Aku mendengar rumor tentang serigala, katanya mereka masih liar. Aku punya gigi yang tajam seperti mereka, tapi aku tidak ingat cara memakainya, aku tidak ingat caranya menggonggong.
Now, i feel like a modern fox. I lost my love, but i feel nothing...
Masih dihari yang sama, dihari yang Jiyong pikir akan damai seperti hari-hari lainnya. Pria itu keluar dari rumahnya di pukul sembilan pagi, duduk di kursi besi, di halaman rumahnya, menikmati secangkir kopi sembari mengecek laptopnya. Ia hanya ingin membaca beberapa kasus, bukan untuk benar-benar bekerja. Dengan telinga yang disumbat earphone, pria itu mengusap-usap layar laptopnya kemudian melirik ke rumah depan ketika melihat pintunya terbuka.
Suara renyah dari gadis yang disetubuhinya semalam terdengar meski ia memakai earphone-nya. Mungkin ia tidak benar-benar mendengar tawa itu, ia hanya berhasil merasakan tawa itu di dalam kepalanya. Tawa yang baru beberapa kali ia dengar tapi sudah terpaku di kepalanya.
"Selamat pagi pengacara Kwon!" sapa Lisa, yang keluar dari rumahnya dengan pakaian olahraga abu-abunya.
"Selamat pagi," datar Jiyong, seperti bagaimana ia biasa bersikap. Senyum simpul ia ulas di wajahnya, menyapa Lisa juga pria lain yang menghampiri wanita itu, siapa lagi kalau bukan suaminya. Mereka sedikit berbasa-basi sebelum kembali sibuk dengan urusan masing-masing.
Jiyong mengatakan kalau ia hanya sedang menikmati hari liburnya, sementara Jihoon dan Lisa mengatakan kalau mereka akan pergi berolahraga ke tempat gym. Tanpa ada prasangka apapun Jihoon merangkul istrinya. Kalau menurut Lisa, itu bukan upaya Jihoon untuk terlihat mesra, pria itu hanya sedang butuh sandaran untuk meletakkan tangan panjangnya. Pria yang sudah lama ia kencani itu punya kebiasaan-kebiasaan yang menurutnya lebih romantis dibanding hanya dengan menunjukan kemesraan mereka di depan umum.
"Singkirkan tanganmu, berat," protes Lisa, mendorong lengan Jihoon yang tidak mau pergi. "Tapi suara apa ini?" susulnya sementara Jihoon masih menanggapi Jiyong yang penasaran dengan pekerjaannya. Jiyong bertanya tentang bagaimana cara agensi mengatasi kasus dengan para fans.
"Suara?" Jihoon menoleh, menatap istrinya yang sayup-sayup mendengar suara sirine. Suaranya terdengar pelan tapi lama-kelamaan jadi semakin keras, semakin dekat.
Dari ujung jalan di persimpangan, sekitar dua rumah dari rumah Jiyong sebuah mobil polisi terlihat berbelok. Melaju mendekati mereka. "Kenapa polisi ke sini?" Jihoon bergumam heran, sementara Jiyong bergegas ke meja kopinya tadi, meraih handphonenya yang berdering di sana.
Panggilan yang Jiyong terima datang dari tetangga mereka, seorang pengusaha yang tinggal di sebelah rumahnya. Ada tiga orang— selain pelayan— yang tinggal di rumah sakit itu. Seorang pemilik rumah sakit, istri dan putranya. Rumornya anak dari rumah itu akan menikah dengan putri dari Menteri Pertahanan, namun rumor akan tetap jadi rumor sampai mereka menyebarkan undangan pernikahan itu.
Selain Lisa dan suaminya, keluarga lain yang pagi ini beraktivitas di depan rumah juga menoleh ketika mobil polisi itu berhenti di rumah Gu Jingi, si pemilik rumah sakit. Keramaian selalu mengundang kerumunan, jadi satu persatu dari para tetangga itu mendekat, melihat lebih jelas apa yang terjadi di sana.
"Benar-benar seperti kasusnya Circleville Letter," komentar Lisa saat melihat Gu Jingi ditangkap bersama putranya dan Jiyong bergabung dengan orang-orang itu sebagai pengacara tersangka.
"Apa itu?" Jihoon bertanya sembari menonton, melihat Gu Jingi ditangkap dengan beberapa tuduhan kecurangan di rumah sakit.
"Ada daerah namanya Circleville dan di kota itu orang-orang diteror lewat surat. Aib, rahasia, kejahatan, ancaman semuanya di tulis dalam surat dan dikirim ke orang-orang. Bukan hanya dikirim ke pejabat, tapi juga ke orang-orang biasa sampai supir bus sekolah juga dikirimi surat. Inti suratnya kurang lebih kalau kau tidak mengakui kejahatan, skandal dan dosamu, aku akan menyebarkannya lalu kau akan menyesal," cerita Lisa. "Bulan lalu nyonya di rumah nomor empat ketahuan pesta narkoba, kau tahu kan? Beberapa minggu sebelum ketahuan, nyonya itu menerima surat ancaman, dia disuruh menyerahkan diri dan menghentikan kebiasaannya. Lalu tiga minggu yang lalu, rumah nomor sembilan ketahuan berbohong soal anaknya. Mereka bilang anaknya sekolah keluar negeri tapi ternyata anak itu dikurung di villa, hamil. Mereka juga dapat surat ancaman sebelum ketahuan. Lalu Nyonya Gu bilang kalau seseorang juga mengirimi mereka surat beberapa hari lalu, surat ancaman yang bilang kalau Tuan Gu harus dipenjara."
"Bagaimana kau tahu semua itu?" Jihoon menatap heran gadis berponi di sebelahnya itu. Sebelah alisnya terangkat dan dahinya berkerut, penasaran.
"Aku pengangguran," Lisa mengangkat bahunya. "Apa lagi yang bisa ku lakukan selain menonton film dan bergosip ke rumah tetangga? Kemarin aku minum teh di rumah Nyonya Gu, aku ada di rumahnya saat suratnya datang," susulnya dengan senyum canggung yang punya sedikit rasa bersalah. "Bagaimana kalau aku dipanggil polisi untuk bersaksi? Aku tidak akan dipanggil polisi kan? Aku hanya perlu diam, iya kan?" tanyanya.
"Selain padaku, pada siapa kau menceritakan surat-surat itu?"
"Semua wanita di gang ini dan beberapa temanku di tempat gym?" sekali lagi Lisa tersenyum dengan canggung. "Ah! Kecuali istri Pengacara Kwon, aku tidak pernah bertemu lama dengannya, dia jarang di rumah."
"Augh... Penggosip," komentar Jihoon.
"Itu menyenangkan," Lisa membuat alasan. "Oppa tidak ada di rumah saat siang, bibi yang datang juga hanya beberapa kali seminggu, aku butuh teman bicara, iya kan? Bibirku gatal kalau tidak diajak bicara. Kecuali oppa mau tinggal di rumah orangtuaku atau orangtuamu, aku pasti tidak akan sempat pergi ke rumah tetangga untuk mengobrol," katanya setengah mencibir.
Di raihnya lengan suaminya, ia peluk lengan itu untuk meluluhkan hatinya. Lantas, yang bisa Jihoon lakukan hanya mengusap poni istrinya sembari sedikit berdecak. Mereka tidak akan pindah. Jihoon tidak akan mau tinggal bersama orangtua mereka. Pria itu penganut gaya hidup bebas dan tinggal bersama orangtuanya apalagi mertuanya tidak akan membuatnya bisa menjalani hidup yang ia inginkan.
Di trotoar tempat mereka menonton tadi, Jiyong melangkah mendekat. Pria itu tidak berencana menghampiri Jihoon dan istrinya. Pria itu hanya lewat, untuk masuk ke rumahnya setelah berkata kalau ia akan menyusul kliennya ke kantor polisi. Namun setelah tersenyum dan sedikit menyapa untuk sopan santun, tangan Jiyong justru di tahan dan Jihoon yang menahannya.
"Ada rumor kalau keluarga Tuan Gu dikirimi surat ancaman, apa kebetulan anda sudah mengetahuinya, Pengacara Kwon?" tanya Jihoon setelah menghentikan langkah tetangganya itu.
"Surat ancaman?" Jiyong balas bertanya.
"Ya, katanya rumah nomor empat dan sembilan juga pernah menerima surat ancaman," Jihoon mengangguk. "Begitu rumor yang kami dengar di tempat gym," lanjutnya, tanpa mengatakan kalau istrinya lah yang mendengar dan menyebarkan rumor itu.
Sebentar Jiyong menatap Lisa yang masih memeluk lengan suaminya. Merasa ditusuk dengan tatapan sinis itu, Lisa buru-buru melepaskan pegangannya. Ia berpura-pura meraih handphonenya kemudian. Jihoon tidak menyadari perbedaan dari tatapan Jiyong, sebab dimatanya pria itu memang selalu begitu. Pria itu menggeser paman dan sepupu-sepupunya untuk mendapatkan posisinya yang sekarang, untuk mendapatkan firma hukum milik ayahnya. Setelah melewati banyak hal, wajar saja kalau ia terlihat dingin, terlihat pemarah, terlihat kaku. Wibawanya harus terus dibawa, kemana pun ia pergi bahkan di rumah sekalipun.
Setelah membicarakan informasi singkat itu, Jiyong pergi ke kantornya, mengutus anak buahnya untuk menyelesaikan masalah Tuan Gu. Lalu di perjalanannya ke kantor, dengan mobil yang ia kemudian seorang diri, dilihatnya Lisa dan suaminya tengah bercanda di trotoar. Keduanya melangkah menuju tempat gym, tertawa sembari saling mendorong, saling merangkul, tertawa lebar seolah hanya ada kebahagiaan di hidup mereka. Gadis itu bagaikan hiburan, tempat melepas lelah, tempat untuk melupakan sebentar masalah-masalah yang datang. Peristirahatan yang bisa dikunjungi setelah muak mendengar suara mesin mobil yang melaju kencang. Peristirahatan yang bisa dikunjungi setelah lelah dipacu di tempat kerja, bagi Jihoon, dan mungkin juga begitu bagi Jiyong.
*** Kim Jihoon
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.