22. Bunga Tidur

2K 285 1
                                    

-:*:- e d e l w e i s -:*:-

-:*:- e d e l w e i s -:*:-

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

-:*:-


Air mata merintik dari kedua bola mata yang masih ditutup kelopak. Dalam dasar palung imajinya, gambaran Sartika tengah membelai pipi dirinya sembari menebarkan senyum manis tak terkira. Sangat jelas, sampai ia sendiripun tak bisa berkata-kata. Rindu amat membuncah tiada tara.

Kirana sekuat tenaga membendung air di pelupuk. Jika ini memang mimpi, ia berharap tak akan mau bangun lagi. Relung hatinya meneduh meratapi raut selembut sutra ibunya. Sampai, semua itu tertelan binasa saat suara ledakan timah panas memecah kesadaran Kirana dari alam mimpi.

Mata berairnya perlahan terbuka. Memandang langit-langit atap yang di gantungi lampu mahal. Kirana membuang napas gelisah dari mulutnya. Baru sadar jika ia tengah berbaring di atas sofa empuk.

Ia perlahan bangkit mendudukan diri setelah beberapa detik terkurung lamunan. Menundukan kepala, Kirana berakhir tersenyum getir menyadari tadi hanya bunga tidur belaka. Bualan yang amat menyiksa batinnya. Cepat-cepat gadis itu mengusap kasar setiap jejak yang dilalui air matanya.

Jemarinya meraba telinga saat tiba-tiba merasa macam ada yang mengganjal. Bunga, ia meraihnya hingga melati putih harum yang sebentar lagi layu nampak. Pakaiannya juga masih sama, seingatnya ia tak sengaja tertidur di bawah pohon. Mengapa sekarang jadi pindah kemari?

Kirana menoleh ke arah jam dinding yang sedari tadi berdetak mengisi sunyi. Menatap pada arah jarum jam yang mendukung bahwa langit hampir petang.

-'- -'- -'- -'- -'-

Bahagia bagi Yuda itu sederhana, cukup bisa makan bersama keluarganya macam waktu dulu sebelum tangsi KNIL membunuh ayahnya, dan tangsi PSK membunuh ibunya. Namun sekarang bertambah satu haluan; memandangi bidadari surga di tanah duniawi tersenyum walau seuntai jarum melengkung. Itulah yang sedari tadi yang mata Yuda lakukan.

Ia duduk di kursi penumpang sado samping Kirana yang lagi menghirup udara; macam burung dara pemuram yang baru saja di lepas dari sangkarnya. Dia cantik sekali, entah ada berapa ratus rangkaian diksi puisi yang dapat menggambarkan paras gadis itu.

Setelah sado berhenti, Yuda turun dan turut membantu Kirana lalu membayar sang kusir sebelum pergi.

Rona sore hari amat terpancar hawanya, Yuda menuntun Kirana berjalan santai berdampingan menuju masuk ke taman Wilhelmina. Taman ini penuh dengan pepohonan rindang, terutama pohon kenari.

Taman Wilhelmina dibangun atas prakarsa Gubernur Jenderal Van De Bosch pada tahun 1834. Di sini terdapat sebuah benteng bernama Benteng (Citadel) Prins Federik Hendrik. Orang pribumi biasa menyebutnya dengan 'Gedung Tanah' dan orang Betawi menyebutnya Gedung Tane.

Taman ini juga berfungsi sebagai kebun sayur bagi para opsir Belanda di Batavia. Sejumlah jembatan yang menghubungkan dua tepi sungai Ciliwung juga dibangun di dalamnya.

EdelweisTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang