-:*:- e d e l w e i s -:*:-
-:*:-
18 Desember 1945Onggok-onggokan awan melintas macam tersapu angin di langit biru sana. Permadani dandelion yang cantik terhampar begitu luas sejauh mata memandang. Panorama yang tersuguhkan secara sempurna membuat Kirana hanya bisa bisu dan tersenyum tipis. Dengan sepasang kakinya, berdiri di tengah permadani kuning itu. Dress putih pucatnya sesekali terkibar bersama surai begitu mempesona.
Kirana tidak tahu apakah Australia memiliki ladang bunga dandelion macam ini. Ia juga tidak tahu mengapa ia ada di sini, tiba-tiba saja berdiri di sini. Seharusnya dirinya tadi membacakan dongeng untuk anaknya, bukan berada di tempat antah berantah ini.
Perempuan itu tetiba teringat pada koran yang sudah di cetak banyak beberapa waktu lalu, mengabarkan berita bahwa Indonesia yang dulunya Hindia telah merdeka setelah sekian tahun terjajah. Di susul dengan berita dari BBC bahwa perang dunia yang banyak memakan korban tak berdosa telah berakhir.
Euforia meledak-ledak dalam selipan dada. Kirana meneteskan air mata terharu. Ia tidak bisa membayangkan keempat temannya di sana bersama rakyat bersuka cita, menghirup udara pengbebasan. Doanya, doa mereka, Tuhan kabulkan dengan baik hati.
Meski belum semua negara mengakui kemerdekaan Indonesia, Kirana yakin pada hakikatnya Indonesia tetap merdeka. Ibu pertiwi tak lagi menumpahkan tangis penderitaan, melainkan senyum penuh keharuan.
"Penderitaan mereka berakhir," lirih Kirana dengan suara rapuhnya. Entah sudah berapa lama ia berdiri di sini, langit menyemburkan jingga. Matahari tampak melambaikan tangan menyambut malam.
"Dan penderitaanmu juga akan berakhir, my dandelion."
Sontak Kirana mengusap habis air matanya tatkala mendengar suara bariton yang ia kenali berbisik halus di telinganya. Kepalanya menoleh ke segala arah, namun ia tidak menemukan siapapun di sini selain dirinya.
Tiba-tiba para kelopak dandelion itu berubah memutih. Tampak sangat rapuh saat angin menyapu dan menerbangkan bebas mereka semua. Berlayar di udara, hingga jatuh di tempat berbeda. Menjadi benih untuk kehidupan yang baru.
Dalam keterkejutan itu, Kirana merasakan sebuah tangan besar melingkari pinggangnya dari belakang. Sebuah dada bidang menempel pada punggungnya, dan aroma pinus tercium halus begitu menenangkan. Dan suara itu berbisik lagi, "Aku merindukanmu."
-'- -'- -'- -'- -'-
Jantungnya berdebar sangat kencang. Kirana perlahan membuka sayu matanya yang memerah berair. Jendela yang masih tertutup tirai, dan ranjang empuk tempat badanya terjelampah. Ia merasa tidur terlampau nyenyak hingga berkas cahaya tampak timbul dari celah tirai.
Hanya mimpi, delusi dari gambaran renjana yang begitu besarnya. Kirana menggosok kedua bola matanya dan hampir mengabaikan sesuatu di perutnya melingkar dari belakang.
KAMU SEDANG MEMBACA
Edelweis
Fiction HistoriqueFlowers are the music of the land. From the lips of the earth spoken without a sound. Then I know that happiness is simple. - Persephone; goddess of spring, queen of the underworld. I am your home. Don't go too far, or you'll get lost. - Hades; god...