36. Dai Nippon

1.7K 240 6
                                    

-:*:- e d e l w e i s -:*:-

-:*:- e d e l w e i s -:*:-

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

-:*:-

Berita resmi penyerahan Hindia Belanda kepada Jepang di Lapangan Udara Kalijati tersiar dari corong NIROM pada Senin, 9 Maret 1942. Sehari sebelumnya, di tepian jalan utama Kota Bandung tampak banyak kemeja resmi para perwira yang dibuang begitu saja, lengkap dengan emblem dan tanda jasa mereka.

Pada 8-9 Maret 1942 Gubernur Jenderal Hindia Belanda Tjarda van Starkenborgh, Panglima Perang Jenderal Ter Poorten dan Panglima Perang Jepang Jenderal Imamura bertemu di Kalijati Subang untuk menandatangani kapitulasi Belanda kepada Jepang.

Penandatangan Kapitulasi tersebut menandai perubahan pemerintahan jajahan dari Belanda ke Jepang.

Pemerintah Jepang memanfaatkan data-data intelijen untuk merancang propaganda yang dapat menarik simpati rakyat Indonesia. Kultur lokal yang mengaitkan seluruh peristiwa sebagai akibat hal-hal yang berbau metafisis dipahami benar oleh Jepang, misalnya mengenai ramalan Joyoboyo tentang datangnya bangsa berkulit kuning yang akan mengusir bangsa kulit putih.

Propaganda yang disampaikan yaitu menyatakan bahwa Jepang sebagai saudara tua bangsa Indonesia yang memiliki keinginan untuk membuat kawasan persemakmuran di wilayah Asia Pasifik, untuk itu dilahirkan Gerakan 3A. Jepang Cahaya Asia, Jepang Pelindung Asia, Jepang Pemimpin Asia.

Sejak kedatangan bangsa dari tanah matahari terbit itu, kecemasan warga Bandoeng menipis berubah menjadi bahagia. Mereka berbalik menyambut para rombongan Jepang dengan bendera merah putih dan rising sun yang di sandingkan setara di antara jari jemari mereka. Mengibarkannya dan meneriakan selamat datang.

Namun kejadian itu hanya membuat Dian terdiam. Ia memang percaya pada ramalan nenek moyangnya, tapi Dian tidak tahu apa kelanjutan dari ramalan itu setelah bangsa kulit kuning datang. Merdeka atau lebih mengenaskan.

Di sepanjang jalan pusat kota yang dijuluki Parjis Van Java, banyak tempelan-tempelan propaganda. Dengan wajah pucatnya, Dian tidak bereaksi berlebih, rautnya hanya ada sayu. Tidak ada rasa puas, bebas, ataupun riang dibalik dadanya yang hampa. Kakinya yang polos berjalan di trotoar yang lembab sambil menggenggam beberapa koin gulden. Pribumi banyak melewati jalan ini. Beberapa ada yang menyapanya meski tak saling mengenal.

"Hei, nona. Tersenyumlah, para londo itu sudah lari terbirit-birit!" Dian menatap lurus ke depan tanpa peduli dengan gelak tawa si gila itu. Ia Dian hanya fokus dengan tujuannya untuk membelikan Ahmad obat pereda nyeri sehabis kakinya tertimpa reruntuhan.

-'- -'- -'- -'- -'-

Jepang perlahan melepaskan topeng kamuflasenya yang penuh tipu muslihat. Seusai dengan begitu mudahnya pribumi-pribumi itu menyoraki Jepang sebagai pahlawan. Mereka melarang semboyan Nusantara dan menggantinya dengan unsur-unsur Jepang. Radio pun disegel agar rakyat hanya bisa mendengarkan siaran berita resmi dari Jepang.

EdelweisTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang