***
Jihoon sudah berbaring lama di ranjangnya. Sampai ia sadari, kalau salah satu bantalnya basah. Mungkin Lisa menangis sepanjang hari di sana. Mata gadis itu benar-benar bengkak tadi, Jihoon menyadarinya tapi emosi membuatnya tidak bisa melakukan apapun. Di dekat bantal itu, ia lihat handphonenya. Lisa menangis di sebelah handphonenya, berharap ia akan menelepon. Namun sepanjang hari, ia tidak menelepon gadis itu.
Setelah beberapa kali menghela nafasnya, Jihoon menelepon Jisoo. Dan hanya butuh beberapa detik sampai gadis itu menjawab panggilannya. "Dimana kalian?" tanya Jihoon, terdengar ketus meski ada resiko Lisa mendengarnya.
"Rumahku," jawab Jisoo. Ia melangkah menjauhi Lisa untuk menjawab panggilan itu. Pergi ke kamar mandi agar Lisa tidak bisa mendengarnya dan kembali histeris seperti tadi. "Lisa benar-benar tidak boleh pulang?" tanya Jisoo kemudian, meski tahu kalau temannya itu melakukan kesalahan, meski ia juga tahu kalau Jihoon melukai Lisa, gadis itu justru memohon agar Lisa diizinkan pulang lagi. Agar Jihoon mau menerima Lisa sekali lagi.
"Tolong biarkan dia menginap semalam di sana. Besok, kalau dia sudah merasa lebih baik, antar dia pulang. Barang-barangmu juga masih di sini, ambil lah besok," jawab Jihoon, masih sembari berbaring di ranjangnya. Menahan nyeri di dadanya. "Dia sudah makan malam? Tasmu ada di sini, ingin aku pesankan makanan?" tanyanya.
"Dia tidak keluar kamar sepanjang hari, dia belum makan sepanjang hari. Aku akan membuatnya makan. Tapi sungguhan... Kau tidak serius saat mengusirnya, 'kan? Kau hanya marah, iya 'kan?"
"Tidak," Jihoon menghela nafasnya, mengatakan kalau ia sudah terlanjur berjanji tidak akan menceraikan Lisa. "Tolong bantu dia untuk merasa lebih tenang malam ini, besok aku akan menemui dan bicara dengannya," susulnya dengan nada bicara yang lebih lemah dari sebelumnya. Bukan hanya Lisa yang tidak bisa makan sepanjang hari ini. Jihoon pun sama, hatinya yang sakit membuatnya tidak bisa menelan apapun.
Selesai menelepon, Jisoo kembali ke meja makan. Ia lihat Lisa yang hanya mengacak-acak mie instan di mangkuknya. Gadis itu sudah berhenti menangis, namun ia masih terlihat sangat murung. Melihat Jisoo kembali dengan handphone di tangannya, Lisa meminta Jisoo untuk menelepon suaminya. Lisa minta Jisoo untuk bicara pada Jihoon, agar Jihoon mengizinkannya pulang. Namun Jisoo menolak. Jisoo tidak mau menelepon Jihoon dan gadis itu kesal karena Lisa tidak juga menghabiskan mie di mangkuknya.
"Can i stop now?" keluh Lisa, tetap enggan menghabiskan semangkuk mie instannya.
"No!" bentak Jisoo, yang malam ini memasak mie instan itu. "Aku sudah membuatkannya untukmu! Cepat habiskan!" serunya kemudian.
"Aku tidak lapar," rengek Lisa, mendorong mangkuknya menjauh.
"Dan aku juga tidak suka melihatmu seperti ini," balas Jisoo. "Bahkan aku muak melihatmu seperti ini, bagaimana dengan Jihoon oppa? Kau melakukan kesalahan, kau sudah membuatnya marah, dan sekarang kau akan membuatnya khawatir juga?" omel Jisoo. "Berlaga lemah justru akan membuatmu terlihat semakin menyebalkan. Cepat makan semua itu."
"Kalau kau memang sangat peduli, setidaknya beri aku makanan lain, bukan mie instan," cibir Lisa membuat Jisoo semakin membulatkan matanya.
"Kau pikir, setelah perselingkuhanmu, kau masih berhak memilih sekarang?" kata Jisoo, balas mencibir. "Makan!" omel gadis itu, membuat Lisa mau tidak mau menelan seluruh mie instan di dalam mangkuknya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Modern Fox
FanfictionAku mendengar rumor tentang serigala, katanya mereka masih liar. Aku punya gigi yang tajam seperti mereka, tapi aku tidak ingat cara memakainya, aku tidak ingat caranya menggonggong. Now, i feel like a modern fox. I lost my love, but i feel nothing...