19. Lentera Tak Kenal Padam

1.8K 299 7
                                    

"Apa jang memboeatmoe bisa melihat?"

"Tjahaja."

"Dari mana tjahaja itoe berasal?"

"Lentera."

"Kamoe tahoe lentera apa jang tak kenal padam?"

"Tidak. Tidak ada jang abadi."

"Ilmoe. Itoe jang memboeatmoe dapat melihat djika doenia ini dipenoehi kekedjaman. Dari ilmoe, kamoe djoega akan tahu pendjabaran seberapa menderitanja djika kamoe kelak masoek neraka."

-:*:- e d e l w e i s -:*:-

-:*:- e d e l w e i s -:*:-

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

-:*:-


28 Agustus 1939

Bibliotheek.

Kirana berkebaya coklat pudar mengeja kalimat bahasa Belanda yang terpatri antik di pintu kayu. Pintu yang sedari kemarin-kemarin membuatnya penasaran akan isi di dalamnya. Sebenarnya sudah dari lama dirinya tahu pintu ini, namun saat itu ia tak berani membuka tanpa seizin pemilik.

"Artinya ... perpustakaan, bukan?" gumamnya, menoleh ke sekitar seakan takut jikalau ada yang melihat.

Manik indahnya turun menatap gagang pintu, hatinya kian dirundung bimbang. Ia sangat tertarik pada perpustakaan, sudah sangat lama juga tak menyentuh buku barang seincipun sejak tinggal bersama Edwin. Jujur, Kirana rindu membaca. Rindu saat diksi-diksi itu berputar dalam benaknya.

"Maaf jika saya lancang ... " lirihnya, menyentuh gagang itu dan membukanya seberusaha mungkin untuk tidak menimbulkan suara. Tatkala pintu telah terbuka, pupil mata Kirana terpaku pada ruangan kecil penuh rak buku. Tanpa sadar kakinya melangkah masuk dan menutup pintu tak rapat.

Ada sepasang meja dan kursi diujung ruangan, kertas surat kabar dan beberapa berkas berserakan tidak teratur. Debu-debu menempel dan melayang yang dapat siapa saja bersin. Banyak buku tersusun rapi di rak yang menempel pada dinding. Pencahayaan cukup dari ventilasi membuat lensanya menangkap.

Perlahan, Kirana menjejaki lantai ke arah depan. Pusat sorot otaknya tertuju pada buku bersampul oranye yang kontras. Seketika entah kenapa otaknya jadi menyangkut pautkan tentang Belanda.

Dengan lancangnya lagi, Kirana meraih buku itu dan membersihkannya dari debu. Membukanya hingga berlembar-lebar kertas terbuka lebar teruntuk gadis itu.

Hanya buku tulis biasa, yang sudah di garisi kalimat-kalimat tulis tangan. Buku ini, menurutnya tertuju pada mereka yang ingin belajar bahasa kompeni. Ia kembali ke sampul buku, melihat nama pena dan judul buku.

DE TAAL DIE WE GEBRUIKEN

door Eduardo Dijkgraaf

Ia menebak, buku ini dipersembahkan khusus dari Meneer Eduardo untuk Mevrouw Amanda.

EdelweisTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang