***
Hari ini June mengunjungi seorang temannya. Pria itu datang ke sebuah rumah di kompleks perumahan yang sama dengan rumah sepupunya. Rumah yang ia kunjungi ada di jalan utama, dekat gerbang masuk. Begitu memarkir mobilnya, dilihatnya seorang pria muda keluar dari rumah itu. Wajah pria itu tidak lah asing, namun juga bukan wajah yang cukup familiar baginya.
"Apa benar Jennie Kim tinggal di sini?" tanya June, kepada pria muda yang baru saja keluar dari rumah itu dengan kemeja dan celana jeansnya. Dengan tas ransel juga sebuah tas pipa di punggungnya.
"Ya, dia ada di dalam," angguk pria tadi. "Dia sudah menunggumu," susulnya, sembari menunjuk pintu rumahnya, berbalik untuk membukakan pintu kemudian mempersilahkan pria tadi masuk.
Sedikit bingung dengan sambutan itu, June melangkah masuk ke dalam rumah yang ia kunjungi siang ini. Baru beberapa menit melangkah, sudah di tangkapnya sosok Jennie di ruang tamu. Duduk sembari merangkai bunga di dalam vas keramiknya.
"Kau sudah datang?" sapa Jennie tanpa menoleh.
"Siapa pria muda tadi? Dia bukan suamimu," komentar June.
"Anakku," santai Jennie. "Anak tiri tentu saja, dia hanya lima tahun lebih muda dariku," susulnya, yang akhirnya menoleh pada June. "Duduklah... Kenapa tiba-tiba ingin menemuiku? Suamiku bisa marah kalau aku ketahuan menemui mantan kekasihku, dan aku pikir kau tidak sudi menemuiku lagi," katanya.
June mengatakan kalau ia punya beberapa pertanyaan untuk Jennie. Ia juga bilang kalau pertanyaan itu tidak bisa ia tanyakan lewat telepon. Jadi, meskipun harus mengingat masa lalu mereka, June tetap datang menemuinya. Jennie tengah berkencan dengan June ketika ia mulai dekat dengan suaminya sekarang— dulu.
Jennie berselingkuh dari June, mereka berpisah kemudian Jennie menikah dengan suaminya sekarang. Masa lalu yang ironis itu harusnya membuat mereka berhenti bertemu. June harusnya membenci Jennie dan memang begitu perasaannya. Tapi di saat hatinya kebingungan, di saat ia tidak bisa memahami isi kepala Lisa, ia memutuskan untuk menemui Jennie. Ia memutuskan untuk bertanya pada Jennie, tentang perasaan gadis itu ketika mengkhianatinya.
"Kelihatannya kau hidup dengan baik sekarang," komentar June setelah duduk, juga setelah Jennie meminta pelayannya menyajikan minum dan beberapa camilan untuk mereka.
"Aku tidak tahu jawaban apa yang kau harapkan," jawab Jennie. "Kau bisa menganggapnya begitu, bisa juga sebaliknya, tergantung bagaimana perasaanmu sekarang," katanya.
"Aku benar-benar penasaran, bagaimana hidupmu sekarang," gumam June, yang mulai memutar kepalanya, melihat-lihat seisi ruang tamu tempatnya duduk sekarang. Memperhatikan Jennie dan pakaian mewahnya, perabotan mewahnya, sampai foto-foto keluarga yang di pajang di sana. Foto Jennie di antara dua orang pria yang kini jadi keluarga kecilnya.
"Aku bahagia," Jennie berucap. "Aku menikah dengan pria yang aku cintai, pria yang aku pilih, aku bahagia. Tapi seperti yang kau lihat sekarang. Aku sendirian di sini. Suamiku sibuk bekerja dan putraku sibuk kuliah. Aku rasa itu harga yang memang harus aku bayar untuk kebahagiaanku sekarang. Kau datang hanya untuk menanyakan itu?"
"Tidak," June yang selesai melihat-lihat kini menyandarkan tubuhnya ke sandaran sofa. Melirik Jennie sebentar sebelum kemudian ia mengalihkan lagi pandangannya pada bunga-bunga mawar yang belum dimasukan ke dalam vasnya. "Aku penasaran, apa pertimbanganmu saat memutuskan untuk berselingkuh," gumamnya, mengutarakan alasannya datang.
"Kau di selingkuhi lagi?" tanya Jennie dan June menggelengkan kepalanya, mengatakan kalau ia tidak mengencani siapa pun sekarang.
"Seseorang yang aku kenal berselingkuh," kata June. "Orang yang aku pikir tidak akan pernah melakukan itu. Aku tidak bisa memahaminya, kenapa dia mengambil keputusan itu."

KAMU SEDANG MEMBACA
Modern Fox
FanfictionAku mendengar rumor tentang serigala, katanya mereka masih liar. Aku punya gigi yang tajam seperti mereka, tapi aku tidak ingat cara memakainya, aku tidak ingat caranya menggonggong. Now, i feel like a modern fox. I lost my love, but i feel nothing...