44. Cemburu dan Tersinggung

4.5K 155 2
                                    

Sinar matahari menelusup dari celah gorden yang tidak tertutup dengan sempurna. Vita menggeliat di ranjang empuk merentangkan kedua tangannya sambil menguap lebar. Ia terduduk sambil membuka matanya perlahan.

Kamar?

Sejak kapan ia tidur di kamar. Bukankah tadi malam ia duduk di kursi dekat kolam renang. Kenapa ia bisa ada di sini?

Gadis itu menolehkan kepalanya ke samping.

Kosong.

Tidak ada Raka di sana. Bergegas bangkit dan keluar. Ia justru mendapati Raka yang tengah tertidur pulas di sofa panjang dengan selimut yang membungkus tubuhnya.

Vita mendekat. Berjongkok di depan suaminya. Mengamati wajah Raka dari dekat. Vita baru sadar kalau pria itu sangat tampan saat dilihat dari jarak dekat. Dia memiliki bulu mata lentik, hidung mancung, rahang tegas dan bibir pink pucat. Menandakan kalau pria itu tidak merokok.

Untuk beberapa saat Vita terpesona oleh ketampanan Raka. Namun buru-buru gadis itu menggelengkan kepalanya mengenyahkan pikirannya. Ia harus memastikan sesuatu. Dengan perlahan Vita mendekatkan hidungnya mengendus tepat di depan mulut pria itu. Memastikan apakah pria itu minum alkohol semalam atau tidak.

Dan jawabannya tidak. Tidak ada bau alkohol di mulut Raka. Itu tandanya suaminya tadi malam tidak minum alkohol. Vita dapat bernafas lega. Namun hanya sesaat, karena otaknya mulai berpikir negatif. Bagaimana kalau Raka tidak minum alkohol, tapi pria itu tidur bersama wanita bernama Vania di hotel. Dan baru pulang saat subuh tadi.

Kening Vita berkerut dalam serta menggigit bibir bawahnya dengan cemas.

Melihat tanda-tanda Raka hendak bangun. Dengan segera Vita berlari kembali ke kamar.

Ketika Vita keluar dari kamar mandi ia mendengar suara seorang wanita di luar kamar.

Wanita itu lagi pikir Vita saat mendapati Vania tengah duduk di sofa bersama Raka.

"Aku bawain kamu kopi, aku bikinin sekalian ya," ujar Vania yang sudah berjalan menuju ke dapur.

"Iya," sahut Raka.

"Vita, ayo sini kita sarapan sama-sama." Tatapan Raka tertuju ke arah Vita yang baru saja keluar dari kamar.

"Iya," sahut Vita lirih dan mengambil duduk di kursi.

Tak berapa lama Vania datang lalu meletakkan secangkir kopi di hadapan Raka. Seketika aroma kopi menyeruak dan memenuhi ruangan.

"Makasih," ujar Raka seraya tersenyum tulus.

"You're welcome," sahut Vania melirik sinis ke arah Vita.

Sebelum menyesap kopi tersebut, Raka lebih dulu menghirup aromanya dengan mata tertutup.

"Aromanya enak." Setelah mengatakan itu Raka tanpa ragu menyesap kopinya dengan perlahan. Menikmati rasa kopi yang memenuhi rongga mulutnya.

"Kopi buatan kamu enak," puji Raka tulus seraya tersenyum cerah.

"Kopi buatan aku emang selalu enak, jadi beruntung calon suami aku nanti," ujar Vania seraya menatap Vita dengan ekspresi bangga sekaligus meremehkan gadis itu.

Tiba-tiba Vita ingat janjinya kepada Raka waktu itu. Ia sudah berjanji akan membuatkan pria itu kopi asal dibelikan mesin pembuat kopi yang ia inginkan.

Namun janji yang pernah terlontar mulus dari mulutnya justru ia ingkari. Ia tidak lagi membuatkan kopi untuk Raka yang kini sudah sah menjadi suaminya.

Dan saat Raka tersenyum cerah setelah menyeruput kopi buatan Vania membuat Vita merasa sedih dan kecewa. Ada rasa penyesalan. Harusnya ia yang membuatkan Raka kopi dan bukan wanita itu. Harusnya ia juga yang mendapat pujian itu. Vita merasa kesal seketika. Apalagi melihat ekspresi bangga wanita itu.

Future WifeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang