PART 5 : Alasan Oliver Meninggalkan Heera

105 34 97
                                    


Heera tengah meletakkan empat gelas plastik berisi minuman boba rasa choco caramello rasa rindu, matcha rasa mencintaimu selamanya, rasa red velvet cinta sampai mati, dan rasa tiramisu rasa butuh belaian. Memang menu minuman boba di kafe Diatmika memiliki nama-nama dari istilah cinta karena Heera masih sangat mencintai Oliver, walau Oliver sudah lama meninggalkan dirinya.

“Totalnya tiga puluh dua ribu, Kak,” ujar Heera sembari memberikan pesanan boba kepada seorang mahasiswa berkacamata. Pemuda itu memberikan selembar berwarna hijau, selembar berwarna ungu, dan selembar berwarna abu-abu kepada Heera. Heera melengkungkan bibirnya, di depan pemuda itu, lalu menerima uangnya.

“Terima kasih, selamat datang kembali, Kak,” ujar Heera begitu ramah.

Setelah pembeli pergi dari kafenya, Heera duduk di kasir, menatap menu-menu minuman boba yang dibuatnya sendiri. Semua nama-nama menunya tentang cinta, dahulu adiknya Gibran, waktu awal buka kafe mengatakan bahwa nama-nama menunya terlalu berlebihan dalam cinta. Ya, memang Heera sengaja karena dirinya saat ini masih sangat mencintai Oliver. Ia ingin mengenang semua itu lewat menu bobanya. Tidak salah jika Darrel mengatakan bahwa nama-nama menunya memang sangat berlebihan.

Heera kembali memikirkan Oliver, kekasihnya yang sudah tiada.

Seorang perempuan berambut lurus, mengenakan gaun putih panjang yang elegan, berjalan, menuruni anak tangga. Ia menghampiri sosok lelaki yang menggunakan jas putih. Bagi para tamu, mereka sangat serasi dan adalah pasangan yang pas sekali.

Heera sudah berdiri di depan Oliver, memasang senyuman di depan sang kekasih. Oliver membalas senyuman balik kepada Heera. Lelaki itu menyelipkan anak rambut Heera di belakang telinganya.

“Karena pasangannya sudah tiba, mari kita langsungkan acara tukar cincin. Silakan Kak Oliver, pasangkan cincin di jemari Kakak. Kakak, nanti pasangkan cincin di jemari Kak Oliver,” ujar Gibran.

Oliver mulai membuka kotak berwarna merah, lalu mengambil sebuah cincin perak dari kotak tersebut. Lelaki itu menatap Heera penuh binar, lalu mulai memasukkan cincin ke dalam jari manis Heera.

Saat Oliver tengah memasangkan cincin di jari manis Heera, tiba-tiba Heera melihat kedua lubang hidung mancung Oliver mengeluarkan darah, Heera membulatkan matanya dengan sempurna. “Sayang, hidung kamu berdarah!” pekik Heera, membuat Oliver mengusapnya dengan tangannya, tiba-tiba saja cincin yang hendak dipasangkan terjatuh di lantai, bersamaan tubuh Oliver ambruk di lantai. Lelaki itu mulai memejamkan matanya dengan sempurna.

Heera terbelalak, lalu berjongkok di samping tubuh Oliver. Ia mengguncang-guncangkan tubuh Oliver. “Sayang, Oliver, bangun!” teriak Heera. Semua yang hadir turut panik, melihat Oliver tidak sadarkan diri.

Gibran menghampiri kakaknya, ia membantu kakaknya untuk membangunkan calon kakak iparnya. “Kak Oliver, bangun, Kak!”

Gibran segera meminta bantuan teman Oliver untuk mengangkat tubuh Oliver. Mereka akan segera pergi ke rumah sakit.

Beberapa menit kemudian, mereka sudah tiba di rumah sakit. Oliver dilarikan ke ruangan UGD untuk diperiksa dan ditangani oleh dokter. Heera menunggu di luar dengan Gibran dan dua orang sahabat Oliver.

Akhirnya dokter keluar dari ruangan UGD. “Pasien harus melakukan pemeriksaan lebih lanjut. Ada sesuatu yang mengganjal padanya,” jelas dokter, membuat Heera dan yang lainnya terkejut. Mereka berharap, semoga Oliver baik-baik saja. Tidak terjadi sesuatu yang tidak diinginkan.

“Nanti kami akan melakukan pemeriksaan setelah pasien sadar,” lanjut dokter.

“Apakah kami bisa menemuinya?” tanya Heera.

Mbak Boba & Mas Seblak [SELESAI]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang