reason 1

37 4 0
                                    

—————
pulang
—————


•••

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

•••

"Apa aku baru saja menangkap kekasihku berbohong?" sontak lelaki yang tengah memasang helmnya langsung menoleh ke arah sumber suara, mendapati aku berdiri di depan dan menatapnya penuh intimidasi. Kukira ia otomatis tersadar dengan tatapan intimidasi itu lalu berinisiatif meminta maaf atau mengaku bahwa ia berbohong padaku. Ternyata salah, lelaki ini justru memutar bola mata jengah.

"Jadi apa yang akan kau lakukan?" tanyanya menuntut, ia yang tadinya siap melaju tiba-tiba terhenti karena aku tahu-tahu sudah menghadang motornya dari depan. Ya lelaki ini duduk di motornya, bersiap untuk pulang di saat ia pamit padaku akan ke kantin sebentar untuk beli makanan atau minuman. Jadi secara teknis lelaki ini tertangkah basah membohongiku.

"Kau harusnya berlutut di depanku," William lelaki itu hanya mendecih. Berpikir kenapa ia bisa berurusan dengan orang aneh sepertiku.

Tentu saja soal tadi aku bercanda. Aku tidak segalak itu untuk membuat kekasihku berlutut di depanku hanya karena ia berbohong dan lagi itu hal sepele. Terlebih lagi lawan mainku adalah William Sena. Maksudku mana mungkin aku aku bersikap galak saat aku tahu bahwa William bahkan lebih galak dariku. Yang ada kami berdua dilabeli pasangan tergalak sepanjang masa. Dan lagi aku bukan tipe gadis yang banyak bicara.

Aku bawel tapi hanya pada William. Ya, hanya untuknya.

"Minggir!"

"Hey aku hanya bercanda! Tidak tega aku menyuruhmu berlutut di depanku. Selera humormu payah sekali."

"Minggir, Haura," ucapnya dengan suara berat dan penuh penekanan.

"Tidak mau!" jawabku masih dengan nada bercanda. Kau tahu menggoda William yang sedang kesal itu permainan baru bagiku. Alih-alih takut dengan suara rendah milik William—yang hanya akan keluar saat ia marah dan jengkel-aku justru mendapati suara itu sangat maskulin dan rasanya aku ingin membuatnya marah 100 kali dalam sehari demi mendengar suara seksi itu.

"Antar aku pulang dulu!" lelaki itu tidak menghiraukanku, ia justru memainkan gasnya sehingga terkesan hendak melaju dan menabrakku. Tapi aku tahu lelaki ini tidak akan melakukannya jadi aku tidak beranjak satu inci pun dari tempatku berdiri.

"Tidak, cepat minggir!"

"Sekali ini saja, yaaa?" aku merengek, cemberut, mengerang mencibir dan melakukan semuanya hanya untuk membuatnya menuruti permintaanku. Sebut saja aku tolol, tapi aku bersumpah aku tidak akan semanja ini jika bukan hanya pada William.

"Ayolaaahhh!"

"Bus saja!" cibirnya mengelak. Aku merenggut sebal. Ya, aku tahu lelaki ini menolak karena arah rumah kami berlawanan dan itu akan memakan waktu lama baginya. Tapi masalahnya, hey! Aku kekasimu William! Tega sekali kau menelantarkanku?

"Uangku habis membayar tagihan kas."

"Sudah kubilang jangan telat bayar!"

"Kau tahu sendiri aku menabung untuk ulang tahunmu."

"Astaga itu masih 6 bulan lagi!"

"Tetap saja aku harus menyiapkan kado terbaik, kan?" jawabku memaksanya menjawab 'ya'.

William yang frustasi membuka helmnya. Sepertinya ia kepanasan di dalam sana. Lagian sulit sekali sih hanya mengantarku pulang, ia jadi mengulur waktu dan panas-panasan begini kan?

"Kau tahu, kau justru mengulur waktu. Akan lebih cepat jika kau mengantarku."

"Nih!" kupikir lelaki ini memberiku helm yang sedari tadi ada di motornya-William memang selalu membawa dua helm. Sesaat kupikir ia memberiku helm ternyata ia memberiku uang seratus ribu.

"Pake uang ini!"

Aku terenyak dalam hati. "Apa?"

Sesulit itukah, William?

"Bayar bis atau taksi."

"Jadi kau menelantarkanku?" William tidak bergeming, ia hanya menatapku dingin sembari memasang kembali helmnya. Kemudian menyalakan mesin mundur sedikit untuk memberi ruang motornya berbelok lalu melesat pergi secepat angin meninggalkan parkiran sekolah. Sekaligus meninggalkan rasa kecewa dalam hatiku.

"Hati-hati William," ucapku pelan, nyaris teredam angin.

•••

Kau menolak mengantarku pulang dengan alasan ada urusan.

ReasonTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang