42. Menahan Diri

4.3K 177 1
                                    

"Sini," ujar Raka sambil menepuk ranjang dengan santainya.

Spontan Vita menggelengkan kepalanya dengan kencang. Tatapannya tertuju ke arah Raka dengan waspada. Bagi Vita, Raka seperti harimau yang siap menerjang dan menerkamnya hidup-hidup.

"Aku janji nggak akan ngapa-ngapain tanpa izin dari kamu," ujar Raka sedikit memberi angin segar bagi Vita.

"Beneran?"

Raka menganggukkan kepala seraya tersenyum.

Ucapan Raka barusan belum berhasil membuat Vita percaya sepenuhnya. Bukankah setiap pemangsa akan berkata manis untuk memancing mangsanya mendekat?

Setelah mendekat, apa yang akan terjadi padanya?

Tamatlah riwayatnya. Karena sudah dipastikan ia tak berdaya menghadapi tubuh besar Raka yang sialnya berotot.

"Jangan takut begitu, aku nggak akan gigit kamu kok," ujar Raka dengan nada bergurau, berharap bisa mencairkan suasana.

Gigit!

Mendengar kata "gigit" keluar dari mulut pria itu, justru semakin membuat Vita ketakutan dan berpikir yang tidak-tidak.

"Ayo bi...kin..." Vita tergagap hingga tidak sanggup melanjutkan perkataannya.

"Bikin anak?" tebak Raka dengan senyuman lebar.

Sontak Vita semakin beringsut dengan tatapan horor ke arah suaminya.

"Hahahaha... Aku cuma bercanda sayang," ujar Raka untuk mencairkan suasana, meskipun yang ia katakan tadi murni berasal dari keinginannya yang sudah lama ia pendam.

Siapa yang tidak ingin mempunyai seorang anak, terlebih teman-teman sebayanya sudah banyak yang menggendong dua bahkan tiga momongan. Sementara ia baru saja menikah. Semua itu karena ia dengan sabar menunggu gadis yang ia cintai tumbuh besar. Tidak mungkin ia menikahi gadis yang belum dewasa. Bisa-bisa ia dimasukkan ke dalam penjara.

Lagipula ia tidak mau terburu-buru menikahi Vita setelah gadis itu lulus SMA. Sebenarnya ia bisa saja mempercepat proses, namun baginya pendidikan sangat penting. Ia tidak mau hanya karena ingin buru-buru menikah, ia sampai mengorbankan pendidikan Vita. Dan sepertinya gadis itu sangat menikmati dunia perkuliahan.

"Maksud aku kita bikin perjanjian," cicit Vita.

Huft!

Raka membuang nafas panjang, ia harus bersabar lagi.

"Iya, apa perjanjiannya?" Raka berkata dengan nada lembut, tidak dingin seperti biasanya.

"Papa eh! Maksud aku emm...." Vita bingung ia harus memanggil Raka dengan sebutan apa. Tidak mungkin ia memanggil suaminya dengan sebutan om. Meskipun jarak umur  mereka cukup jauh. Tapi apa kata tetangga dan teman-teman Raka nanti?

"Panggil sayang aja biar romantis," ujar Raka dengan wajah berseri-seri.

"Mas aja."

"Mas?" Raka berpikir sejenak. Sebenarnya ia ingin dipanggil sayang, tapi apa boleh buat, panggilan mas tidaklah buruk.

"Mas, boleh juga," sahut Raka.

"Mas Raka jangan macem-macem tanpa izin aku," cicit Vita.

"Coba bilang mas Raka lagi," pinta Raka tiba-tiba.

"Hah?" Vita tampak bingung namun tetap menuruti permintaan suaminya.

"Mas Raka."

Raka tersenyum manis mendengar panggilan dirinya yang keluar dari mulut sang istri yang begitu lembut.

Future WifeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang