31

73 20 0
                                    

***

Kim Jihoon baru mulai beraktivitas setelah lewat pukul dua siang. Pria itu membawa mobilnya meninggalkan rumah setelah mandi juga mengisi perutnya. Dengan kemeja juga celana jeans, ia mengemudi melewati rumah Rose. Berhenti sebentar di depan rumah itu untuk menyapa Lisa juga teman-temannya di halaman.

Tanpa keluar dari mobilnya, pria itu menurunkan jendela mobilnya, menyapa istrinya yang tengah memotret Rose di beberapa sudut halaman. "Kemana oppa akan pergi?" tanya Lisa, menjeda sebentar sesi fotonya untuk menghampiri Jihoon di mobilnya.

"Rumah nomor dua," jawab Jihoon, membuat Lisa menaikan alisnya. Kalau berjalan rumah itu tidak terlalu jauh dari sana, hanya di ujung jalan utama, dekat pintu masuk komplek perumahan. Jihoon justru harus mengambil jalan memutar kalau pergi dengan mobilnya. Sebab jalan utama di kompleks perumahan itu bukan jalanan dua arah. "Tapi sebelum itu aku harus menemui sepupumu, hanya minum kopi sebentar, jadi sekalian aku tidak akan terlambat nanti malam," katanya kemudian, menjawab keheranan istrinya.

"Oppa akan pergi ke rumah nomor dua bersama June?"

"Aku berencana begitu, karena ternyata Tuan Gong sibuk hari ini, dia hanya punya waktu beberapa jam sebelum jam empat," cerita Jihoon.

"Jangan," larang Lisa. "Istri Tuan Gong di rumah nomor dua itu mantan kekasih June," susulnya, kali ini giliran Jihoon yang menaikan alisnya keheranan.

"Sungguh?" tanya Jihoon dan Lisa mengangguk sembari mengarahkan kameranya ke wajah Jihoon, mengambil gambar dari wajah heran itu. Jihoon sempat menghindar karena blitz kameranya, namun keduanya tidak terlalu ambil pusing atas pemotretan tiba-tiba itu. Jihoon lebih tertarik pada cerita Lisa. "June pernah berkencan dengan Nyonya Gong? Sungguhan? Wah... Aku baru tahu kalau selera June seperti itu," katanya.

"Sekarang seleranya berubah, yang seratus delapan puluh derajat berbeda dari wanita itu. Bukan kenangan yang menyenangkan jadi jangan ajak June ke sana. Suruh saja June menunggu di cafe. Tapi kenapa oppa ingin menemui June? Dan kenapa akhir-akhir ini oppa sering menemui Tuan Gong?"

"Aku tidak tahu kenapa June ingin menemuiku hari ini. Sebenarnya dia ingin menemuiku sejak minggu lalu tapi aku sibuk, jadi kami baru sempat bertemu hari ini. Lalu soal Tuan Gong, dia membantuku mencari Modern Fox. Mantan jaksa yang sekarang bekerja di Blue House, koneksinya luar biasa. Katanya dia sudah menemukannya, Modern Fox," cerita Jihoon, yang sengaja menumpukan tangan dan dagunya di ruas jendela mobil yang terbuka.

"Aku mengenalnya," gumam Lisa. "Tapi kenapa oppa memintanya mencari Modern Fox? Aku pikir kita sudah tidak berhubungan lagi dengannya," katanya, tidak terlihat terlalu senang.

"Kau tidak penasaran siapa Modern Fox itu? Aku penasaran siapa dia sebenarnya," balas Jihoon namun Lisa yang tidak terlihat senang hanya menggelengkan kepalanya dengan malas. "Kalau begitu saat aku tahu siapa Modern Fox itu, aku tidak akan memberitahumu," susulnya, tidak terdengar marah. Justru terkesan seolah sedang menggoda istrinya. Lisa pasti penasaran— yakin Jihoon.

"Aku ingin hidup seperti Lisa," komentar Rose setelah Lisa membungkuk untuk mengecup pipi suaminya, juga setelah Jihoon melaju pergi dengan mobilnya. "Sudah lama mereka menikah tapi masih sangat mesra," susulnya, membuat Jisoo hanya bisa tersenyum canggung, terkekeh yang juga canggung kemudian melangkah untuk duduk di lantai beranda depan rumah itu. Rose tidak pernah tahu apa yang sebenarnya terjadi beberapa minggu terakhir ini.

"Bukannya pernikahanmu juga mesra? Siapa yang kemarin bercerita di gendong seminggu penuh hanya karena terkilir?" kata Jisoo setelah duduk. "Membuatku iri," susulnya.

"Dekati June saja, dia pria baik dan aku yakin dia tidak akan berselingkuh. Sampai kapan kau akan menunggu Jung Haein yang-"

"Aku tidak menunggunya!" potong Jisoo. "Aku tidak pernah menunggunya!"

"Ya ya ya, kau tidak menunggunya," Rose kembali bicara, sembari memandangi Lisa yang tengah mengarahkan kameranya ke rumah-rumah di sebrang rumahnya. "Anggap saja mencarikannya pengacara, juga mencari tempat rehabilitasi sampai mengunjunginya itu bukan menunggu," kata Rose.

Lisa melangkah mendekati dua temannya setelah berhasil mendapatkan beberapa foto rumah Jiyong. Gadis itu mencari Jiyong dengan lensanya, menjadikannya seperti teropong meski pada akhirnya ia tidak melihat apapun. Bahkan mobil Jiyong tidak ada di rumahnya. "Lebih baik Jisoo tidak menikah dan bermain denganku selamanya daripada kembali pada Jung Haein. Pria itu diam-diam memakai narkoba lalu terjebak dengan seorang pria gila yang juga pecandu, kau masih ingin bersamanya? Jangan berkhayal, kau pikir setelah dia keluar dari rehabilitasi, dia akan benar-benar berhenti?"

"Suamiku bilang pengedarnya tidak akan melepaskannya," komentar Rose. "Begitu dia keluar, pengedar itu akan kembali menemui kliennya," susulnya.

"Seperti Hanyang di Prison Playbook," komentar Lisa disusul anggukan kecil dari Rose. Keduanya sepakat, menentang perasaan Jisoo yang masih terombang-ambing. "Tapi, kemana suamimu, Rosie? Dia akan datang ke pesta nanti malam, bukan?"

"Tentu saja dia akan datang," kata Rose dengan nada kesal khasnya. "Aku sudah memintanya untuk tetap di rumah hari ini, aku memintanya untuk membantuku mengecek semuanya, dia menyetujuinya, tapi tadi pagi dia pergi menemui temannya. Ada seorang Jaksa yang sejak dulu bekerja dengannya. Kalian tahu kan? Seperti... Jaksa itu bilang— kalau kau membantuku, aku tidak akan mengganggu bisnismu— sesuatu seperti itu? Jadi setiap kali jaksa itu memintanya datang, dia selalu pergi."

"Kau tahu apa yang Jaksa itu inginkan?" Lisa yang penasaran, kini berdiri di sebelah Rose, merangkul lengan gadis itu untuk mendengar lebih jelas detail pekerjaan suami Rose.

Baik Lisa maupun Jisoo, keduanya tahu bagaimana kehidupan Rose selama ini. Keluarganya bangkrut, orangtuanya kemudian meninggal, dia punya banyak hutang, kemudian menikah dengan rentenir kejam yang meminjaminya uang. Rose menikah dengan pria yang terlihat sangat kejam. Pria keji yang berani melakukan apapun demi mendapatkan kembali uang yang ia pinjamkan, termasuk bunga-bunga pinjamannya. Pria yang pernah dipenjara sebagai seorang gangster, membunuh dan pasti melakukan kejahatan lainnya. Meski begitu, Rose benar-benar dicintai.

"Pengirim surat," katanya. "Ingat surat-surat yang diterima banyak orang di sini? Yang mirip seperti Circleville letter itu? Jaksa itu meminta suamiku untuk mencari pengirim suratnya. Katanya, bukan hanya suamiku yang dimintai tolong. Tapi suamiku sudah tahu siapa pengirim suratnya."

"Bagaimana suamimu bisa tahu?!" Jisoo juga Lisa membulatkan mata mereka, terkejut karena keduanya juga menerima surat dari orang aneh itu. "Siapa pengirimnya?" tanya Jisoo kemudian.

"Kalian sungguh tidak tahu? Tidak bisa menebaknya?" Rose sengaja menggoda keduanya, tersenyum sembari menaikan alisnya, memancing dua temannya untuk menebak siapa pengirim surat-surat itu.

***

Modern FoxTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang