PART 14 : Percobaan Aplikasi Perjodohan

83 21 76
                                    


Pagi hari, Heera tengah duduk di depan kasir, menatap foto tunangannya dari ponsel miliknya. Raut wajahnya begitu sendu, menatap foto tersebut. Gibran menghela napas, melihat Heera masih belum bisa mengikhlaskan kepergian Oliver.

“Kak, mau sampai kapan, sih, meratapi foto Kak Oliver? Kakak nggak lelah galau terus?” tanya Gibran.

“Gib, nggak ada yang bisa gantiin posisi Oliver di hati Kakak,” jawab Heera yang masih menatap lurus ke arah ponselnya.

“Kakak mau melajang seumur hidup?” tanya Gibran begitu penasaran dengan jawab kakaknya.

Heera mengangguk. “Iya. Karena Oliver nggak ada. Kakak mencintai Oliver sampai akhir hayat Kakak,” sahut Heera, membuat Gibran kembali menghela napas.

“Kakak yakin tahan selamanya begitu? Kak, kenapa Kakak nggak coba buka hati? Kakak cantik, pintar, siapa yang nggak suka sama Kakak? Kakak pasti bisa dapatkan pacar kalau Kakak mau membuka hati,” saran Gibran.

Heera menggeleng. “Kakak nggak mau buka hati lagi. Pelabuhan terakhir Kakak itu Oliver. Nggak ada laki-laki lain yang bisa menempati hati Kakak selain Oliver. Nggak ada manusia sebaik Oliver. Kakak lebih naik tidak pernah menikah, Gibran,” tolak Heera.

“Sudahlah. Aku mau layani pembeli yang baru datang. Aku lelah memberitahu Kakak.” Gibran segera menghampiri pembeli yang baru saja duduk di kursi nomor lima belas.

***

Darrel tengah merenung di ruangan kerjanya. Ia menatap dengan nanar sebuah foto mantan kekasihnya, Ayudia Anindita yang sudah membuatnya sangat sakit hati. “Sejak kamu mengkhianati cinta kita, dan aku berakhir celaka, aku membenci yang namanya cinta. Aku tidak ingin membuka hatiku lagi, tetapi sejak melihat Heera dan dia selalu memarahiku, aku ingin sekali percaya lagi sama cinta. Aku ingin berusaha mendekati Heera, tetapi aku takut untuk memulainya,” ujar Darrel.

Tiba-tiba seorang lelaki mengenakan kacamata bulat masuk ke dalam ruangan Darrel tanpa mengetuk pintu. “Rel, galau lagi?” tanya lelaki itu.

Darrel menoleh ke arah sumber suara. Ia menatap tajam lelaki yang baru masuk ke dalam ruangan kerjanya. “Heh, datang-datang main nyelonong lagi!” tegur Darrel dengan ketus.

Lelaki itu hanya cengar-cengir. “Bos Darrel, ojo galak-galak, to,”¹ pinta lelaki itu.

Darrel mendengkus kesal. “Lagian main nyelonong aja. Kan, lo itu karyawan gue,” tegurnya.

Pintune ke buka soale. Yo wis, aku mlebu ae,”² sahutnya dengan bahasa Jawa. Lelaki itu bernama Muhammad Candra Saputra. Sahabat lama Darrel sejak masa kuliah dan saat ini bekerja sebagai koki di restoran Darrel.

“Ya ketuk dulu, dong,” sahutnya dengan ketus.

“Bos Darrel, mending ndang ngoleko pacar neh ae,”³ saran Candra.

Darrel menggeleng. “Gue nggak mau pacaran. Udah trauma sama Ayudia. Cewek sialan emang, dasar matre! Si Dareen biang kerok emang! Setiap pacar gue direbut!” marahnya dengan kesal.

“Coba neh ae, Bos. Sopo ngerti iso,”⁴ sahut Candra.

Darrel mengembuskan napasnya. “Candra, Candra. Semua perempuan kebanyakan matre. Gue nggak yakin buat memulai hubungan lagi,” keluhnya.

“Bos, Ndak kabeh wong wedok ngono. Enek seng seneng tenanan,”⁵ sanggah Candra terhadap opini Darrel.

“Langka, Can,” sahut Darrel dengan nada lesu.

Mbak Boba & Mas Seblak [SELESAI]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang