21. Afsun Nona Persephone

1.9K 286 3
                                    

-:*:- e d e l w e i s -:*:-

-:*:- e d e l w e i s -:*:-

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

-:*:-

7 Januari 1940

Edwin, ik hoop nog steeds dat je thuiskomt. Kerst vieren we samen zoals vroeger. Ik mis je heel erg. Vergeet niet voor je gezondheid te zorgen, ik wil niet dat je net als vorig jaar ziek wordt. Ik bid altijd tot God dat je terugkomt, maar tot nu toe heeft God misschien niet willen antwoorden.

Kom naar huis, schat. Ik wacht op je.

- Chrysantha Dijkgraaf
21-12-1939

(Edwin, Ibu masih berharap kau pulang. Kita rayakan natal bersama-sama seperti dulu. Aku sangat merindukanmu. Jangan lupa jaga kesehatan, aku tidak mau kau sakit seperti tahun lalu. Aku selalu berdoa pada Tuhan supaya kau kembali, tapi sampai saat ini mungkin Tuhan belum mau mengabulkannya.

Pulanglah, sayang. Aku menunggumu.

- Chrysanta Dijkgraaf
21-12-1939)

Setitik buliran dari pelupuk jatuh terserap pada serat kertas kecokelatan. Kalbunya terguncang amat sendu membaca untaian kalimat pendek yang tersirat ribuan makna.

Sadar kelemahannya tersingkap, Edwin mengusap kasar air di pipi. Nampak ketara lingkaran matanya memerah sebab sedari tadi sekuat tenaga menahan tangis.

Dirinya laki-laki terlebih perwira yang menyandang gelar Sersan, tak sepantasnya menangis lemah macam ini. Akan jadi apa nanti namanya dikalangan serdadu KNIL?! Memalukan!

Tapi nuraninya tak bisa mengelak untuk meruntuhkan semua isaknya, meski ia menangis hanya pada batin--tak secara nyata.

Edwin memang tampak sekali apatisnya dilihat dari dia yang tak pernah membalas semua surat-surat dari sang ibu, jangan salah, ia selalu menulis surat balasan; namun tidak pernah mengirimnya. Hanya menulis, tidak mengirim.

Tetiba Edwin teringat lagi akan bunga tidurnya bulan lalu. Terasa sangat nyata, ada yang menyentuh punggungnya, macam Chrysanta. Membuat dirinya dirundung kebingungan, hanya sekedar mimpi ... atau memang benar adanya? Namun Edwin ingat jelas jika hidungnya menghirup aroma lavender khas Chrysanta sekali.

Pria itu menghela napas lelah. "Gewoon hallucinaties. Ja, gewoon een hallucinatie," (Hanya halusinasi. Ya, hanya halusinasi) tegasnya menekankan pada logika.

Setelah sekian menit perdetik, Edwin bangkit dari ranjang menuju sepasang meja dan kursi. Ia duduk sembari meletakan surat di jemari ke atas permukaan meja. Merobek sehelai kertas dan meraih pena jarum.

Edwin terdiam, menggantungkan tangannya yang siap menulis. Ia bimbang. Membalas, membiarkannya, atau melakukan hal yang sama seperti sebelum-sebelumnya?

"Arghh!" geramnya frustasi membanting semua yang ada di meja. Kacau, Edwin menunduk meremat rambut legamnya dengan kedua tangan.

"Moeder ... "

EdelweisTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang