reason 16

26 2 0
                                    

—————

perpustakaan

—————


•••

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

•••

Perpustakaan sekolah kala itu sangat lengang. Tak mengherankan hari ini adalah hari weekend dan jarang sekali orang berambisi untuk ke perpustakaan di jam 5 sore di saat mereka punya kesempatan nongkrong di malam weekend ini. Kecuali William yang entah darimana ambisinya itu berasal, karena yang kutahu William memang pintar tapi ia tidak rajin. Ia cukup pemilih soal subjek yang ingin ia seriusi atau tidak. Seperti bagaimana dirinya berdedikasi terhadap mata pelajaran science dan mengabaikan mata pelajaran seperti sejarah atau Bahasa Indonesia. Aku juga tidak mengerti tujuannya bersekolah apa?

"Ini novelnya jadul, ya?" ucapku membuka percakapan karena menyadari hanya hening yang mengisi di antara kami berdua. William fokus menelisik satu-persatu judul novel yang akan kami gunakan untuk review tugas kelompok. Kabar baiknya William lebih memilih aku di saat Raya sempat mengajukan dirinya untuk menjadi anggota kelompok. Aku tahu itu alasan klasik, karena aku sudah mengajukan lebih dulu dan rasanya tidak enak pada anggota lain jika ada perombakkan jumlah orang, sehingga posisiku aman dan aku dapat satu kelompok dengan William. Aku sangat beruntung, kan?

"Atau yang ini juga bagus?" Kataku sambil menunjukkan Novel berjudul "Gelap" dengan latar waktu tahun 70-an. William hanya menoleh sekilas sebelum kembali konsentrasi membaca judul buku di rak seberangku. Lihatkan, di saat aku sudah merekomendasikan novel best-seller ia terus mengelak dan ingin mencari Novel yang sempurna menurut pandangannya. Maksudku, tentu itu bagus tapi kenapa bersikeras hari ini harus mendapatkan novelnya di saat ini 15 menit menuju tutupnya perpustakaan. Aku yakin William tidak berencana mengurung dirinya di perpustakaan, kan? Masih ada hari esok. Deadline nya masih 8 hari lagi.

"William, sudah sore. Ayo pulang," ucapku mencoba mengingatkannya dengan ramah tamah menghindari William salah mengartikan ini sebagai instruksi. Seperti yang kita tahu William tidak suka diinstruksi siapapun kecuali Raya—mungkin.

Sialnya William tidak menggubrisku meski aku tahu telinganya mendengar jelas perkataan itu. Aku tidak mau ambil risiko dengan mengingatkannya berkali-kali dan tidak mau juga terkunci di perpustakaan hanya karena nyali kecilku yang tidak berani menegur William. Apa hanya aku yang merasa begitu takut dengan kekasihku sendiri? Merasa ia seperti mengintimidasi? Maksudku mafia sekalipun akan bersikap lembut pada orang yang dicintainya, bukan? Tidak mungkin berani mengintimidasinya, tapi William sangat mengintimidasiku dengan sikapnya layaknya aku orang asing. Berbeda jauh dengan bagaimana ia memperlakukan Raya.

Mendengar nama itu muncul di pikiranku membuat aku tersenyum getir—menyadari sesuatu. Benar, mafia sekalipun akan bersikap lembut pada orang yang dicintainya, begitupun William. Hanya saja orang yang dicintainya itu bukan aku. Mungkin itu alasan aku merasa terintimidasi karena pada dasarnya William tidak menunjukkan sisi lembutnya padaku.

ReasonTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang