CHAPTER 23

73.9K 1.9K 12
                                    

Good night everyone, ada cerita apa aja hari ini? Sehat selalu dan tetap bahagia.

Sejujurnya aku juga turut bahagia pabila melihat orang lain bahagia. Selamat membaca dan stay tune yaw!

Hujan mengguyur bumi begitu deras, jalanan tampak lengang sebab angin yang cukup kencang menjadi alasan para pengendara tidak berani keluar rumah

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.


Hujan mengguyur bumi begitu deras, jalanan tampak lengang sebab angin yang cukup kencang menjadi alasan para pengendara tidak berani keluar rumah.

Semua orang sudah hampir terlelap saat waktu telah menunjukkan pukul 10 malam.

Tidak dengan seorang lelaki yang saat ini duduk di pinggir jalan. Tidak peduli jika tubuhnya akan sakit karena sudah satu jam lamanya terguyur derasnya hujan.

Ia baik baik saja dengan posisi seperti ini. Asalkan tidak ada orang lain selain dirinya yang melihatnya dengan kondisi serapuh dan selemah ini.

Air mata berhasil mengalir deras melalui matanya, tercampur air hujan. Sehingga rasa asin sekaligus dingin ia rasakan saat tak sengaja menelannya.

Gino mengingat kejadian beberapa jam yang lalu. Tepat saat dirinya pulang kerumah membawa kabar gembira untuk kedua orang tuanya. Bahwa ia berhasil telah meraih kemenangan dalam pertandingan pagi ini.

"Pa, ini kenapa?" tanya Gino ketika melihat ayahnya turun dari tangga. Ia melihat barang barang didalam rumahnya seperti habis dilempar sembarangan.

"Darimana aja kamu? Malem malem baru pulang! Bukannya belajar malah keluyuran nggak jelas!"

Daripada menjawab pertanyaan putranya, pria paruh baya itu malah mengalihkan topik pembicaraan.

Gino mengangguk, "Setelah ini mau belajar. Tadi Gino habis kumpul sama teman teman karena tadi pagi dapat juara lomba basket disekolah, Pa"

Bugh...

Sudah biasa. Selalu seperti ini. Ketika orang tuanya pulang pasti membawa luka dan lara. Tapi Gino masih berusaha tersenyum, bersiap mendengarkan kata kata pedas yang akan keluar dari mulut ayahnya meski sudut bibirnya sudah terluka sebab mendapat pukulan keras.

"Kamu ini jadi anak nurut sama orang tua bisa nggak sih?! Nggak usah ikut ikutan hal hal yang merugikan seperti itu! Gunakan waktumu untuk selalu belajar dan belajar!"

Gino hanya bisa mengangguk dan mengangguk. Ia yakin, suatu hari kedua orang tuanya ini pasti akan sadar. Tidak melawan dan tidak pula membalas dengan pertengkaran. Sebab bagaimanapun juga, ia hidup dengan berkecukupan karena ayah dan ibunya.

"Mama kecewa sama kamu!" ibunya yang baru datang langsung berucap seperti itu, sembari membawa dua koper besar ditangan kanan dan kirinya. Mengundang pertanyaan besar dikepala Gino.

"Gino, Mama dan Papa memutuskan untuk bercerai" lanjutnya.

Jderr...

Bagaikan tersambar petir, jantung Gino berdetak kencang. Darahnya berdesir. Bukan ini yang ia harapkan. Seolah olah antara pahit dan manis terjadi dalam satu hari dihidupnya.

Baru pagi ini ia tertawa. Baru akhir akhir ini ia senang sebab kedua orang tuanya melakukan perjalanan bisnis bersama. Berharap jika mereka membawa oleh oleh terbaik yang Gino inginkan.

"Lebih baik kamu ikut Mama ajalah. Papa nggak mau ngurus anak bandel kayak kamu"

Bahkan ekspresi keduanya biasa saja. Gino sangat sangat merasa kehilangan. Dari kecil tak pernah mendapat perhatian, sekarang mereka memutuskan untuk berpisah.

"TERSERAH! GINO CAPEK. KALIAN EGOIS"

Apakah ia layak mengatakan egois kepada kedua orang tuanya?. Mengetahui jika mereka menikah bukan karena saling mencintai, hanya kesepakatan bisnis. Dan berakhir dengan perjodohan, lalu ia harus lahir dan berada di tengah tengah mereka. Apakah kedua orang tuanya tidak dapat merasakan cinta yang tumbuh setelah melahirkan dirinya?.

Gino tidak tahu lagi harus bagaimana selain melarikan diri dari rumah menggunakan motor kesayangannya dan berakhir disini. Ia sendiri bahkan belum mengganti jerseynya tadi pagi. Hanya diselimuti oleh jaket kebanggaan THREE G.

Harusnya tidak boleh ada yang melihatnya menangis sesenggukan seperti ini. Namun ia tidak dapat lagi menahan untuk terlihat baik baik saja. Dan sialnya entah sudah takdir atau bagaimana, Gino harus bertemu Moana yang menghentikan motornya dijalan.

Cewek yang selalu mengejarnya itu mengenakan jas hujan warna pink, membuat kesan manis tidak cocok pada jiwa Moana yang tomboy itu.

"Gino? Lo nggak apa apa? Sejak kapan lo jadi gembel disini, jangan bilang lo udah kere?"

Gino mendengus, ia sudah berhenti menangis namun tetap saja bekas pada wajahnya belum menghilang. Mata dan hidungya masih memerah.

Ia tidak menjawab, masih menunduk menatap tangannya yang saling bertautan.

Seolah Moana memang selalu ditakdirkan untuk menghiburnya, gadis itu dengan berani mengangkat dagunya. Membuat Gino berakhir menatap Moana dengan tatapannya yang kosong.

"Lo kenapa disini?"

Moana tidak bohong, ia juga sedikit khawatir dengan keadaan Gino. Ia takut Gino kedinginan dan berakhir mati disini. Sedetik kemudian, Moana dibuat terkejut dengan Gino yang meraung keras. Menumpahkan semua tangisannya.

"Gino, sadar! Lo kenapa?!"

"Pergi! Tinggalin gue sendiri, biarin gue mati sekarang juga!"

Maura melebarkan matanya terkejut, "Gila! Kalo lo mati, siapa lagi cowok yang harus gue cintai?!"

Cinta?! Heh, Gino hampir tidak percaya dengan cinta setelah dari kecil hingga sekarang tak pernah sekalipun ia dapat merasakan apa itu cinta. Lalu tiba tiba Moana datang dan mengejarnya hanya dengan dalih mencintai?. Omong kosong!.

"Gue mau mat-"

Malam itu, derasnya hujan tidak dapat mengalahkan suara cercapan keras saat Moana tiba tiba mengecup bibir Gino. Tak hanya mengecup, gadis tomboy itu berani menyesap kuat bibir Gino. Membuat sengatan listrik hadir meski tak diundang dalam jantung Gino.

"GINO!"

Moana panik, sangat panik. Ia memegangi bibir Gino yang berwarna merah merona sebab ciuman sepihaknya.

Gadis itu sudah menampar dan mencubit pipi Gino. Namun tak ada tanda tanda jika lelaki yang disukainya itu akan sadar.

Apa gue terlalu kasar ciumnya? Kenapa dia sampai pingsan begini?.

Dengan susah payah, Moana menyeret Gino untuk meneduh dibawah pohon pisang yang kebetulan ada tak jauh darinya.

Tidak mungkin juga ia membawa Gino pulang kerumahnya, sudah pasti ayahnya akan marah marah sebab anak putrinya pulang membawa lelaki tak dikenal.

Maura menggigit kukunya pelan sembari menunggu panggilan terhubung dari ponsel Gino. Matanya melebar, syukurlah. Setidaknya setelah ini Gino akan mendapatkan pertolongan.

Maura menghela nafasnya lega sebelum berteriak pada seseorang di sebrang telepon dan mengatakan,

"Halo, Gar! Gino pingsan!"

***

Chapter kali ini full Gino, kita intip sebentar sisi hidup Gino yang ternyata enggak semulus itu untuk dibayangkan.

Setiap orang memiliki titik berat hidupnya masing masing, terimakasih telah kuat. Terimakasih telah hidup dengan penuh rasa syukur.

Sebab aku selalu berharap, dimasa mendatang akan ada banyak kebahagiaan yang menghampiri.

18+ : When We Were YoungTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang