23. Kiss

6.6K 213 0
                                    

Vita minta diantar ke kampus hari ini karena ingin bertemu dengan kedua sahabatnya lagi. Raka mengizinkan asalkan Vita mematuhi perintahnya untuk menjauhi Boy.

Vita tak ada pilihan lain, daripada ia kesepian di rumah tanpa memegang ponselnya. Akhirnya ia menyetujui permintaan Raka. Toh, kemarin ia berhasil menghindar dari Boy karena bantuan kedua sahabatnya.

Mobil berhenti tepat di depan kampus.

"Ingat pesan papa," ujar Raka yang sedang membaca email di ponselnya.

"Iya pa," sahut Vita dengan malas. Sudah puluhan kali Raka berkata seperti itu selama diperjalanan menuju ke kampus.

Vita mencondongkan tubuhnya hendak mencium pipi Raka. Namun hal tak terduga terjadi. Raka menolehkan kepalanya.

Cup.

Keduanya membeku. Pasalnya bukan pipi yang Vita kecup, melainkan bibir Raka.

Cepat-cepat Vita memundurkan tubuhnya dengan canggung. Sementara Raka terkejut beberapa detik, setelah itu ia tampak biasa saja, seolah-olah tidak terjadi apapun barusan.

"Papa cuma mau bilang kalo papa bayar orang buat ngawasin kamu di kampus," ujar Raka.

"I-iya," sahut Vita gugup dengan jantung berdebar-debar.

Buru-buru Vita keluar dari dalam mobil. Tadi ia hanya ingin cepat-cepat pergi, makanya Vita langsung mengecup pipi Raka seperti yang biasa ia lakukan. Namun, tanpa Vita ketahui, ternyata Raka menolehkan kepalanya, hingga terjadilah insiden tersebut. Benda kenyal itu menempel tepat di bibirnya.

Vita berjalan dengan linglung sambil memegangi bibirnya.

"First kissku?" gumam Vita.

Sedetik kemudian gadis itu menggelengkan kepalanya.

"Nggak! Nggak! Nggak! Bibirku masih virgin, papa nggak termasuk. Walaupun termasuk laki-laki tapi inget, dia papa kandung," batin Vita meyakinkan dirinya sendiri. Tapi entah kenapa jantungnya masih saja berdebar kencang.

Bagaimanapun ini pertama kalinya ia menempelkan bibirnya di bibir pria dewasa, walaupun itu papanya sendiri. Tentu saja Vita merasa malu dan entahlah, Vita sendiri tak tahu apa yang sedang ia rasakan saat ini. Semuanya bercampur aduk antara bingung, malu dan canggung.

"Kenapa lo geleng-geleng sambil megangin bibir? Mimpi ciuman lagi lo?" tanya Gea yang duduk di salah satu meja di kantin.

Buru-buru Vita berlari lalu membekap mulut Gea dengan tangan sambil menolehkan kepalanya ke kanan dan ke kiri. Takut orang lain mendengar perkataan Gea barusan.

"Jangan ngaco deh," bisik Vita dengan nada terdengar kesal.

"Terus elo kenapa?" tanya Rosa dengan nada meledek.

Vita tampak panik dengan pipi berubah merah.

"Gue makin curiga sama elo," ujar Gea dengan menyipitkan matanya.

"Nggak ada pa-pa," sahut Vita seraya mengambil duduk.

"Bu, es teh sama mie ayam," ujar Vita mengalihkan pandangannya ke arah pedagang yang ada di sana.

"Iya neng," sahut wanita itu.

"Cepetan cerita," desak Rosa yang merasa sangat penasaran.

"Elo sama kak Boy ciuman?" tanya Gea tanpa basa-basi terlebih dahulu.

"Nggak," sahut Vita cepat.

"Terus kenapa elo megangin bibir tadi?"

"Aku sariawan," sahut Vita asal.

***
Sementara di tempat lain, Raka tampak tidak fokus saat membaca laporan. Akhirnya pria itu meletakkan kembali laporan yang ada di tangannya. Pria itu memilih bangkit dari kursi berjalan menuju ke jendela. Mengamati langit yang entah kenapa terlihat sangat indah.

Warna birunya terlihat sangat cerah dibandingkan dengan hari kemarin. Tak lupa senyumnya mengembang sambil memegangi bibirnya dengan tatapan menerawang.

Beberapa menit menikmati pemandangan langit diluar sana, akhirnya Raka mengambil ponsel dari saku. Pria itu mulai mencari kontak seseorang lalu menghubunginya.

"Saya ingin anda mengirimkan berkas yang saya minta ke alamat yang sudah saya beritahukan kepada anda waktu itu," ujar Raka dengan tatapan serius.

"Apa anda sudah yakin? Karena setelah saya mengirimkan berkas ini, maka hubungan anda dengan Vita kemungkinan akan berakhir," ujar pria itu.

"Saya sudah sangat yakin, saya tidak ingin membuang-buang waktu lagi," sahut Raka tampak mantap saat mengatakannya.

"Baiklah kalau begitu," sahut pria di seberang sana pada akhirnya.

Raka memutus sambungan teleponnya seraya tersenyum tipis.

"Sebentar lagi," gumam Raka tampak tak sabar.

Setelah berkas itu dikirimkan kepada seseorang, maka semuanya akan berubah. Terutama hidup Raka dan Vita. Semuanya tidak akan lagi sama. Entah menjadi seperti harapan Raka atau justru sebaliknya. Semua yang sudah Raka atur akan menjadi berantakan.

Tapi mau tidak mau hari itu akan datang juga. Raka ataupun Vita tidak bisa menghindar.

***
Sejak kejadian tadi pagi, Vita terus saja menghindar dari Raka. Gadis itu akan selalu memalingkan wajahnya bahkan berlari saat baru mendengar langkah kaki papanya.

Jantung Vita pun kembali berdebar-debar saat tak sengaja bertatap muka dengan Raka.

Sudah ribuan kali Vita katakan dalam hati kalau apa yang dia lakukan kepada papanya adalah hal yang tidak perlu dipikirkan. Hanya insiden saja. Jadi tidak perlu berdebar-debar.

Namun kenyataannya berkata lain, jantungnya masih saja berdebar-debar dengan sendirinya.

Vita sudah melakukan berbagai upaya untuk meredakan debaran jantungnya, tapi semuanya gagal. Akhirnya Vita memilih untuk menghindar. Bahkan bersembunyi di dalam kamar adalah pilihan yang paling tepat.

Ketika makan malam, Vita memilih meminta bibi untuk mengantarkan makanan ke kamarnya tanpa sepengetahuan Raka. Dengan begitu kemungkinan bertemu dengan papanya berkurang.

Untuk menghilangkan ingatan tentang kejadian tadi pagi, Vita memilih menonton drama Korea. Namun bukannya menghilang seperti harapannya, yang terjadi justru sebaliknya. Ingatan itu semakin kuat saat Vita melihat adegan ciuman di dalam drama.

Vita menggelengkan kepalanya dengan kencang sambil mengipasi wajahnya yang tiba-tiba saja memanas.

"Aku normal, aku normal, aku normal," rapal Vita takut kalau ia mempunyai kelainan seksual.

"Inget Vita, dia papa kandung," ujar Vita sambil menutup mata lalu menarik nafas panjang setelah itu mengembuskannya dengan perlahan.

Gadis itu sudah mulai tenang. Lalu buru-buru ia mematikan drama Korea yang masih menampilkan adegan tersebut.

Vita bergulung di dalam selimut seraya berusaha mengenyahkan ingatan tadi pagi. Tapi ternyata sulit sekali. Bibirnya benar-benar menempel dengan benda yang terasa kenyal. Yang belum pernah ia rasakan sebelumnya. Mana mungkin ia bisa semudah itu melupakannya. Dan kali ini terjadi di dunia nyata, bukan mimpi seperti sebelumnya.

Munafik jika ia bilang sudah melupakan kejadian itu, lebih tepatnya insiden tak terduga.

Jika ia bisa kembali ke masa lalu, maka ia tidak akan melakukan hal bodoh seperti itu.

Vita memukul pelan kepalanya, berharap ingatan tersebut segera pergi.

"Aku harus pikirin kak Boy, dia cowok baik, senyumnya manis, ramah, ganteng, tapi bibirnya sekenyal papa nggak ya?"

Vita tampak terkejut dengan perkataannya sendiri.

"Bodoh! Bodoh! Bodoh!" rutuk Vita karena sempat-sempatnya ia berpikir seperti itu.

Berulang kali gadis itu memukul pelan bibirnya.

"Mending aku tidur aja."

Future WifeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang