"Ma, mama kalau pusing mending istirahat dulu. Mama pucet banget loh, jangan dipaksain. Alea yakin Bang Ken pasti pulang kok," ucap Alea hendak menangis rasanya. Saat ini Papanya tak pulang ke rumah akibat pertengkaran kemarin. Mamanya juga sedang drop saat ini, mungkin karena kurang tidur atau bahkan Mamanya sama sekali belum makan.
"Ma, mama laper? Alea ambilin makanan ya?" tanya Alea lagi. Areta hanya diam sedaritadi, tatapannya kosong ia juga tak menggubris perkataan Alea.
"Atau Alea pesenin makanan aja, Mama mau makan apa?" tanya Alea lagi, ia akan terus berusaha sampai Mamanya merespon ucapannya.
"Bisa-bisa kamu tanya Mama mau makan apa?!" Alea terkejut mendengar respon sinis dan sedikit membentak dari Mamanya. "Kamu pikir nggak, Abang kamu udah makan apa belum? Dia tidur nyenyak apa nggak?!" lanjut Areta masih dengan nada membentak.
"Alea begini, karena Alea nggak mau Mama sakit," ucapnya pelan, air mata yang sedaritadi ia tahan keluar tanpa permisi.
"Nggak perlu pake nangis!" kesal Areta bertambah pusing saat menatap anak bungsunya menangis.
"Udah sana ke kamar, Mama nggak apa-apa," ucap Areta mulai berjalan kearah dapur, ia hendak membuat teh hangat supaya bisa sedikit meredakan pusing dikepalanya.
"Mama!" teriak Alea sangat terkejut ketika Areta hampir terjatuh. Ia cepat-cepat segera berlari membantu Areta.
"Alea nggak pake nangis! Nanti kamu sakit, ngerti?" Disela-sela pusingnya Areta masih sempat-sempatnya mengomel. "Gimana nggak nangis, Mama sampai kayak gini. Alea telpon Papa ya?" tanya Alea saat ia menuntun Areta untuk duduk di sofa ruang tamu.
"Nggak perlu, jangan sampai Papamu tau ngertikan?"
"Tapi Ma--"
"Nggak Alea! Mama bisa sendiri," tegas Areta.
"Yaudah Alea telpon Om Gavin ya Ma?" tanya Alea lagi. Baru Areta hendak menjawab Alea sudah kembali berucap, "Mama disini sebentar ya, Alea ambil hp dulu buat telpon Om Gavin," ucapnya langsung berlari ke kamarnya tanpa menunggu persetujuan Areta.
"Alea, Om kamu itu lagi repot. Jangan ditelpon!" larang Areta sedikit berteriak. Namun, Alea tak peduli ia tetap menelpon Gavin supaya segera kemari.
"Bentar lagi Om Gavin kesini," ucap Alea dengan teh hangat yang sudah siap diseduh ditangannya.
"Alea ini jam kerja, bisa-bisanya kamu telpon Om Gavin!" kesal Areta tak habis pikir dengan Alea. "Ya, habisnya Alea nggak boleh telpon Papa. Yaudah Alea telpon Om Gavin aja, lagian Om Gavin juga mau kok. Tadi buktinya Alea telpon langsung di-okein bakal kesini," ucap Alea sambil memberikan teh hangat yang telah ia buat pada Areta.
"Ayo ke rumah sakit!" ajak Gavin yang baru saja tiba. Tanpa permisi ia langsung saja mengajak Areta untuk ke rumah sakit.
"Gue cuma demam biasa, nggak usah berlebihan!" kesal Areta kemudian ia mempersilakan Gavin untuk duduk di sebelahnya.
"Suami lo mana?" tanya Gavin menatap seisi rumah yang sangat sepi.
"Mana gue tau," cuek Areta.
"Papa nggak pulang Om," ucap Alea jujur. Areta yang mendengar itu mulai menatap tajam kearah putrinya.
"Kok bisa nggak pulang?" tanya Gavin masih santai.
"Kemarin pas berantem Mama bilang jangan pernah pulang sebelum Bang Ken ketemu," ucap Alea tak memerdulikan tatapan tajam dari Mamanya.
"Re, yaampun gini amat. Seharusnya lo berdua cari Ken bareng-bareng bukannya malah berantem nggak jelas begini!" kesal Gavin.
"Nah--"
KAMU SEDANG MEMBACA
Different [Alea & Kenfaro]
Teen FictionSEQUEL DARI KAFGANARETA Mencari sebuah kata sempurna tak akan pernah ada tapi Alea berharap setidaknya keluarga yang ia miliki mendekati kata sempurna. Sumber cover: piterest [High Rank] #2 - bestseller (06-08-2024) [PLEASE DON'T COPY MY STORY]