18. Hades the Ruler of the Underworld

2.3K 361 11
                                    

-:*:- e d e l w e i s -:*:-

-:*:- e d e l w e i s -:*:-

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

-:*:-


Perkataan Edwin benar, pria itu tak Kirana lihat lagi batang hidungnya seusai berkalimat akan pergi. Saban harinya, pagi selalu disabut dengan cuaca lebih baik dari sebelumnya. Akan ada waktunya cahaya menyelip redum, meski tahu nantinya akan kembali lengser. Namun setidaknya, perihal itu membuatnya semakin bijak menjamah waktu tiap persekonnya sebelum sang gulita kembali.

Dengan waktu perginya Edwin, selama itulah dia terbebas dari pekerjaan babu yang dibuat berat berton-ton oleh sang majikan. Seumur-umur, Edwin adalah londo yang paling menyebalkan melebihi majikannya dulu. Maka, kepergian sang Tuan yang meski hanya sementara membuat dirinya terserang harsa tiada tara. Sebagaimana, Kirana hanya remaja 19 tahun yang masih menginginkan kebebasan dibanding belenggu pekerjaan.

Kirana keluar dari dalam rumah pada hari di mana bisa ia pastikan sang Tuan suramnya akan kembali. Hanya helaan napas yang bisa ia keluarkan, mencoba menyiapkan mental untuk menghadapi segala tingkah pria Belanda itu.

Ia berjongkok di hadapan tiga anjing yang tengah memporak-porandakan daging dalam baskom dengan berani dalam pengawasan jongos; yang memang sudah ditugaskan untuk menjaga peliharaan. Tangannya bahkan sudah ada nyali sejak jauh-jauh hari sekedar memberi belaian.

Saat salah satu dari mereka menengadah, Kirana mengusap rahang anjing satu itu. Agaknya dia nampak nyaman. Tersenyum, masih. Sampai tiba-tiba satu anjing itu membuat Kirana menjerit tertahan lantaran telunjuknya tergigit. Perih. Melihat telunjuk mengeluarkan cairan semerah mawar.

"Nyai! Sebentar, saya panggilkan Mbok Sari dulu." Si jongos lantas khawatir setelah terkejut dan langsung menjauhkan tiga anjing itu dari Nyai.

"Tidak perlu!" tahannya sebelum jongos itu bertindak.

"Tap-"

Tin tin tin

Suara klakson mobil memotong paksa dialog mereka, Kirana bangkit dan cepat-cepat membuka lebar gerbang tanpa menghiraukan luka yang menetes merah. Mobil Edwin masuk, tapi bukan sang Tuan yang mengendarainya.

Seorang perwira Belanda asing keluar hingga dahi gadis itu mengerut tatkala dia memapah Edwin keluar dari dalam kursi penumpang. Jongos tadi yang melihat majikannya sedang tak baik terikut membantu memapah masuk ke dalam rumah. Edwin pulang dengan lilitan perban di bagian perut, menggunakan mantel diluaran guna menggantikan pakaian. Sementara Kirana yang tadi sempat-sempatnya mematung, kini mulai mengikuti mereka masuk.

Mereka membawa Edwin yang menahan pesakitan menuju kamarnya. Berhenti di depan lawang pintu, pria asing yang membawa Edwin keluar setelah berbicara sesuatu pada sang Sersan dengan bahasa Belanda; diikuti jongos yang juga keluar.

"Saya Josien," ujarnya tersenyum pada Kirana yang menengang, sedikit rasa khawatir terpatri. "Teman Sersan Dijkgraaf."

"Ya ... saya Kirana," cicit gadis itu. "Apa yang terjadi?" Seraya melirik Edwin yang masih sadar dalam keadaan lemah terjelampah di ranjang. Ketara sekali dia memalingkan wajah saat tahu sang babu memandangnya agak lirih.

EdelweisTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang