Vita menatap ke arah pria itu dan ternyata pria itu terlihat membawa nampan seraya berjalan ke arahnya.
Sesampainya di depan mereka, Boy meletakkan es krim di depan Vita beserta kertas bertuliskan nomor ponselnya.
“Es krim spesial buat Vita, dan itu nomor ponsel gue, jangan lupa hubungi gue,” ujar Boy, lalu pria itu pergi kembali ke tempatnya bekerja.
“Kak! Gue nggak dikasih es krim?!” teriak Gea.
“Sini ambil sendiri!” teriaknya.
Saat Vita hendak masuk ke dalam mobil Yoga, tiba-tiba Boy berlari mendekat.
“Gue anterin elo pulang,” ujar Boy dengan nafas putus-putus lantaran berlari cukup kencang supaya bisa mengejar Vita.
Vita tampak terkejut dan bingung.
“Maaf kak, bukannya Vita nggak mau dianterin pulang sama kak Boy, tapi ada satu alasan yang bikin Vita nggak bisa dianterin sama kak Boy,” ujar Gea.
Kening Boy berkerut. “Apa?”
“Nanti deh kak, gue ceritain, sekarang gue mau balik ke kampus lagi,” ujar Gea.
“Maaf ya kak, mungkin lain kali,” ujar Vita seraya tersenyum.
“Iya nggak pa-pa,” sahut Boy sedikit kecewa.
Sesampainya di kampus, buru-buru Vita turun dari mobil Yoga sebelum papanya menjemputnya.
Dan benar saja, sesaat setelah mobil Yoga berjalan, mobil papanya mendekat. Sontak Vita merapikan pakaiannya dan pura-pura tidak terjadi apa-apa.
Gadis itu masuk ke dalam mobil papanya dengan santai. Entah kenapa hasrat untuk tersenyum begitu kuat apalagi saat mengingat senyum Boy yang sangat manis. Tak terasa gadis itu mengulum bibirnya saking bahagianya. Ini kali pertama baginya didekati oleh seorang pria. Mau tak mau hatinya mulai berbunga-bunga.
“Kenapa kamu senyum-senyum?” tanya Raka yang ternyata diam-diam mengamati gadis itu.
“Aku inget kejadian lucu di kampus tadi,” sahut Vita yang terpaksa berbohong supaya papanya tidak mengetahui kalau ia sedang didekati oleh seorang pria.
“Kejadian apa?”
“Emm… itu Gea tadi jatoh di depan pak dosen,” sahut Vita menceritakan kejadian yang sudah terjadi beberapa bulan yang lalu.
“Kamu nggak bohong kan?” tanya Raka yang sesekali melirik ke arah Vita.
“Nggak pa, itu beneran, Vita nggak bohong,” sahut Vita begitu meyakinkan.
“Maafin aku pa, kejadiannya emang beneran tapi udah terjadi lama,” batin Vita yang tak bermaksud membohongi papanya, hanya saja ia terpaksa melakukannya supaya ia bisa hidup normal seperti teman-temannya yang memiliki pacar.
Raka tampak percaya dengan perkataan Vita barusan.
***
Setelah makan malam Vita langsung pergi ke kamarnya. Sementara Raka langsung pergi ke ruang kerjanya. Tak berapa lama bibi datang sambil membawa kopi.
“Pak, ini kopinya,” ujar bibi seraya meletakkan kopi tersebut di meja.
“Vita mana? Kenapa bukan dia yang bawa kopinya?”
“Non Vita langsung masuk ke kamarnya pak, mungkin non Vita kecapekan,” ujar bibi.
“Kecapekan?”
Kening Raka berkerut.
Sementara di kamarnya Vita sedang galau hendak menghubungi Boy, pasalnya ia bingung harus berbicara apa dengan pria itu. Karena ia tidak pernah memulai topik terlebih dahulu.
KAMU SEDANG MEMBACA
Future Wife
Roman d'amourVita harus hidup dibawah aturan papanya. Tidak boleh pacaran, bahkan tidak boleh berdekatan dengan seorang pria. Sampai-sampai gadis itu tidak pernah merasakan indahnya pacaran seperti teman-temannya. Hingga suatu hari tepat sebulan sebelum wisuda...