reason 2

26 4 0
                                    

—————

boncengin orang

—————

—————

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

•••


Kerikil sepanjang jalan menjadi pelampiasan kekesalanku setelah ditinggal William dengan motornya. Aku menatap uang seratus ribu yang ada di genggamanku. Mendecih untuk yang kesekian kalinya. Aku tidak tahu urusan penting macam apa yang William harus kerjakan sehingga mengantarku pulang terasa membebani. Meski dengan kenyataan ia memberiku ongkos ada kemungkinan William peduli. Tapi jika saja lelaki itu mau berterus terang mungkin aku akan sedikit mengerti kondisinya, entah keluarganya sakit, atau ada perampokkan di rumahnya. Maksudku, komunikasi itu penting kan? Dia seolah menggantungku untuk menebak-nebak sikapnya yang akhir-akhir ini mencurigakan.

Aku menyisipkan satu koin di mesin minuman sebelah kedai makanan. Jariku menekan tombol bagian kopi dengan kasar. Suara benturan kaleng dengan besi dalam mesin menggema, menciptakan suara dentingan yang terdengar lebih menenangkan daripada kalimat William yang terngiang dan cukup membuatku frustasi.

Aku membungkuk mengambil kaleng tersebut. Menghampiri salah satu kursi yang disediakan lalu meminum kopinya dengan hanya beberapa tegukan dan habis. Aku lelah, sangat lelah. Sebenarnya berjalan dari sekolah menuju halte bus tidak begitu memberatkan, tapi kurasa ini hari sedang tidak berjalan baik. Mulai dari aku tertidur di kelas—meski aku tidak begadang kemarin malam tapi tidak tahu kenapa pagi terasa penat. Kemudian hukuman membersihkan toilet perempuan. Makan siangku yang tumpah sehingga aku hanya memakan sisanya yang hanya setengah porsi. Tunggakan uang kas ku yang melebihi uang jajanku. Terus terang aku tidak makan apa-apa lagi selain setengah porsi makananku itu. Ditambah lagi sikap William yang seminggu ini sangat mencurigakan. Kejadian di parkir tadi salah satunya.

"Sial!"

Sudah sekitar dua minggu penuh William tidak pernah mengantarku pulang. Aku tidak tahu pasti alasannya apa, aku hanya berpikir seminggu ke belakang mungkin ia agak sibuk. Secara William punya semacam komunitas dance juga rap di luar sekolah. Dan minggu kemarin ia memang ada kompetisi. Tapi setelah kompetisi itu selesai ia tetap menolak untuk mengantarkanku pulang dengan alasan yang tak pernah ia sebut kenapa. Aku merasa ia menyembunyikan sesuatu dariku dan itu teramat rahasia. Okey, aku terseinggung, eksistensiku tidak dianggap belakangan ini.

Dan hal yang memenuhi pikiran nistaku adalah William sepertinya memiliki orang lain selain aku. Orang lain yang lebih baik dariku, mungkin? Karena ya, aku menebak orang itu pasti melebihi kata sempurna jika ia bisa membuat ice prince macam William takluk padanya. Itu adalah hal yang paling sulit didapatkan oleh gadis biasa sepertiku.

Lalu aku? Bagaimana aku bisa mendapatkannya? Aku juga tidak tahu apakah hari itu suatu keberuntungan bagiku atau bagaimana. Pasalnya aku merasa tidak masuk kriteria perempuan yang sesuai dengan selera lelaki dingin itu. AKu hanya memberinya sebatang coklat saat valentine dan tiba-tiba William berkata 'Fine! Kita berpacaran'. Aku cukup terperangah saat itu, tidak menyangka satu batang coklat berhasil meluluhkan William?

Apa dia fans berat coklat atau bagaimana?

Jika kalian berpikir itu adalah dongeng sebelum tidur, kalian salah besar. Itu benar terjadi, Ice Prince—William Sena Hubert—menerima pernyataan cintaku tanpa syarat apapun, tanpa menuntut apapun. Sudah kuduga itu seperti keberuntungan dari nenek moyangku.

"Sial, minumku habis."

Tersadar, aku sudah menghabiskannya dalam beberapa teguk tadi.

Aku menghela napas berat, melempar kalengnya ke tong sampah. Untung itu tepat sasaran karena aku malas jika harus mengambilnya lagi. Sebenarnya halte bus sudah beberapa meter lebih dekat dari tempatku. Aku tinggal berjalan sedikit dan bisa pulang lebih cepat untuk merebahkan diri, tapi kupikir aku ingin duduk santai dulu di sini dan melamun entah untuk berapa waktu.

Tiba-tiba mataku menangkap sesuatu familiar yang sedang melaju di jalan raya. Lelaki berseragam sama denganku menaiki motor scoopy hitam yang sama persis seperti William pakai tadi.

Tunggu? Kurasa lelaki itu memang William. Dengan waktu yang singkat itu aku berhasil menelisik motornya, helmnya dan figur lelaki itu dari belakang. Dan dugaanku benar, lelaki dengan scoopy hitam itu adalah William.

Dan kau tahu apa? Seorang gadis duduk di belakangnya. Rambut hitam melambar terhembus angin dan seragam sekolah yang sama dengan yang aku gunakan saat ini.

"Itukan, Soraya?"

•••

Ternyata kau melarikan diri bersama gadis lain.

ReasonTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang