Flowers are the music of the land. From the lips of the earth spoken without a sound. Then I know that happiness is simple. - Persephone; goddess of spring, queen of the underworld.
I am your home. Don't go too far, or you'll get lost. - Hades; god...
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
-:*:-
Setelah menyajikan hidangan untuk sarapan, Kirana duduk di kursi meja makan. Kini, orang yang menyinggahi meja persegi panjang dengan dua kursi di masing-masing sisinya bertambah, membuat satu kursi kosong di sebelah Eduardo terisi. Semua kegiatan Kirana tak luput dari mata elang Edwin, membuat perempuan itu bergerak sedikit kaku. Sementara Eduardo tampak apatis dan Amanda hanya bisa tersenyum tipis.
Tak ada pembicaraan selepas itu. Mereka sarapan dengan tenang tanpa sepatah katapun keluar. Meski demikian, Kirana merasakan keganjalan dihatinya. Ia tak tahan ingin mengajukan pertanyaan pada mereka terlebih pada Edwin: yang bisa tiba-tiba ada di kamarnya tanpa aba. Dirinya masih merasa aneh, masih merasa ia belum terbangun dari mimpinya.
Kemudian setelah piring mereka kosong. Amanda beranjak dari kursi di samping Kirana sambil tersenyum menggandeng suaminya untuk beranjak pergi. Lalu ia tersenyum pamit pada Kirana dan Edwin. "Berbincanglah kalian berdua, kami pamit." Dan mereka pergi dari pandangan Edwin dan Kirana.
Perempuan dengan dress putih yang sudah menjadi kesukaannya itu menunduk canggung tatkala merasakan pandangan Edwin bergulir padanya. Jantungnya kembali berdetak kencang saat derit kursi terdorong beberapa senti ke belakang terdengar. Kemudian di susul suara ketukan pantofel.
Kirana menelan salivanya dengan hati-hati menyadari Edwin berpindah tempat duduk: dari depan beralih ke tempat di sampingnya. Edwin membuatnya terkejut lantaran tiba-tiba menarik kaki kursi Kirana agar mendekat padanya. Tak berhenti di situ, sang Sersan mengangkat dagu Kirana, agar mata indah itu hanya menatap ke arahnya. Tatapan Edwin melembut.
"Tanyakan. Tanyakan semua padaku, aku akan menjawabnya," seru Edwin memecah kecanggungan. Pernyataanya seolah bisa membaca pikiran Kirana yang dikelilingi kegundahan.
"Apakah aku masih bermimpi?" tanya Kirana ragu dengan susah payah mengeluarkan suara.
Hal itu lantas membuat Edwin terkekeh kecil dan menjauhkan tangannya dari dagu perempuan itu. "Apa yang harus aku lakukan agar kamu percaya bahwa ini bukan mimpi? Haruskah aku menciummu agar kamu sadar, Kirana?" Pada kalimat akhir, Edwin sedikit mendekatkan wajahnya pada Kirana dengan nada dan raut menggoda. Namun hal itu sontak membuat ia spontan mendorong bahu Edwin menjauh.
Perempuan itu menatap tidak percaya pada sang Sersan. Apa yang terjadi dengan otaknya sampai sikapnya itu bisa berubah sembilanpuluh derajat? Kenapa sikap Edwin malah semakin menyebalkan? Hal itu membuat keraguan dalam dirinya semakin menebal.
Keheningan kembali memakan waktu sia-sia. Kirana terdiam bersama senandika batinnya sendiri. Matanya menyorot ke bawah sambil sedikit menukikan alis, jelas menggambarkan bahwa dirinya sedang berpikir keras.
Sementara Edwin yang sedari tadi mengamati Persephone-nya dengan amat intens, tersenyum sangat-sangat kecil. Kornea mata pria itu tak bosan menandang tiap pahatan lekuk wajah yang begitu surgawi. Ia tidak pernah menyangka jika Kirana dapat secantik ini setelah sekian lama tidak bertemu.