PART 12 : Membuat Menu Baru

85 24 65
                                    


“Anda jadi mau pesan apa?” tanya Heera kepada pemuda berkacamata itu.

“Saya mau pesan boba rasa avocado mango selalu sayang kepadamu satu. Minum sini,” jawabnya.

Heera mengangguk, kemudian pergi ke dalam. Heera terlebih dahulu meletakkan boneka boba pelangi pemberian dari Darrel. Heera menyiapkan bahan untuk membuat boba rasa avocado mango.

Setelah menghidangkan ke gelas, Heera membawanya ke pembeli. Heera meletakkan segelas minuman es boba rasa avocado mango selalu sayang kepadamu. “Ini pesanannya. Oh, ya, kenapa bisa memberikan hadiah dari Darrel?” tanya Heera merasa sangat penasaran.

“Saya habis dari sana makan seblak. Karena tahu saya mau ke sini, dia memberikan itu,” jawabnya.

Heera mengangguk. “Oke, terima kasih atas informasinya. Selamat menikmati.” Heera kembali ke meja kasir.

Setelah tidak ada para pembeli, Heera pergi ke dalam ruangan. Ia mengamati boneka boba berwarna pelangi di atas meja. Ternyata saat membuka kotak, ada sebuah kertas bergambar boba berwarna cokelat.

Untuk Nona irian.

Terima kasih, Anda sudah menjawab panggilan saya dan menolong saya malam itu. Saya hutang nyawa kepada Anda, Nona. Hadiah ini sebagai rasa terima kasih saya kepada Anda karena sudah menyelamatkan saya. Kalau Anda tidak menjawab panggilan saya, saya tidak mungkin bisa menuliskan surat ini.

Salam, Batu Berjalan.

Tanpa sadar, kedua sudut bibir Heera melengkung. Perempuan itu tertawa. “Kenapa manis sekali batu berjalan ini? Tatapannya dan caranya memberi hadiah sama dengan Oliver. Aku jangan sampai jatuh cinta padanya. Makanya aku akan terus menyainginya, menganggap dia sebagai musuh karena aku tidak ingin sampai jatuh cinta kepada Darrel,” gumam Heera.

Jam enam sore.

Heera sudah membuat beberapa daftar makanan yang akan dibuatnya di kafe Diatmika di buku catatan. Gibran melihat kakaknya, mengerutkan keningnya, melihat beberapa menu itu. “Kakak yakin mau buat sebanyak itu sendiri? Aku nggak bisa masak, loh, Kak,” ujar Gibran yang terheran dengan isi pikiran Heera.

“Yakin, lah. Kakak akan membuat semua ini. Selesai tutup kafe, Kakak mau mencoba semua menu ini. Dengan adanya beberapa menu ini, kita pasti bisa menambah pembeli dan bisa menyaingi restoran seblak Darrel. Kakak mau menyaingi Darrel. Kakak akan mengunggulinya. Kamu lihat saja nanti. Siapa babak selanjutnya yang menang, Kakak atau Darrel? Kakak akan buktikan kalau Kakak itu lebih unggul dari dia,” jawab Heera dengan tegas. Heera sangat percaya diri jika dirinya bisa mengungguli Darrel dan lebih sukses dari Darrel.

Gibran geleng-geleng kepala. “Aku capek, Kak. Suka-suka Kakak, deh. Jangan minta aku masak, loh, Kak. Kan, Kakak tahu aku nggak bisa masak. Aku cuma bisa bantu Kakak bikin minuman boba, bukan masak makanan. Dari dulu Gibran nggak bisa masak, Kak,” saut Gibran dengan nada lesu.

Heera mengangguk. “Paham Kakak, Gib. Kamu nanti bantu bikin minumannya. Kakak yang masak semua, kok. Lagian, kita butuh menu lain di kafe kita biar nggak monoton minuman boba dan makanan penutup saja. Kakak yakin, dengan menu baru yang ditambahkan, kafe kit akan ramai. Kamu cuma perlu dukung Kakak saja. Udah, tuh, ada pembeli. Layani sana,” pinta Heera.

Gibran mengangguk, lalu menghampiri pembeli seorang mahasiswi berambut lurus sebahu dengan seorang mahasiswi berambut diikat satu ke belakang. “Kakak-kakak, ada yang bisa dibantu?” tanya Gibran dengan ramah.

Mereka melihat-lihat menu minuman boba. “Saya mau minuman boba rasa choco royal kamu tidak akan pernah tergantikan.”

“Kalau saya pesan minuman boba rasa choco taro I love you.

Gibran mencatat kedua mahasiswi itu, lalu melenggang ke tempat pembuatan minuman boba. “Kak, satu minuman boba rasa choco royal kamu tidak akan pernah tergantikan, satu lagi choco taro I love you. Aku bikin choco royal, Kakak choco taro, ya?” ujar Gibran. Heera dan Gibran mulai membuatkan pesanan untuk pembeli mereka.

Jam sembilan malam, kafe Diatmika sudah tutup. Sesampai di rumah, Heera berkutat di dapur. Perempuan itu mengambil beberapa bahan makanan dari lemari es dan lemari penyimpanan bahan makanan. Heera melihat beberapa catatan yang sudah dicatatnya untuk membuat makanan baru di kafenya.

“Aku akan membuat cireng, kebab, dimsum, batagor, risoles, dan juga toppoki. Ini dulu, nanti kalau rasanya enak, lanjut bikin makanan lainnya.

Heera mulai mengolah bahan makanan yang sudah perempuan itu siapkan. Heera berusaha membuat makanan dengan teliti dan hati yang menyenangkan. Memasak itu harus dengan hati yang menyenangkan agar hasil dari makanan yang dibuatnya maksimal dan rasanya pas.

Setelah berkutat selama beberapa jam, Heera sudah selesai membuat beberapa daftar menu. Heera mencoba semua masakannya, semuanya terasa pas. “Enak banget. Puas banget. Besok bisa ditambah di kafe,” gumam Heera.

Perempuan itu menaiki anak tangga, menuju kamar adiknya. Saat membuka pintu kamar adiknya, Gibran sudah terlelap di ranjangnya. Heera menghampiri Gibran, lalu mengusap rambut Gibran dengan lembut. “Cuma kamu yang Kakak punya sejak Kakak kuliah. Setelah lulus SMA, orang tua kita udah pergi, Gib. Kamu jangan ikut pergi kayak mereka, orang tua kita dan Oliver. Kakak nggak mau kehilangan lagi. Kamu sangat berharga bagi Kakak, Gibran.” Heera mencium kening Gibran dengan lembut.

“Gibran tidur. Besok saja aku suruh dia cicipi makananku. Sekarang aku harus beres-beres dapur “ Heera kembali menutup pintu kamar Gibran, lalu kembali ke dapur. Heera mulai membereskan peralatan memasak yang sudah dirinya gunakan untuk membuat beberapa menu makanan yang akan dimasukkan ke dalam menu kafe boba Diatmika.

Setelah membereskan semua peralatan memasak, Heera melangkahkan kakinya, menaiki anak tangga, menuju kamarnya. Sesampai di kamar, Heera memandangi sebuah figura berisi foto dirinya dengan Oliver.

Saat itu dirinya dengan Oliver masih mengenakan seragam putih abu-abu. Heera mengusap foto itu dengan lembut. “Sayang, aku kangen banget sama kamu. Kangen lihat wajah tampan kamu, kangen main sama kamu. Kamu tahu, satu tahun terakhir ini aku selalu melihat tatapan yang mirip denganmu ada pada Darrel. Sayang, aku takut banget. Aku nggak mau jatuh cinta kepada laki-laki lain selain kamu, Oliver. Kamu nggak akan pernah tergantikan. Aku akan berusaha nggak jatuh cinta sama Darrel. Tadi, dia kasih boneka boba lewat orang asing ke kafeku. Caranya memberi hadiah sama seperti kamu saat dulu aku menolongmu yang jatuh dari pohon mangga.

Saat itu, kamu nekat banget maling mangga di sekolah padahal di sekolah nggak boleh ambil mangga. Kamu batu, kamu manjat pohon. Eh, pas udah dapatin tiga mangga, kamu jatuh. Untung ada aku yang ketindihan badan kamu. Alhamdulillah, kita baik-baik aja, Sayang. Besoknya kamu malah ngasih hadiah lewat temanku, Maira, boneka beruang putih dan ada surat ucapan terima kasih. Darrel sama kamu hampir mirip. Aku berharap semoga aku tidak jatuh hati padanya karena aku sudah berjanji kalau cintaku hanya untukmu saja selamanya.” Heera mencium figura tersebut.

 




See you next part ☺️

Mbak Boba & Mas Seblak [SELESAI]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang