PART 4 : Mengunjungi Kafe Diatmika

108 31 77
                                    

Heera baru saja tiba di kafe, jam tujuh pagi, dilihatnya, restoran seblak di sampingnya sudah buka dan ada orang yang berkunjung ke sana. Heera menatap kesal restoran tersebut. "Buka jam berapa, sih? Itu pagi-pagi udah makan seblak aja, emang nggak takut sakit perut apa? Kan, pedes pasti," pikir Heera.

Heera mengembuskan napasnya dengan kasar. "Ah, sudahlah. Aku mau buka kafe dulu. Ngelihat restoran tetangga bikin naik darah aja!" Heera bergegas masuk ke dalam kafe.

Heera mulai membersihkan lantai dengan sapu. Memang dirinya tidak memiliki pegawai karena kafenya yang kecil. Ia hanya dibantu oleh adiknya, Gibran, tetapi pemuda itu sedang kuliah, nanti sore pemuda itu akan membantunya.

Setelah membersihkan lantai, Heera mulai mengepel lantai. Ia mengepel sembari menyalakan musik dari ponselnya yang terhubung dengan kabel headset.

Usai membersihkan kafe, Heera mulai menyiapkan bahan-bahan yang harus dipersiapkan untuk membuat minuman boba.

Dari kaca kafe, Heera melihat restoran Darrel sudah sangat begitu ramai. Ia iri menatapnya. Apakah Heera harus menambahkan menu makanan supaya kafenya bisa ramai?

"Ada apa yang membuat restoran si batu berjalan itu ramai banget? Aku penasaran banget. Apakah dia punya menu yang sangat menarik? Atau masakannya? Atau yang punya tampan?" Heera segera menggelengkan kepalanya.

"Oh, tidak! Bicara apa kamu, sih? Emang dia tampan? Jelek!" umpat Heera.

"Iya, dia jelek! Nggak ada tampannya sama sekali! Ingat, Heera, dia saingan bisnis kamu, kamu nggak boleh jatuh cinta sama batu berjalan itu!" gerutu Heera kesal.

Sementara, di restoran seblak, Darrel tengah menatap buku menu yang ada. Ia berinisiatif untuk menambahkan menu lagi. "Harus aku tambah lagi sepertinya supaya restoranku makin ramai," gumam Darrel.

Darrel melangkahkan kedua kakinya ke dapur. Ia menimang beberapa bahan makanan yang ada. Resep baru apakah ya g harus disajikan di restorannya?

Tiba-tiba saja terdengar suara panggilan dari ponselnya. Terpampang nama "Dareen Aileen". Darrel mendengkus kesal. Rahangnya mengeras, melihat nama itu di ponselnya. Darrel terpaksa menarik tombol hijau, lalu meletakkan ponsel itu di telinganya.

"Halo."

"Lo di mana?" tanya seseorang dari seberang.

"Bukan urusan lo, bodoh!" umpat Darrel kesal.

"Berani lo mengumpati gue? Gue juga malas telepon lo. Nanti orang tua kita pulang. Jam enam sore lo harus datang ke rumah! Gue Cuma mau bilang itu!"

Darrel terkekeh. "Ngapain gue pulang? Gue bukan anggota keluarga kalian! Waktu gue koma, kemana kalian semua, hah? Ada yang temenin gue?" Darrel menggeleng. "Nggak ada! Bilang sama mereka, gue nggak akan datang, titik! Gue sibuk!" ketus Darrel, lalu segera mematikan ponselnya.

Darrel mengembuskan napasnya dengan kasar. Ia selalu darah tinggi setiap menghadapi saudara kembarnya dan kedua orang tuanya. Tiba-tiba Darrel menyentuh dadanya bagian kiri. "Capek banget gue sama mereka. Udahlah, nggak usah datang. Mereka kan, nggak peduli lagi sama gue. Mending gue ke kafe sebelah buat cari inspirasi," gumamnya, lalu terkekeh.

Lelaki tampan itu keluar dari restoran, kemudian berjalan, menuju kafe boba yang bersebelahan dengan restorannya.

Pintu kafe tersebut terbuat dari kaca yang bening dan terlihat sangat bersih. Darrel membuka pintu dari kaca itu.

Kafe kecil bernuansa serba boneka beruang. Dinding yang penuh banyak gambar kartun boneka beruang berwarna putih karena dinding kafe tersebut berwarna cat hitam. Beberapa hiasan boneka beruang terpampang di bagian kasir. Di kafe bernama "Diatmika Cafe", memiliki meja yang terbuat dari kayu jati dengan hiasan vas bunga di bagian tengah bunga mawar merah. Ada juga tempelan boneka beruang kecil berwarna cokelat.

Kursi di kafe tersebut menggunakan kursi sofa yang berwarna cokelat. Di bagian dinding, juga ada beberapa hiasan boneka boba yang lembut.

Kedua netra Darrel menatap sekitar. Ia mencari sosok perempuan yang menjadi pemilik kafe adalah saingannya. Ia senang sekali mengganggu perempuan itu.

"Halo! Halo-halo!" teriak Darrel supaya pemilik kafe keluar dari dalam.

Heera yang tengah menutup termos es, mendengkus kesal. Ia sudah tahu siapa yang sudah memanggil dirinya. Heera memukul tutup termos esnya. "Mau apa lagi batu berjalan itu? Mau ngajak perang lagi? Sialan!" umpat Heera sangat kesal.

Perempuan berambut berkucir satu itu keluar dari dalam. Ia menghampiri sosok lelaki yang duduk santai di bangku sofa paling ujung nomor sepuluh. Heera berkacak pinggang, menatap netra Darrel dengan sangat tajam. "Ngapain ke sini? Bukannya restoran Anda sangat ramai?" tanya Heera dengan nada ketus.

Darrel melengkungkan bibirnya di depan Heera. Matanya menatap penuh binar mata indah yang dimiliki Heera. "Mau berkunjung nggak boleh?" tanya Darrel dengan nada santai.

Heera menggeleng. "Nggak boleh! Batu berjalan dilarang memasuki kawasan kafe Diatmika!" peringat Heera dengan nada tajam.

Darrel terbahak-bahak. "Ada banner-nya kalau Darrel Aileen yang tampan ini nggak boleh masuk ke kafe manis ini?" tanya Darrel, lalu mengedipkan sebelah matanya, membuat Heera bergidik ngeri.

Heera memukul pundak Darrel, membuat Darrel meringis. "Jangan mata keranjang! Saya nggak suka! Hentikan tatapan Anda!" peringat Heera.

Tiba-tiba saja Darrel membuka menu yang ada di kafe boba milik Heera. "Saya mau lihat menunya, apakah menunya membosankan sampai pembeli di sini tidak ada?"

Kedua netranya menatap gambar-gambar di dalam buku menu tersebut beserta namanya. "Choco hazelnut rasa sayang, Choco oreo rasa cinta," ujar Darrel, membuat Heera mengerutkan keningnya.

"Anda mau tahu rasa boba di sini?" tanya Heera yang begitu percaya diri.

Darrel menggeleng. "Terlalu lebay, menu Anda. Mungkin sepi karena manusia pada sedang patah hati," ujar Darrel, membuat Heera memukul lengan Darrel.

"Emang semua orang patah hati menurut Anda, begitu?" tanya Heera dengan nada kesal.

Darrel menatap Heera yang menatap tajam dirinya. "Ya, bisa aja, kan."

Heera mengangkat sebelah alisnya. "Terus menu yang laris menurut Anda apa? Bisa Anda memberikan saran kepada saya?" tanya Heera dengan nada ketus.

Darrel dengan polos menggeleng. "Pikirkan saja sendiri. Anda berani berbisnis, harus bisa berpikir bagaimana caranya membuat usaha Anda ramai. Jangan malah iri dengan usaha orang lain dan Anda malah menuduh saya pakai guna-guna. Mereka banyak di restoran saya karena makanan saya yang menarik dan enak. Anda harus bisa mencari cara. Saya tidak bisa memberitahu, nanti saya kesaing," jelas Darrel, membuat Heera mendengkus kesal.

"Dasar pelit!"

Darrel tertawa kecil. "Saya mau balik ke restoran lagi. Pikirkan manu apa yang menarik. Oh, ya, satu lagi, jangan pakai dekorasi boneka. Kayak anak kecil banget. Ini mah, yang mampir anak-anak. Orang dewasa mana mau apa lagi betah," ujar Darrel, lalu meninggalkan Heera.

Heera menatap buku menunya. Apakah aku harus mengubah nama menunya, ya?








Happy Reading. See you next part. ☺️

Mbak Boba & Mas Seblak [SELESAI]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang