"Lo beneran nggak mau pulang?" tanya Gevan, saat ini mereka sedang di pantai. Gevan menghampiri Kenfaro yang sedang diam menyendiri di tepi pantai karena memang sebenarnya Kenfaro belum terlalu dekat dengan teman dari kakak sepupunya itu.
"Untuk saat ini gue belum mau pulang," ucap Kenfaro tanpa mengalihkan pandangnya, ia memandang kearah laut, deburan ombak sedari tadi seperti hendak menghampiri dan menerjangnya, namun belum sampai mengenai kakinya ombak tersebut sudah kembali surut. Tenang, untuk saat ini hanya itu yang bisa Kenfaro rasakan, ia nyaman dengan posisinya saat ini.
"Lo udah kabarin Tante Rere?" tanya Gevan yang tangannya sedari tadi sibuk memainkan pasir pantai.
"Belum, gue takutnya nanti disuruh langsung pulang sama Mama."
"Terus yang baru lo kabarin berarti cuma Om Kafgan doang dong?"
"Yaiya, itupun seharusnya Mama udah tau keberadaan gue dari Papa."
"Kalau belum tau gimana?" Kenfaro hanya diam. "Lo ngerti nggak sih Mama lo sampai sakit karena mikirin lo, seharusnya lo juga mikir dong. Jangan egois Ken, lagian konflik lo sama Om Kafgan, kan? Kenapa yang kena imbasnya jadi Tante Rere?"
"Lo nggak akan ngerti jadi gue Bang, keluarga lo harmonis. Jadi gue rasa nggak perlu dengerin apa yang lo omongin tadi."
"Harmonis?" gumam Gevan, "Sekarang gue tanya deh sama lo, keluarga harmonis yang lo maksud kayak gimana sih?"
"Ya damai tanpa konflik, terus kasih sayangnya juga adil."
"Sadar Ken, kita hidup nggak mungkin nggak ketemu yang namanya konflik. Mau sekuat apapun sesempurna apapun yang lo bilang, gue rasa keluarga gue biasa aja," ucap Gevan mengingat terkadang keluarganya juga sering berselisih tetapi tidak sampai sebesar yang dialami Kenfaro sekarang.
"Semua tergantung sama cara lo mengatasinya aja sih, cara lo menyelesaikan konflik itu supaya nggak jadi merambat dan bertambah besar. Bukan malah marah dan lari kayak gini, tetapi oke kali gue akan coba pahami lo. Tetapi jangan menghindar lama-lama Ken, lo mau cepat selesai, kan? Yaudah lo juga harus cepat pulang berarti."
"Gue capek Bang, jadi gue mungkin kesannya emang kayak lari dari masalah, tetapi gue cuma pengen ngerasain yang namanya kebebasan. Kebebasan dalam artian keluar tanpa perlu mikirin keadaan Alea. Hidup gue seakan dari dulu dalam bayang Alea, apapun itu gue tetap harus duluin kebutuhan Alea daripada diri gue sendiri. Dan mirisnya semua itu permintaan dari orang tua gue sendiri," ucap Kenfaro sambil tertawa menertawakan diri sendiri dengan pandangannya memandang kearah Gevan kakak sepupunya itu. Lalu ia kembali menatap hamparan pasir pantai di depannya mencoba menahan sesak dan melupakan masalahnya.
"Coba lo terima dan ikhlas menjalaninya Ken, tanpa memikirkan kalau antar jemput Alea dan jaga Alea itu sebenarnya perintah dari orang tua lo. Coba lo pikirnya gini aja, gue jaga Alea karena gue sayang ke adik gue. Gue perhatian ke dia karena dia adik gue satu-satunya," ucap Gevan mencoba memberi pengertian pada Kenfaro agar ia lebih bersyukur dan menerimanya. "Coba ubah pandangan lo dan berhenti mengeluh akan hal itu, ya walaupun sulit tetapi gue yakin lo pasti bisa ikhlas dengan keadaan yang lo alami."
"Kalau tetap nggak bisa?"
"Bisa Ken, karena gue yakin kalau sebenarnya lo itu sayang ke Alea cuma lo lagi denial aja," ucap Gevan sambil tertawa.
"Lo nggak usah ngaco Bang!"
"Lo nggak punya hati emang? Masa sama adiknya sendiri nggak sayang," heran Gevan dengan respon yang Kenfaro berikan.
"Lo nggak tau, Alea itu tipe yang kalau dibaikin jadi tambah ngelunjak. Malas banget gue sayang sama adik yang begitu kelakuannya."
"Coba deh kalau lo diposisinya Zeon, gue yakin lo pengen punya adik karena lingkungan lo semua punya adik. Gue sampai kadang ngerasa Zeon pasti kesepian karena dia anak tunggal," ucap Gevan dengan sabar ia terus memberikan pengertian pada Kenfaro.
"Gue malah pengen jadi Zeon, bisa bebas main kemana-mana," ucap Kenfaro kembali melontarkan penolakan seolah ia tidak mau mengerti dengan posisinya saat ini. "Karena gue ngerasa peran orang tua gue nggak ada, kenapa jadi kayak gue yang jadi orang tuanya Alea. Belum lagi kalau Alea salah, gue yang tanggung jawab, gue yang disalahin, gue yang diceramahin."
"Jadi anak pertama memang udah lumrahnya begitu Ken, mau lo menentang dan bandingin kayak apapun. Nyatanya pasti kalau tau kenyataan yang lo alami, pasti Alea juga bakal merasa bersalah dan nyalahin dirinya sendiri. Kadang lo harus lihat keadaan sekitar juga Ken." Kenfaro diam setelah beberapa menit kemudian ia menjawab, "Lo nggak terluka Bang? Kalau lo harus terus memahami orang lain, padahal nyatanya lo belum memahami diri lo sendiri. Dan menurut gue sesekali memikirkan tentang keadaan diri sendiri itu penting, karena lo berhak bahagia." Gevan hanya diam tanpa ada niatan menjawab, semua mendadak menjadi gamang, ya Gevan memang seperti itu selalu mencoba memahami kondisi yang sedang dialami orang lain, bahkan ia sering berkorban demi kebahagiaan orang lain dan sampai mengesampingkan kebahagiaannya sendiri.
"Yaudah lo pengen bahagia juga, kan? Coba sekarang hilangin sedikit rasa gengsi lo itu. Karena sebenarnya lo bakal mau pulang kalau dijemput sama Om Kafgan, kan?" tanya Gevan mencoba mengabaikan pembicaraan Kenfaro tadi.
"Nggak usah ngalihin topik pembicaraan Bang!"
"Gue nggak ngalihin, tetapi kenyataannya emang isi dari hati lo sendiri begitu. Saking seringnya gue bantu orang sekitar supaya mereka bisa tersenyum bahagia, gue sampai bisa paham isi dari hati lo itu," ucap Gevan setelah itu ia pergi menghampiri teman-temannya yang sedari tadi memanggilnya.
"Coba pelan-pelan Ken, gue yakin lama kelamaan ntar juga lo bisa deep talk."
.....
Daritadi ponselnya terus berbunyi, Kafgan yang sebelumnya mencoba tidak peduli itupun menjadi menghela napas lelah. Sedari tadi satu panggilan dari orang yang sama dan berkali-kali ia menelpon Kafgan, ya Areta orangnya. Karena tidak ingin berlarut-larut deringan ini menganggunya, akhirnya ia langsung mengangkat telpon tersebut di dering ke dua puluh lima panggilan tak terjawab.
"Kenapa baru diangkat? Mau menghindar?" kesal Areta tanpa ada sapaan pembuka.
"Kenapa?" tanya Kafgan kalem.
"Lo gila! Lo pikir gue nggak tau dimana lo sekarang? Gue udah sabar ya waktu lo telponan sama Bang Gavin. Gue denger sedikit. Dan lo udah nggak waras!"
"Bahasanya!"
"Kenapa emang? Aku nggak mau tau ya, pokoknya kamu harus pulang sekarang juga. Makin di diemin malah makin nggak peduli."
"Nggak bisa, urusan aku disini belum selesai."
"JADI KERJAAN LEBIH PENTING DARI KEN?! BENERAN GILA KAMU KAFGAN!"
"Mau kamu, aku harus apa?"
"Kamu pulang atau kita pisah aja!"
"Selalu begini, kalau aku pulang keluarga kita mau makan apa Areta?!"
"Kamu punya karyawan, kan? Terus kalau kamu masih sibuk kesana-kesini, apa gunanya mereka?!"
"Aku pulang," ucap Kafgan langsung mematikan sambungan telponnya.
.....
Stress nggak sih lo kalau ada diposisi orang tua ataupun anak? 😭😭
Disaat si anak lagi butuh perhatian mereka, dimengerti mereka. Eh disaat itu juga orang tua lo minta supaya lo bisa juga ngertiin posisi mereka sekarang 😥👍
Maaf 4 bulan lebih tanpa kabar, akhirnya bisa update. Semoga bisa mengatasi kerinduan kalian dengan keluarga Kenfaro dan Alea yang sedang berhuru-hara ini 😭😭
Votmen jangan lupa ya readersku tercinta ❤❤
3 Januari 2023
KAMU SEDANG MEMBACA
Different [Alea & Kenfaro]
Teen FictionSEQUEL DARI KAFGANARETA Mencari sebuah kata sempurna tak akan pernah ada tapi Alea berharap setidaknya keluarga yang ia miliki mendekati kata sempurna. Sumber cover: piterest [High Rank] #2 - bestseller (06-08-2024) [PLEASE DON'T COPY MY STORY]