27. Om Siapa?

4.5K 178 1
                                    

Vita kembali berkumpul dengan kedua sahabatnya, tentu saja dengan pengawasan dari anak buah papanya. Memastikan kalau ia tidak bertemu kembali dengan Boy.

"Kak Boy nanyain elo mulu Ta." Gea mengeluh karena terus mendapatkan pertanyaan dari sepupunya itu.

"Mau gimana lagi, papa ngelarang aku ketemu sama kak Boy," sahut Vita dengan lesu.

Gea mengembuskan nafas kasar, tampak pasrah. Ia harus terus berbohong kepada sepupunya kalau ia sudah tidak bertemu lagi dengan Vita.

Bahkan saat Boy menanyakan alamat rumah Vita, Gea selalu saja mengalihkan pembicaraan. Beberapa hari ini ia berhasil menghindar dari pertanyaan Boy, tapi ia tidak bisa menjamin suatu hari nanti Boy masih bisa bersabar.

"Mau bokap lo itu apa sih Ta? Apa dia mau anaknya jadi perawan tua?" ujar Rosa dengan nada terdengar kesal.

"Amit-amit," ujar Vita sambil mengetuk-ngetuk meja.

"Jangan ngomong sembarangan lo," semprot Gea.

"Gue juga nggak mau Vita jadi perawan tua, tapi ngeliat tingkah bokapnya gue jadi mikir, jangan-jangan bokapnya Vita nggak sayang sama anaknya," ujar Rosa lalu gadis itu menyedot es kopinya.

"Nggak mungkinlah orang tua nggak sayang sama anaknya sendiri, apalagi anaknya secantik ini," ujar Gea seraya mencolek dagu Vita.

"Masa sih aku cantik?" tanya Vita sambil bergaya sok imut di depan Gea.

"Yaaaah... Ngelunjak," ujar Gea pura-pura kesal.

"Gue tarik lagi omongan gue barusan," ujar Gea.

"Nggak bisa!" ujar Vita dengan nada sedikit tinggi.

"Elo biasa aja," ujar Gea.

"Nggak! Tadi kamu bilang aku cantik," ujar Vita ngotot.

"Sorry, tadi gue salah ngomong, yang bener elo b aja," ujar Gea.

Vita mengerucutkan bibirnya sambil berkacak pinggang.

"Nah kalo begitu jadi jelek," ujar Gea dengan nada bergurau.

"Awas kamu," ujar Vita berdiri dan hendak mengacak-acak rambut Gea. Namun tiba-tiba saja seseorang memeluknya dari belakang.

Grep.

Vita membeku saking syoknya karena ia tahu kalau yang memeluknya dari belakang bukan Rosa. Terlihat dari postur tubuhnya yang tinggi dan tangannya yang melingkar tampak berotot.

"Vita."

Suara pria itu terdengar berbeda dari suara papanya. Tapi suara itu juga bukan suara Boy, lantas siapa pria ini?

"Om siapa?! Berani peluk-peluk sahabat gue!" pekik Gea lalu gadis itu menarik paksa tangan Vita hingga terlepas dari pelukan pria asing itu.

"Vita! Elo nggak pa-pa kan?" tanya Gea tampak khawatir melihat wajah Vita yang pucat pasi.

"Om jangan kurang ajar ya!" Rosa maju dengan wajah penuh emosi. Gadis itu tampak garang. Tak peduli kalau orang yang ia hadapi memiliki umur yang lebih tua dari dirinya.

Tatapan pria itu masih tertuju ke arah Vita yang kini sedang dipeluk Gea.

"Vita, aku papa kandungmu," ujar pria itu dengan suara terdengar lirih dan pilu. Menyiratkan rasa rindu dan penyesalan yang begitu dalam.

Deg!

Vita terkejut dan langsung menolehkan wajahnya ke arah pria itu. Keduanya beradu pandang.

"Om jangan ngada-ngada deh!" ujar Rosa dengan nada ketus.

"Oh, gue tahu. Ini pasti modus penipuan," tebak Gea begitu yakin.

"Jadi dari tadi om nguping pembicaraan kami. Terus om akting seolah-olah om papa kandungnya Vita. Heh om denger ya, nyari kerjaan itu yang halal biar berkah, jangan kebanyakan nipu nanti masuk penjara," semprot Gea dengan nada sinis yang tak dibuat-buat.

"Wajah kamu mirip banget sama mamamu," ujar pria itu dengan mata berkaca-kaca. Tampaknya pria itu tidak mendengarkan apa yang baru saja Gea katakan.

"Udah deh om! Kedok om udah kebongkar, jadi nggak usah lanjut akting," sembur Rosa yang kesal kepada pria tersebut. Penampilan pria itu seperti CEO di sebuah perusahaan, memakai kemeja putih serta jas dan bercelana bahan. Umurnya sekitar empat puluh tahun dan memakai jam tangan dan baju itu bermerek. Entah hasil dari membeli atau hasil dari mencopet. Penampilannya tampak meyakinkan.

Entah kenapa melihat pria itu mendapat semburan dari kedua sahabatnya, tiba-tiba Vita menjadi tidak tega.

"Om..." Vita tampak ragu melanjutkan ucapannya.

"Aku papa kandungmu," ujar pria itu tak dapat menutupi kesedihannya karena sang anak tidak mengenalinya. Tentu saja Vita tak mengenalinya. Ia saja baru tahu kalau ia memiliki seorang anak dari seorang wanita yang memilih menghilang.

"Coba buktiin kalo om ini papa kandungnya Vita," tantang Gea seraya membusungkan dada.

"Kamu mirip mama kamu, Sinta," ujar pria itu dengan suara lirih nyaris tercekat.

"Om tahu nama mamaku?"

Pria itu menganggukkan kepalanya dengan setetes air mata yang mengalir di pipinya.

Ketiga gadis itu saling pandang. Sedari tadi ketiganya tidak menyebutkan nama ibu Vita, tapi bagaimana pria itu tahu nama ibu Vita?

Benarkah dia papa kandung Vita?

"Jangan gampang percaya Ta," ujar Gea masih ragu.

"Kalo bener om papa kandungku, kenapa baru sekarang om dateng?" tanya Vita masih tak percaya. Walau begitu perasaannya berkata lain. Memang benar ia tidak pernah bertemu dengan pria itu, tapi entah kenapa rasanya sangat merindukannya.

"Papa nggak tahu kalo mama kamu hamil, dia tiba-tiba menghilang," ujar pria itu dengan dada terasa sesak. Betapa bodohnya ia sampai tidak tahu kalau diluar sana anaknya telah tumbuh dewasa dan sangat cantik mewarisi paras ibunya.

"Terus kenapa om bisa tahu kalo aku anak om?"

"Dua minggu yang lalu ada amplop yang berisi foto mamamu waktu hamil dan foto-foto kamu dari bayi sampai sebesar ini, diamplop itu ada sebuah surat yang mengatakan kalo kamu adalah anak kandungku, bahkan di dalam amplop itu juga ada sampel yang bisa digunakan untuk melakukan tes DNA. Waktu itu papa nggak percaya, makanya papa langsung melakukan tes DNA dengan sampel itu. Selama menunggu hasilnya, papa coba nyari kamu, tapi sayangnya diamplop itu nggak ada alamat rumahmu, dan setelah hasilnya keluar hari ini, tiba-tiba ada nomor yang ngirimin lokasi kamu sekarang," ungkap pria itu.

"Kalo kamu nggak percaya, lihat hasil tes DNA ini."

Pria itu menyerahkan sebuah kertas yang berisi hasil tes DNA yang dia lakukan. Vita menerimanya dan membaca hasilnya. Ternyata benar di dalam kertas itu sembilan puluh sembilan persen pria itu ayah biologisnya. Tapi Vita masih tidak percaya, bisa saja kertas itu palsu. Dan apa yang dikatakan pria itu juga hanya kebohongan semata.

Vita menggelengkan kepalanya.

"Jangan-jangan bokap lo yang ngirim amplop itu," ujar Gea.

"Kalo gitu kita harus ketemu papa sekarang," ujar Vita.

***







Future WifeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang