PART 39 : Restu

108 20 87
                                    


Ombak begitu tenang di pesisir pantai pasir putih. Langit biru berawankan putih begitu cerah pemandangannya. Seorang perempuan berambut lurus sebahu berponi memakai kemeja berwarna cokelat gelap dan celana  berwarna denim tengah bersandar di pundak tegap sosok lelaki tampan. Ia menatap sosok itu dengan senyuman yang begitu lebar.

“Aku senang kita bisa sedekat ini sekarang, Heera. Sudah lama ingin sekali menikmati seperti ini,” ujar Darrel, lalu tersenyum lebar, menatap kedua bola mata bulat indah milik Heera.

“Maafkan aku selama ini galak sama kamu. Dahulu, aku terlalu menutup hatiku karena aku sangat kehilangan Oliver. Kenapa aku jadikan kamu sainganku, karena aku ingin benar-benar membencimu dan tidak akan bisa jatuh cinta padamu, ternyata aku salah. Dari pertengkaran kita, ternyata menumbuhkan benih cinta di hatiku. Aku tidak menyangka semua ini, Darrel,” sahut Heera.

Darrel mengecup kening Heera dengan lembut, lalu mengusap rambut legam Heera. “Aku akan menjagamu lebih dari Oliver menjagamu dengan sepenuh hatiku. Pasti sekarang Oliver sudah bahagia, melihat kekasihnya sudah mendapatkan cinta yang lain.”

Heera mengangguk setuju. “Beberapa hari ini aku bermimpi. Oliver datang dalam mimpiku. Ia mengatakan bahwa aku harus membuka hati untuk seseorang yang terdekat mencintaiku dengan tulus. Ia mengatakan orang itu adalah kamu. Di mimpi itu ada sosok kamu. Tidak hanya sekali, empat kali aku memimpikan hal itu,” jelas Heera, menceritakan tentang mimpinya.

“Artinya, tanda bahwa jodoh kamu adalah aku, Heera.”

“Darrel Sayang, kita main pantai, yuk,” ajak Heera. Darrel mengangguk, kemudian mereka berdiri. Heera dan Darrel melangkah di tepi pantai. Mereka kejar-kejaran. Darrel mengejar langkah Heera.

“Heera Sayang! Jangan lari!” teriak Darrel.

Heera tertawa. “Ayo, kejar aku, Sayang!” teriak Heera yang memperlihatkan gigi putihnya. Heera berlari dengan kencang.

Heera baru ingat bahwa Darrel punya asma, Heera menghentikan langkahnya. Darrel memeluk perut Heera dengan erat. Darrel menopangkan dagunya di pundak Heera. Kedua bola mata indahnya memejam dengan rapat. Heera turut memejamkan mata dengan sempurna.

I love you, Heera Diatmika, Nona Iriannya Darrel Aileen,” ungkap Darrel.

I love you too, Darrel Aileen, Batu Berjalannya Heera Diatmika,” ungkap Heera. Hidung mancung mereka saling bersentuhan.

Darrel melepaskan pelukannya. Tiba-tiba, lelaki itu bersimpuh di hadapan Heera. Darrel mengeluarkan sebuah kotak berwarna merah, lalu membukanya. Tersemat sebuah cincin berlian begitu cantik. Heera berbinar, menatap hal itu.

Darrel menatap Heera dengan penuh ketulusan. “Heera Diatmika, hari ini aku ingin melamarmu menjadi istriku. Mau kah kamu menikah denganku? Menghabiskan sisa hidupmu denganku? Menjadi pelengkap dalam hidupku, menjadi ratu dalam hidupku?” ungkap Darrel, membuat jantung Heera seolah-olah berdisko ria.

Heera tersenyum lebar, lalu mengangguk. “Aku mau menikah denganmu, Darrel Aileen. Aku ingin kamu menjadi imam bagiku, menghabiskan sisa hidupku bersamamu. Aku ingin engkau menjadi sosok pelindungku selamanya,” jawab Heera.

Darrel meraih tangan putih Heera, lalu memasangkan cincin tersebut. Heera merasa senang dengan perlakuan Darrel. Darrel berdiri, kemudian menggenggam jemari Heera dengan erat, lalu mencium punggung tangan Heera dengan lembut. Darrel menatap Heera begitu lekat. “Ayo, kita ke rumah orang tuaku,” ajaknya. Heera mengangguk.

***

Sesampai di depan rumah besar bercat warna putih, berlantai tiga, Darrel menekan bel rumah. Sudah berapa lama Darrel tidak menginjakkan kakinya di rumah ini lagi. Kali ini Darrel datang dengan hati lapang. Tidak ada kebencian dari hatinya kepada orang tuanya. Darrel berharap, semoga orang tuanya merestui hubungan dirinya dengan Heera.

Mbak Boba & Mas Seblak [SELESAI]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang