Sudah tiga hari Vita dikurung di dalam kamar. Selama tiga hari itu pula Vita tak memegang ponselnya lantaran Raka menyita benda tersebut.
Entah berapa kali Boy menghubunginya, ia rasa pria itu berusaha menghubunginya untuk berbicara masalah yang waktu itu. Sebenarnya ia pun ingin meminta maaf kepada Boy karena ia dan papa sudah menyebabkan keributan di kafe pria itu.
Tapi apa daya, papa sudah lebih dulu menyita ponselnya dan sampai sekarang belum juga dikembalikan.
Disaat sedang melamun dengan lesu di atas tempat tidur. Tiba-tiba pintu dibuka oleh seseorang. Vita malas menoleh karena ia tahu kalau yang membuka pintu pasti bibi yang ingin mengantarkan sarapan untuknya.
Eheemm!
Suara deheman seorang pria mengagetkan Vita hingga gadis itu menoleh dengan cepat.
"Papa," panggil Vita menatap pria yang berdiri di ambang pintu kamarnya. Pria yang sudah mengurungnya di kamar selama tiga hari menatapnya dengan tatapan aneh.
"Pakai baju yang benar."
Setelah mengurungnya selama tiga hari, kata itulah yang pertama kali papanya katakan. Alih-alih mengatakan permintaan maaf.
Vita mendengus kesal. Gadis itu memilih diam.
"Mulai hari ini kamu udah boleh keluar kamar," ujar Raka tiba-tiba. Entah kenapa pandangan pria itu tertuju ke arah dinding.
Vita sontak bersemangat. Apakah selama tiga hari kemarin papanya juga ikut instrospeksi diri. Kalau begitu bagus.
Senyum Vita perlahan-lahan mulai terbit.
"Hanya keluar kamar, bukan berarti kamu boleh keluar rumah, apalagi untuk menemui pria itu," lanjut Raka hingga membuat Vita mengurungkan niatnya untuk tersenyum. Wajah Vita kembali ditekuk dengan bibir cemberut.
"Papa suruh kamu pakai baju yang benar, kenapa nggak dilakukan?"
Vita melihat bayangan dirinya di depan cermin. Ia memakai pakaian walaupun tidak sepenuhnya menutup lekuk tubuhnya. Bagaimana tidak, saat ini ia menggunakan tank top dengan tali spaghetti dan celana super pendek dengan bahan yang lembut dan nyaman. Saking pendeknya sampai-sampai terlihat seperti celana dalam.
Vita merasa pakaian yang ia kenakan tak masalah, toh ia memakainya di dalam rumah. Dan tidak ada laki-laki lain selain papanya. Jadi apa salahnya.
"Papa tunggu kamu di meja makan," ujar Raka lalu pria itu melenggang pergi.
Tak lama kemudian Vita tersenyum penuh arti.
"Sekali-kali jadi anak pembangkang nggak pa-pa kan?"
Vita keluar kamar dengan pakaian yang sama. Gadis itu tidak berganti baju seperti yang papanya perintahkan.
Raka hampir tersedak saat melihat Vita. Bagaimana tidak, selain tidak menuruti perintahnya, gadis itu juga mengikat rambutnya tinggi-tinggi hingga memperlihatkan punggung dan lehernya yang mulus.
Vita duduk di kursi yang biasa ia duduki dengan santainya.
"Eheemm!"
Raka mencoba menormalkan suaranya sebelum berbicara kepada gadis pembangkang itu.
"Vita!"
"Kamu dengarkan apa yang papa bilang tadi?"
"Denger pa, tapi aku kegerahan," sahut Vita yang tengah asik mengoles roti dengan selai.
"Ini masih pagi Vita," ujar Raka yang tampak mengalihkan pandangannya ke arah roti yang ia makan.
"Tapi aku udah kegerahan, gimana dong pa?"
"Lagian aku cuma di rumah aja, nggak kemana-mana," ujar Vita mencoba menyindir Raka.
"Harusnya kamu malu sama papa," ujar Raka dengan suara yang terdengar aneh, tidak seperti biasanya.
"Kenapa musti malu? Aku kan anak papa," jawab Vita dengan santainya.
Raka memejamkan matanya seraya menarik nafas dalam. Bingung bagaimana cara menjelaskannya kepada gadis itu.
Bahkan dengan beraninya Vita sarapan sambil mengangkat salah satu kakinya ke atas kursi seperti bapak-bapak di warung.
"Turunin kakinya," perintah Raka.
"Nggak sopan, papa nggak pernah ngajarin kamu kayak gitu," ujar Raka berusaha bersabar menghadapi Vita yang sedang berusaha memancing emosinya.
Ting! Tong!
Bibi tampak berjalan cepat ke arah depan.
Alis Vita terangkat sebelah. "Siapa?"
"Yuhuuu!"
Susan datang dengan hebohnya.
"Pagi pak Raka," sapa Susan dengan senyum terlampau lebar.
"Saya duduk ya pak," ujarnya dan sebelum Raka mempersilakannya duduk wanita itu sudah menduduki kursi di depan Vita.
Vita menatap sengit sekretaris papanya yang genit itu.
"Untuk apa kamu ke sini?" tanya Raka.
"Saya mau ngasih tahu bapak kalo jadwal hari ini berubah," ujar Susan.
"Apa itu?"
"Nanti siang pak Dayat nggak bisa dateng, otomatis rapat dimajuin jadi jam sepuluh," ujar Susan dengan semangat.
"Kamu kan bisa ngasih tahu di kantor, kenapa harus ke rumah saya?"
"Wah! Kebetulan ada roti, saya belum sarapan pak," ujar Susan dan tanpa ragu mengambil roti lalu mengoleskannya dengan selai.
Vita semakin sengit menatap wanita dewasa itu.
"Papa mau ke kantor, kamu jangan coba-coba untuk kabur," ujar Raka memberi peringatan keras kepada gadis itu.
"Hmm," sahut Vita acuh tak acuh.
Raka menyelesaikan sarapannya lalu menuju ke ruang kerjanya mengambil tas miliknya.
"Kamu lagi marahan sama pak Raka?" tanya Susan mencoba mendekati Vita selaku anak dari pria yang ia sukai.
Vita tampak berpikir keras.
"Kalo ada orang tua tanya itu dijawab jangan didiemin aja," gumam Susan sambil mengunyah roti.
"Tante mau nggak jadi mama tiri ku?" tanya Vita tiba-tiba.
Mata Susan melebar. "Mau!" jawabnya dengan semangat.
"Kamu setuju kalo aku jadi mama tirimu?"
"Setuju, tapi ada syaratnya," ujar Vita cepat.
"Apa syaratnya?" tanya Susan tak kalah cepat.
Susan memajukan badannya tampak tak sabar mendengar syarat yang diajukan oleh Vita.
"Tante harus bisa bujuk papa supaya bolehin aku keluar rumah dan pacaran," ujar Vita dengan suara pelan.
"Oke, setuju," sahut Susan dengan semangat. Wanita itu langsung menyetujui persyaratan yang diajukan gadis itu. Lagipula persyaratan yang diajukan Vita tidak terlalu sulit. Toh Vita sudah dewasa wajar kalau mempunyai pacar. Beda cerita kalau Vita masih SD atau SMP, persyaratan tersebut pasti akan sulit ia lakukan.
Vita dan Susan tersenyum lebar seraya bersalaman. Tanda sepakat.
Raka berjalan menuju ke arah pintu depan.
"Pak Raka! Tungguin!" teriak Susan seraya berlari kecil menyusul pria dingin dan keren itu.
Vita tersenyum lebar.
"Papa bikin hidup aku ribet pasti karena papa belum punya pasangan, kalo papa udah ada pasangan pasti papa nggak akan bikin peraturan aneh-aneh lagi," batin Vita dengan senyum liciknya.
![](https://img.wattpad.com/cover/305803155-288-k291803.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
Future Wife
RomanceVita harus hidup dibawah aturan papanya. Tidak boleh pacaran, bahkan tidak boleh berdekatan dengan seorang pria. Sampai-sampai gadis itu tidak pernah merasakan indahnya pacaran seperti teman-temannya. Hingga suatu hari tepat sebulan sebelum wisuda...