***
Keadaan mulai kembali normal setelah hampir dua bulan berlalu. Lisa sudah tidak lagi bekerja sekarang. Ia mengundurkan diri kemudian membayar pinalti untuk kontrak kerja yang ia langgar. Sejak dirinya ketahuan berselingkuh, hidupnya memang berubah— sedikit— ia tidak lagi bebas seperti sebelumnya.
Sejak perselingkuhan itu, tidak Jihoon izinkan istrinya untuk menyetir sendiri. Ia pekerjakan seorang supir sekaligus pengawas untuknya. Lisa pun tidak bisa meninggalkan rumah tanpa seizin suaminya. Ia bisa pergi bersama Jihoon, atau Jisoo. Tidak lagi diizinkan keluar rumah sendirian. Satu bulan terakhir ini, hidupnya ia habiskan di rumah, bersama seorang asisten rumah tangga yang kini datang setiap hari.
Kebebasan adalah harga yang harus Lisa bayar untuk kesalahannya. Meski begitu, ia harus bersyukur karena di depannya, Jihoon bersikap seolah perselingkuhan itu tidak pernah terjadi. Jihoon mulai kembali tersenyum padanya, memeluknya, menciumnya, kembali menyayanginya seperti sebelumnya. Lisa mendapatkan kembali suaminya— setelah ia merelakan kekasih juga kebebasannya.
Meski ia seharusnya bersyukur, sesekali gadis itu masih memikirkan kekasihnya. Satu-satunya cara untuk mengetahui kabar Jiyong hanya melalui berita yang muncul di televisi. Idol Kim Hyuna bercerai dengan suaminya— hanya itu berita terakhir yang Lisa dengar dari berita gosip di televisi. Sidang perceraiannya masih berlangsung namun Hyuna tidak pernah muncul lagi di rumahnya. Wanita itu benar-benar pergi dari rumah tanpa meninggalkan pesan apapun. Bahkan menurut berita, sepanjang persidangannya, Hyuna tidak muncul di pengadilan. Hanya pengacaranya yang datang.
Semuanya sudah benar-benar selesai sekarang, begitu menurut Lisa. Ia mendapatkan hukumannya, begitu juga dengan Jiyong. Sekarang mereka berdua sedang membayar harga atas beberapa kebahagiaan juga cinta yang sebelumnya mereka bagi. Meski sesekali ia melihat Jiyong di depan rumahnya, saat pria itu berangkat dan kembali pulang setelah bekerja, Lisa tidak pernah menemuinya. Ia tidak pernah berusaha untuk menemuinya.
Sesekali gadis itu merindukan Jiyong. Merindukan bagaimana pria itu memanjakannya, mengusap pipinya dengan beberapa kata cinta yang luar biasa manis. Namun mengingat bagaimana marahnya Jihoon waktu itu, Lisa memilih untuk menekan dalam-dalam rasa rindu itu. Ia rasa, dirinya tidak akan sanggup untuk melihat suaminya kembali hancur seperti tempo hari.
Sampai pada hari ini, kesempatan itu datang tanpa bisa Lisa dan Jihoon hindari. Sabtu malam nanti, Roseanne Park dan suaminya mengundang semua orang di komplek perumahan itu untuk hadir ke pesta ulangtahun pernikahan mereka. Sebuah pesta kebun yang diadakan di atas rumput hijau, di taman dalam komplek. Lokasi pestanya terlalu dekat untuk menjadikan jarak sebagai alasan ketidakhadiran. Terlebih karena itu Rose— Lisa dan Jihoon tidak mungkin absen dalam pestanya, mereka tidak boleh melewatkan pesta itu kecuali sudi memberitahu Rose mengenai perselingkuhan Lisa dengan Jiyong.
Sembari berharap Jiyong tidak akan datang ke pesta itu, pagi Lisa duduk di ranjangnya. Ia duduk bersila di sebelah Jihoon yang masih berbaring memunggunginya. "Oppa," panggil Lisa, sembari mengusap-usap punggung suaminya. "Rose memintaku dan Jisoo datang ke rumahnya, membantunya menyiapkan acara nanti malam, boleh aku pergi?" tanyanya, setelah Jihoon bergumam, menjawab sapaan Lisa tadi.
"Kapan?" balas Jihoon, masih memejamkan matanya, menikmati kamarnya yang gelap sebab pagi ini tirainya masih tertutup rapat. Lisa hanya bangun beberapa menit lebih awal dari suaminya.
"Jam delapan pagi... Tapi sekarang sudah jam setengah sepuluh," jawab Lisa, kali ini sembari meregangkan tubuhnya, melakukan beberapa gerakan yoga yang tidak berlebihan dan bisa ia lakukan di ranjang.
"Lalu kenapa kau masih di sini? Cepat mandi dan bantu temanmu," jawab Jihoon, menyipit untuk melirik jam di layar handphonenya. "Jisoo sudah meneleponku, dua kali," susulnya. "Dan mengirim pesan, Tuan Kim, tolong bangunkan Lisa— begitu isinya," kata Jihoon yang sekarang mengoper handphonenya pada Lisa. Menyuruh Lisa untuk melihat sendiri pesan yang Jisoo kirim.
Setelah melihat daftar panggilan juga pesan yang masuk ke handphone suaminya, Lisa mulai bergerak, mengangkat selimut mereka, mengangkat bantalnya, mencari handphonenya sendiri. Sejak Jihoon membelikannya handphone baru, Lisa mulai kehilangan minat pada benda pipih itu. Jihoon terlihat tidak nyaman setiap kali Lisa fokus pada handphonenya, mungkin khawatir gadis itu kembali berselingkuh dengan handphone barunya, jadi Lisa mengurangi frekuensinya menyentuh handphonenya. Sampai tanpa ia sadari, dirinya mulai sering kehilangan benda itu.
"Dimana handphoneku? Oppa dengar handphoneku?" tanya Lisa, yang tidak bisa menemukan handphonenya bahkan setelah ia menelepon sendiri nomor teleponnya dengan handphone suaminya.
"Mungkin di bawah," Jihoon menarik selimutnya, menutup sampai ke kepalanya namun Lisa justru menarik kembali selimut itu. Membukanya untuk menatap lagi wajah Jihoon, memaksanya bangun. "Kenapa lagi? Aku masih sangat mengantuk," katanya, sembari memegangi tangan Lisa yang menyentuh wajahnya.
"Setelah membantu Rose di rumahnya, kami akan pergi ke salon," kata Lisa.
"Hm... Kau sudah bilang," angguk malas pria di depannya.
"Pakaianmu untuk nanti malam sudah aku siapkan di closet, kita bertemu di acara, ya?"
"Kau juga sudah bilang, iya," angguk Jihoon sekali lagi.
"Ingin aku menyiapkan makanan dulu sebelum pergi?"
"Tidak, aku bisa mencari makanan sendiri nanti," kali ini Jihoon menggeleng. "Aku baru tidur jam lima pagi tadi, biarkan aku tidur lagi," rengeknya kemudian.
"Aku juga tidur jam lima karenamu-"
"Kalau begitu tidur saja lagi... Tidak perlu membantu Rose," potong Jihoon, disusul suara bel pintu yang di tekan. "Oh sepertinya tidak bisa, pergilah dengan Jisoo," katanya yang sekali lagi menarik selimutnya.
Lisa melangkah turun dan tamu yang tadi datang sudah duduk di ruang tamu, menunggunya— Jisoo. Pelayan di rumahnya yang mempersilahkan tamu itu masuk. Jisoo juga sudah di sajikan secangkir teh dan beberapa potong biskuit. "Wah... Kau masih hidup? Aku pikir sudah mati," komentar Jisoo yang hari ini sudah berkali-kali menelepon Lisa dan suaminya, namun tidak mendapatkan jawaban apapun.
"Kalau aku mati nanti, pastikan ada mocha float di upacara pemakamanku," balas Lisa, yang sudah mandi, mengeringkan rambutnya dan memakai pakaian kerjanya— celana olahraga dengan kaus lengan panjang berwarna abu-abu senada. "Bagaimana dengan Rose?" tanyanya kemudian, pada gadis yang juga memakai celana olahraga dengan kaus, kali ini berwarna hitam.
"Saat aku lewat rumahnya tadi, dia sedang memanggang kue. Aroma manisnya sampai ke jalan," jawab Jisoo. "Apa kau sedang berusaha untuk hamil sekarang?" susul Jisoo, membuat Lisa langsung menutup mulutnya sendiri, hampir berseru saat menunjukan wajah terkejutnya.
"Bagaimana kau tahu? Bahkan Jihoon oppa belum tahu," komentar Lisa, setengah berbisik, khawatir Jihoon akan mendengarnya meski itu hampir tidak mungkin.
"Aku tidak tahu," geleng Jisoo. "Aku hanya menebak dan reaksimu langsung menjawab semuanya," susulnya.
Selanjutnya Jisoo bangkit, keduanya berjalan ke rumah Rose setelah berpamitan pada pelayan yang ada di rumah Lisa. Seorang wanita paruh baya yang hampir seusia dengan ibu Lisa. Di jalan, Jisoo bertanya alasan Lisa menginginkan seorang anak dan dengan santai gadis itu menjawab, "aku rasa Jihoon oppa akan senang kalau aku hamil. Sejak kesalahanku waktu itu, dia tidak pernah benar-benar senang," katanya.
"Kau tidak lagi bertemu dengannya?" tanya Jisoo kemudian, sembari melirik rumah Jiyong yang sepi, selalu sepi sejak Hyuna dan putrinya pergi dari rumah.
"Tidak," geleng Lisa. "Jihoon oppa memukulku kalau aku menemuinya, kalau aku bicara dengannya, jadi aku menghindarinya. Semakin lama, pukulannya jadi terasa semakin sakit, semakin kuat."
"Suamimu jadi sangat posesif, hm?"
"Hm... Tapi dia tidak keberatan kalau aku bicara dengan pria lain. Dokter yang aku temui pria, seumuran denganku. Kalau Jihoon oppa sibuk, aku boleh menemuinya sendirian."
"Lalu reaksinya saat tahu kau dipukul Jihoon oppa karenanya?"
"Dia tidak merasa kalau itu karenanya," geleng Lisa. "Bulan lalu dia datang ke rumahku, menyuruhku menuntut Jihoon oppa, dia bilang dia akan membantuku memenangkan sidangnya."
"Dan kau melakukannya?"
"Tentu saja tidak," geleng Lisa. "Jihoon oppa ada di rumah waktu itu, aku dipukul dan dia menyuruhmu menemaniku di rumah, tapi kau ada di luar kota," katanya, membuat Jisoo mengingat-ingat kapan tepatnya kejadian itu terjadi.
***
![](https://img.wattpad.com/cover/314627191-288-k236615.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
Modern Fox
FanfictionAku mendengar rumor tentang serigala, katanya mereka masih liar. Aku punya gigi yang tajam seperti mereka, tapi aku tidak ingat cara memakainya, aku tidak ingat caranya menggonggong. Now, i feel like a modern fox. I lost my love, but i feel nothing...