara menjadi tidak suka. Dia tidak suka dengan sosok Soya yang terlihat tak berdaya dan rapuh seperti ini. Ia siap bila Soya hendak berbagi cerita dengan dirinya. Asal dapat membuat gadis itu lebih lega setelahnya.
“Kamu bisa ngomong apa yang pengin kamu katakan sama mereka. Aku yakin, orang tua kamu pasti dengar dari atas sana” tutur Gara lembut, ia merangkul bahu Soya agar menyender ditubuhnya. Memberi sandaran ternyaman kepada gadis itu jika Soya memang tidak sendirian di dunia ini.
KAMU SEDANG MEMBACA
18+ : When We Were Young
Teen Fiction"Aa' ihh. Pelan pelan nyusunya! masih banyak kok" Siapa yang tidak kenal dengan Aan Sandi Negara, sosok lelaki yang gagah, tampan, dan perkasa. Kisah ini menceritakan perjalanan hidup Aan Sandi Negara, ketika usianya menginjak delapan belas tahun...