Raka gelisah di kamarnya karena terus memikirkan Vita. Gadis itu pasti betah tinggal di rumah orang tua kandungnya.
Raka seakan menyesali tindakannya, namun disisi lain ia tetap harus menyerahkan Vita kepada orang tua kandungnya supaya ia bisa menikahi Vita dan menjadikan gadis itu sebagai istrinya. Itulah tujuannya sedari dulu.
Kini ia sudah resmi menanggalkan status sebagai papa angkat. Dan saat inilah ia harus mulai mendekati Vita sebagai seorang pria.
Pria yang mencintai gadis itu dalam diam. Pria yang menjaga jarak dengan gadis yang ia cintai. Pria yang diam-diam menjaga calon istrinya dari laki-laki manapun. Termasuk Boy.
Mungkin Raka egois. Tak membiarkan Vita menjalin hubungan percintaan dengan lawan jenis. Menjaga gadis itu untuk dirinya sendiri.
Tapi bukan hanya Vita saja yang tidak pernah menjalin hubungan percintaan. Nyatanya Raka pun tidak pernah tertarik kepada siapapun kecuali Vita dari dulu sampai sekarang. Pria itu juga tidak pernah berpacaran sampai detik ini. Ia dengan setia menunggu Vita dewasa.
Ekspresi datar dan dinginnya selama ini hanyalah sebuah topeng. Supaya Vita tidak nyaman bersamanya saat ia masih berstatus sebagai ayah angkat.
Kalau sampai Vita nyaman bersamanya, maka Vita akan menganggapnya sebagai seorang ayah. Maka kesempatan baginya untuk membuat Vita jatuh cinta padanya terlalu kecil. Bisa jadi Vita justru ilfil saat ia mendekatinya.
Dengan segera Raka bangkit dari duduknya. Ia menyambar kunci mobil dan bergegas pergi. Menuruni tangga dengan secepat kilat.
"Tuan nggak sarapan dulu?" tanya bibi yang melihat majikannya hendak keluar rumah.
"Nggak bi, saya bisa sarapan nanti di kantor," ujar Raka dengan wajah berbinar-binar bahagia. Tidak seperti biasanya. Bahkan bibi yang sudah bekerja di rumah ini cukup lama sampai terhenyak sesaat. Ia jadi mengingat kembali Raka yang dulu.
Raka yang mudah tersenyum dan juga sosok yang hangat. Entah sejak kapan Raka berubah menjadi sosok dingin dan kaku. Tapi bibi lega akhirnya sosok Raka yang dulu telah kembali.
Raka mengendarai mobilnya dengan riang menuju ke rumah calon kekasihnya.
Baru beberapa hari saja Raka tidak melihat gadis itu, tapi rasanya ia sudah sangat merindukannya. Entah apa yang terjadi kalau Vita tidak menjadi istrinya dimasa depan nanti. Mungkin Raka bisa gila.
Namun, semua itu tidak akan terjadi karena Raka sangat yakin kalau ia dapat membuat Vita perlahan-lahan jatuh cinta padanya.
Mobil yang dikendarai Raka berhenti tepat di depan rumah Arya. Pria itu menatap layar ponselnya yang terdapat foto Vita yang ia ambil secara diam-diam, setelah puas lantas ia menghubungi ponsel gadis itu.
Senyumnya mengembang saat Vita mengangkat telepon darinya.
"Halo," sapa Raka dengan nada terdengar kaku. Mungkin karena ia sudah terbiasa berbicara dengan nada datar kepada semua orang, sehingga ia lupa cara berbicara dengan nada yang terdengar santai. Atau mungkin Raka saat ini sedang gugup berbicara dengan Vita sebagai seorang pria bukan lagi sebagai ayah.
"Iya pa," sahut Vita dengan suara terdengar gagap.
"Gimana rasanya tinggal di sana?" tanya Raka.
"Seneng pa."
Keduanya terdiam cukup lama.
"Kamu lagi apa?" tanya Raka dengan detak jantung yang berdebar-debar kencang.
"Lagi duduk."
"Apa ada waktu?"
"Emm..."
"Bisa nggak kita ketemu buat makan siang?"

KAMU SEDANG MEMBACA
Future Wife
RomantikVita harus hidup dibawah aturan papanya. Tidak boleh pacaran, bahkan tidak boleh berdekatan dengan seorang pria. Sampai-sampai gadis itu tidak pernah merasakan indahnya pacaran seperti teman-temannya. Hingga suatu hari tepat sebulan sebelum wisuda...