—————
sincere
—————
•••
"Bisa tidak sehari saja tidak membuat kekacauan? Tidak perlu mencampuri urusanku? Aku muak, William!"
Pertama kali bagiku Raya meluapkan amarah pada seseorang yang tak lain adalah William. Orang yang tidak mungkin kau targeti sebagai pelampiasan amarah karena ia akan melampiaskannya kembali padamu. Tapi aku tidak mengerti darimana asalnya nyali itu sehingga Raya berani meneriaki William. Apa ia tidak tahu status William di sekolah? Ya meskipun ia bukan preman yang tawuran sana sini, atau siswa yang berani melawan guru, William cukup ditakuti karena ia adalah orang yang tidak takut apapun.
Sesederhana, ia mungkin tidak pandai berkelahi, tapi ia tidak takut jika harus berkelahi. Ia mungkin tidak luwes beradu argument, tapi ia tidak takut jika harus beradu argument, ia mungkin tidak pandai mengintimidasi orang, tapi ia tidak takut jika harus mengintimidasi orang lain. William hanya punya nyali yang besar untuk mempertahankan dirinya sehingga tidak ada satupun yang berani mengusiknya. Secara tidak langsung dia sudah mengintimidasi orang lain dengan karakter yang ia tunjukkan.
Mungkin kau bertanya apa yang terjadi sehingga aku bisa berada disini? Menyaksikn keduanya yang sedang bertengkar layaknya sepasang kekasih di saat aku yang seharusnya menempati posisi kekasih itu. Jadi aku dan Raya sedang diskusi di jam kosong saat yang lain memilih ke kantin atau mengobrol di luar. Tiba-tiba saja seseorang datang dengan napas terengah-engah mengabari bahwa William ada di ruang detensi karena berkelahi. Refleks aku dan Raya bangkit dan berlari beriringan menuju ruang detensi. Kami berhenti di depan ruangan dan mendapati William beserta satu orang yang sangat familiar bagi Raya—Kak Vero, mantan kekasihnya—keluar dari ruang detensi.
Kak Vero hanya berlalu pergi sambil melirik Raya dengan senyum setan yang aku sendiri tidak mengerti maksudnya. Entah memang tengah meremehkan Raya atau hanya sekedar umpan untuk membuat William emosi. Tapi apapun itu, sikap Kak Vero berhasil membuat William melayangkan satu pukulan yang nyaris kena jika saja Raya tidak menahannya. Detik itu juga, saat aku tahu bahwa aku tidak terlibat dalam urusan mereka aku memutuskan untuk mundur, memberi mereka ruang untuk berbicara dan hanya menyaksikan dari jauh.
Raya menghela napas berat, menangkup wajahnya dengan kedua tangan—frustasi dengan sikap William. Bukan hanya sekali dua kali. Berpuluh-puluh kali William terlibat perkelahian yang selalu saja berakhir dengan babak belur sekaligus melibatkan Raya dalam masalahnya. Tentu, siapa lagi jika bukan Kak Vero.
Sementara William terdiam, menatap ke arah lain bermaksud menghindari pandangan Raya yang mungkin memicu perdebatan lebih panjang. Memang benar William cari ribut dengan Kak Vero, dan memang benar ia tahu betul konsekuensinya. Tapi setelah semuanya kejadian ia sendiri yang tidak sanggup menanggung konsekuensinya. Mendebat orang terkasihinya itu atau beradu argumen dengannya. Terbukti William tak berkata banyak meski aku tahu ada sangkalan yang diam-diam ia lemparkan lewat sorot matanya. Ia hanya takut semakin menyakiti Raya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Reason
Teen FictionBagaimana rasanya bertahan di tengah hubungan samar antara kekasihmu dan sahabatnya? Di saat kau terluka dengan hubungan ini, kau baru menyadari bahwa kekasihmu juga terluka menahan perasaan yang tidak bisa ia ungkap pada sahabatnya. "Seandainya ka...