17. Darah Mawar Dalam Cangkir

1.8K 295 14
                                    

-:*:- e d e l w e i s -:*:-

-:*:- e d e l w e i s -:*:-

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

-:*:-

Ketakutannya pada tiga anjing menyeramkan milik sang Tuan perlahan luntur saat tahu ketika Kirana mengusap tubuh mereka dengan tangannya, mereka seakan jinak.

Seminggu telah gadis itu gembara mengurus mereka, dan itu lantas membuat Edwin mendatar tak puas sebab rasa takut Kirana mulai hirap; sekaligus mengurangi kadar kegemasannya. Gadis itu malah lebih sering tersenyum hingga Edwin harus menanggung panas dingin setiap saat mengintip.

Tahu bahwa sang Tuan agaknya masih menyimpan dendam tanpa sebab, Kirana frustasi harus bagaimana lagi. Apakah bunga di belakang kediamannya seberpengaruh itu pada perubahan sikapnya?

Brukk

"Cuci ulang! Kurang harum." Pria jangkung itu lantas melenggang pergi tanpa dosa seusai membanting ember penuh pakaian pada Kirana yang lagi mencuci piring.

Matanya memejam sebal, menyeret kasar karbon dioksida dari paru-paru guna dibuang. "Cobaan apalagi ini, ya Tuhan?" lirihnya membuka kelopak. Masih ia ingat, baru saja kemarin pakaian-pakaian dengan harga melambung itu kering. Mau diapakan lagi ini?

Terpaksa dengan setengah hati, Kirana cepat-cepat mengakhiri cucian piring dan beralih pada pakaian sang Tuan. Diciumnya kain-kain mahal bersih itu, terciumlah aroma pinus yang masih harum.

Apa dia gila? Hidungnya bermasalah kah?

Demi apapun Kirana lelah sekarang. Namun dirinya tak punya opsi lain, ia terpaksa kerjakan apa yang telah si Tuan Terhormat itu perintah sesuka hati. Biarlah Edwin rugi dengan sendirinya sebab pakaian mahalnya ini rusak sebab terlalu sering di cuci; bahkan sebelum sempat dikotorkan atau dipakai.

Seusai mencuci dan menjemur kembali dengan tak bersuka hati, Kirana baru saja duduk di kursi panjang pekarangan sembari mengelap peluh. Ia bersumpah, lebih baik jika sang Tuan tidak ada di rumah dan lebih memilih mendekam di Barak berminggu-minggu lamanya.

Disadari, tiba-tiba Yuda mendatangi mengambil posisi duduk tepat di sebelah. Menyodorkan segelas air putih pada Kirana yang nampak sekali tengah dirundung lelah.

Melihat itu, dia lantas menerima dengan senang hati dan tak lupa mengucapkan rasa terimakasih serta senyuman tipis semanis gula Jawa. Senyuman Kirana memang memiliki ciri khas tersendiri yang membuat pria mana saja tak bisa mengelak, termasuk Yuda.

"Kalau Meneer nyuruh ini-itu lagi, jangan sungkan minta bantuan Yuda."

"Iya, Kangmas. Dari awal Kirana ndak kepikiran. Takut merepotkan juga, tidak enak jadinya."

Yuda tersenyum sembari menoleh menatap paras jelita gadis ini. Justru itu, aku malah senangnya begitu.

"Tidak ada yang merepotkan, namanya juga membantu sesama. Apa salahnya?"

EdelweisTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang