32. Pamrih

3.3K 144 4
                                    


Vita menemui kedua sahabatnya di kafe tanpa pengawasan dari siapapun. Kini Vita benar-benar telah bebas. Ia bisa melakukan apa saja termasuk pacaran. Hati Vita tentu saja sedang berbunga-bunga karenanya.

"Vita!" teriak Rosa dan Gea kompak. Kedua gadis itu berlari kecil sambil merentangkan tangan.

Keduanya memeluk Vita dengan hebohnya.

"Selamet ya! Akhirnya elo bebas pacaran!"

Ketiganya berpelukan sambil sedikit melakukan lompatan kecil. Para pengunjung kafe menatap ketiganya dengan tatapan keheranan. Namun mereka bertiga tak menghiraukan sama sekali tatapan yang dilayangkan oleh pengunjung lain.

"Jadi om-om waktu itu ayah kandung Lo?" tanya Gea tampak antusias.

"Iya."

"Gimana perasaan Lo pas tahu semuanya?"

"Jujur aku syok banget," sahut Vita.

"Selamet sekali lagi atas kebebasan lo yang udah gue tunggu bertahun-tahun lamanya," ujar Rosa turut berbahagia.

Vita mengangguk dengan kencang saking bahagianya.

"Jadi om Raka bukan siapa-siapa elo?" tanya Gea. Hingga mengingatkan Vita kepada pria itu.

"Papa angkat lebih tepatnya," sahut Vita tampak canggung.

"Untung aja om Raka sikapnya dingin banget sama elo, kalo nggak kan dia menang banyak," celetuk Gea tiba-tiba.

Uhuk!

Ternyata di meja yang berada tidak jauh dari mereka, Raka sedang duduk dan mendengarkan percakapan ketiga gadis itu. Tentu saja pria itu memakai penyamaran. Bukan penyamaran yang lebay. Pria itu hanya memakai kaos polos dan dipadukan dengan jaket dan celana jeans robek-robek, tak lupa sebuah topi.

Kalau dilihat dari jauh, Raka tampak seperti seorang mahasiswa. Raka yakin Vita tidak akan mengenalinya saat ia berpakaian seperti ini karena biasanya ia selalu memakai kemeja dan terlihat rapi.

"Apa dia bilang?" geram Raka dalam hati sambil menatap kesal ke arah Gea.

"Jangan bilang gitu Ge, bagaimana pun juga om Raka udah jadi papa angkatnya Vita. Dia orangnya baik dan nggak sepicik itu, buktinya dia memenuhi apa aja yang dibutuhin sama Vita termasuk pendidikan," ujar Rosa.

"Ya kan siapa tahu, lagian aneh aja om Raka nggak nikah-nikah, jangan-jangan dia sengaja nungguin elo gede Ta," celetuk Gea hingga membuat Vita menyemburkan minuman yang belum sempat ia telan.

Uhuk! Uhuk! Uhuk!

Raka tampak panik, ia melihat Vita tersedak hingga batuk-batuk cukup kencang.

Rosa mengelus punggung Vita pelan. "Hati-hati Ta."

"Sorry Ta, gue nggak sengaja bikin elo kaget," ujar Gea merasa bersalah.

"Nggak mungkin Ge, mungkin papa emang belum ketemu sama perempuan yang baik aja," sahut Vita setelah batuknya reda.

"Iya... Iya... Iya... Gue paham kok, semoga aja bokap eh! Maksudnya papa angkat Lo cepet dapet istri," ujar Gea.

"Aamiin," sahut Vita dan Rosa berbarengan.

"Dan aku harap istriku kelak itu kamu Vita," batin Raka sambil mengulum bibirnya. Raka tiba-tiba menjadi seperti anak remaja yang sedang kasmaran. Apalagi tiba-tiba bayangan saat Vita mencium bibirnya waktu itu terulang kembali.

Kalau boleh jujur, pada saat itu ingin sekali Raka tersenyum sangat lebar dan membalas ciuman gadis itu. Namun sayangnya hal itu terjadi pada saat ia masih menyandang status papa angkat gadis itu. Alhasil ia harus bisa berpura-pura baik-baik saja dan bersikap seolah-olah tidak terjadi apapun. Padahal detak jantungnya sudah bertalu-talu begitu kencang sampai-sampai ia khawatir Vita akan mendengarnya.

Future WifeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang