***
Lisa pulang ke rumahnya sendiri ketika Jisoo masih tidur. Gadis itu keluar dari rumah Jisoo setelah meninggalkan selembar memo di lemari es kemudian berjalan ke rumahnya. Di rumahnya, ia tidak melihat siapapun, sampai kakinya menginjak lantai kamar utama dan Jihoon masih tidur di sana. Jihoon masih terlelap dengan pakaian kerjanya kemarin. Hanya jasnya yang pria itu lepas, di biarkan jatuh di lantai.
Hal pertama yang Lisa lakukan ketika pulang adalah mencari kotak obatnya, mengobati tangan Jihoon yang masih terlelap. Jihoon pelan-pelan membuka matanya ketika merasakan perban kotor di tangannya dilepaskan, ia menemukan Lisa di sana dan mereka sempat bertukar tatap. Namun tanpa mengatakan apapun, Jihoon memilih untuk kembali tidur. Ia biarkan Lisa melakukan apapun yang diinginkannya.
"Kakiku juga," Jihoon berkata dengan suaranya yang serak. Mendengarnya, Lisa menoleh, melihat ujung kaki Jihoon yang masih dibalut sepatu dan kaus kakinya seperti ketika ia berangkat kerja kemarin.
Selesai membalut tangan suaminya, gadis itu bangkit, pelan-pelan melepaskan sepatu Jihoon kemudian melihat kaus kakinya yang lembab, sempat basah karena darah. Jihoon meringis, menarik kakinya yang terasa sakit ketika Lisa pelan-pelan melepaskan kaus kakinya. Jihoon tidak mengobati luka di kakinya. Ia hanya membasuhnya ketika mandi kemudian mengabaikannya, meski kakinya terasa nyeri setiap kali ia melangkah di atas pantofel hitam yang keras. Senyaman apapun sepatunya, kalau ada luka di telapak kakinya karena menginjak kaca, tetap saja rasanya akan luar biasa nyeri.
Melihat lukanya, Lisa kehilangan kesabaran. Ia pukul paha Jihoon, tidak terlalu keras namun cukup untuk membangunkan pria yang tidur itu. "Ya!" seru Jihoon yang terkejut karena serangan tiba-tiba itu.
"Lebih baik pukul aku saja, kenapa melukai kakimu sampai begini?!" kesal Lisa, menatap Jihoon yang juga balas menatapnya. "Hari ini jangan bekerja, aku akan meminta dokter ke sini!" susulnya, bergerak untuk mengambil handphone Jihoon di sebelah bantal pria itu dan menelepon seseorang dengannya.
Jihoon tidak berkomentar, ia diam saja ketika Lisa duduk di tepian ranjang, di sebelahnya dan mulai menelepon, meminta seorang dokter keluarga untuk datang ke rumah mereka secepatnya. Ia beritahu dokter itu kalau kaki Jihoon terluka, "aku pikir kakinya hampir terinfeksi, lukanya sudah ada sejak kemarin tapi belum di obati, dia pergi bekerja seharian kemarin," kata Lisa dalam teleponnya.
Sejurus kemudian, begitu panggilan itu berakhir, Jihoon melingkarkan tangannya ke pinggang Lisa. Memeluknya. "Aku minta maaf," kata Lisa, sembari memegangi tangan Jihoon yang melingkar di pinggangnya, hati-hati ia mengusap-usap tangan keras itu.
"Hm," Jihoon menggumam. "Aku akan memaafkanmu, aku tidak akan menceraikanmu, aku tidak akan berselingkuh juga, aku tidak akan mengabaikanmu. Karena itu, kau harus merasa terbebani dan terus merasa bersalah. Ini bukan kesempatan kedua, ini kesempatan terakhirmu," susulnya. Nada bicaranya terdengar lembut sekaligus mengancam.
"Iya," Lisa mengangguk, menyetujuinya.
"Kalau kau bilang iya, berhentilah bekerja," suruh Jihoon dan Lisa langsung menegang karenanya. Belum lama sejak ia mulai bekerja dan pria yang sebelumnya mendukung pekerjaan itu kini memintanya berhenti. Meski sebenarnya permintaan Jihoon itu masuk akal, sebab karena pekerjaan itu Lisa bisa terus bertemu dengan Jiyong. "Sampai aku bisa mempercayaimu lagi, tetaplah di rumah. Pinalti atau denda karena kau melanggar kontrak, aku akan membayarnya," susulnya, seolah tengah berkata kalau ia sudah memikirkan segalanya sebelum memberitahu Lisa keputusannya.
Kalau Jihoon sudah begitu, kecuali ia ingin mereka berdua mati bersama, Lisa tidak punya pilihan selain menyetujuinya. Lisa setuju untuk berhenti kerja. Ia pun setuju untuk dikurung di rumah sampai ia mendapatkan lagi kepercayaan Jihoon yang entah kapan akan datang.
"Maaf, karena melukaimu," kata Jihoon, setelah ia dengar Lisa menyetujui semua permintaannya. Setelah ia yakin kalau Lisa benar-benar menyesal dan bersedia dihukum karenanya. "Tanganmu sakit?" susulnya, kali ini sembari mengusap-usap lengan Lisa yang terlihat memar di balik kaus berlengan pendek yang ia kenakan sejak kemarin.
"Tidak sesakit kakimu, tidak apa-apa," jawab Lisa. "Sudah makan? Mau aku siapkan sarapan?" tawarnya dan kali ini Jihoon mengangguk. Ia belum menelan makanan apapun sejak kemarin.
"Keluarkan dulu barang-barang di mobil, aku tidak sempat melakukannya kemarin," suruh Jihoon dan Lisa menganggukan kepalanya. Pelan-pelan ia lepaskan pelukan Jihoon, kemudian melangkah keluar kamar untuk mengerjakan tugasnya.
"Tidurlah lagi sampai sarapannya siap," kata Lisa sebelum ia benar-benar meninggalkan Jihoon sendirian di kamar.
Masalahnya selesai sampai di sana? Tentu tidak, sebab Lisa masih punya seorang pria lain yang harus ia urus. Tiba di meja makan, hal pertama yang Lisa lakukan adalah merapikan pekerjaan Jisoo.
"Banyak sekali salah ketiknya, kebiasaan," komentar Lisa sembari menumpuk satu persatu berkas di atas meja makannya. Menaruhnya di sudut agar Jisoo bisa langsung membawanya ketika ia datang nanti.
Selanjutnya gadis itu membuka lemari es, dan senyumnya mengembang karena ada banyak makanan yang bisa langsung ia hangatkan di sana. Jisoo pasti meminta asisten rumah tangga mereka untuk memasak kemarin. "Dia memang masih bisa diandalkan," komentarnya, masih membicarakan Jisoo.
Setelah memasukan beras ke dalam mesin penanam nasi, gadis itu membawa kunci mobil Jihoon keluar. Ia masuk ke mobil Jihoon, melihat sebuah buket bunga, handphone baru juga makanan yang harusnya mereka makan semalam.
Lisa membuang makanan yang menurutnya sudah basi dan di saat yang sama setelah ia membuang sampah, Jiyong keluar dari rumahnya. Pria itu hendak berangkat ke firma hukumnya, di hari kerja terakhir minggu ini. Mereka sempat bertukar tatap. Jiyong melangkah mendekati Lisa, namun Lisa hanya membeku di tempatnya. Gadis itu kemudian menggelengkan kepalanya, melarang Jiyong untuk mendekatinya.
Ingin sekali Jiyong menghampiri wanita itu. Namun Lisa menatapnya dengan begitu sedih, begitu tertekan. Gadis itu seolah memohon, agar ia diberi waktu sedikit lebih lama untuk menyelesaikan masalah rumah tangganya sendiri. Dada Jiyong terasa sesak melihatnya. Tanpa sadar ia mulai meragukan keputusannya. Terlebih, di saat ia mulai ragu, tidak seorang pun bisa ia ajak bicara.
Jiyong memutuskan untuk masuk ke mobilnya. Duduk selama beberapa menit di sana kemudian mengemudi pergi. Sedang Lisa hanya menghela nafasnya. Mengasihani pria yang baru saja pergi tadi. Kalau ia bisa, ia ingin mendengarkan semua cerita yang Jiyong tahan. Lisa kesal saat mengingat kalau Jiyong mungkin sengaja memberitahu Jihoon tentang perselingkuhan mereka. Namun di waktu lainnya, gadis itu juga merasa sedih, sebab tahu Jiyong tidak punya siapapun untuk berbagi.
Lisa diam-diam penasaran, apa yang akan Jiyong lakukan untuk menenangkan dirinya sekarang? Berharap semoga Jiyong tidak melakukan apapun yang buruk meski harus berpisah dengannya. Selanjutnya Lisa membawa handphone serta buket bunga di dalam mobil tadi keluar. Ia pindah bunga di dalam buket yang hampir kering itu ke vas kaca di dapur. Meletakkannya di atas meja kemudian memandanginya sampai nasinya matang.
***
KAMU SEDANG MEMBACA
Modern Fox
FanfictionAku mendengar rumor tentang serigala, katanya mereka masih liar. Aku punya gigi yang tajam seperti mereka, tapi aku tidak ingat cara memakainya, aku tidak ingat caranya menggonggong. Now, i feel like a modern fox. I lost my love, but i feel nothing...